Chereads / Dear Adam (Indonesia) / Chapter 44 - Ketukan Misterius

Chapter 44 - Ketukan Misterius

Terdengar suara deheman seakan membuat lamunan itu hilang seketika. Lalu, kedua manik mata bertemu seolah membuat sebuah rindu dalam titik temu diantara  mereka.

"Khadijah?" Rumi terkejut melihat kehadiran Khadijah di hadapannya saat ini.

"Rumi?" Balas Khadijah.

"Loh, kalian saling kenal?" Tanya Samuel menatap mereka bergantian.

Semburat senyum diantara mereka yang saling memandang dalam pertemuan tidak disengaja.

Khadijah mulai menundukkan pandangannya. Ia merasa Allah memang maha baik, karena doa-doa selama ini yang dia kirimkan menjadi nyata.

Rumi salah satu nama yang terselip dalam setiap doanya. Tatapan bak perasaan yang tak pernah bisa lepas, ia merasakan ada getaran hebat saat bersamanya.

Khadijah dan Rumi terdiam dan membisu, serta mengabaikan yang lain.

Khadijah merasa dunia berhenti berputar seketika. Suara-suara mulai hilang seketika.

"Kau ada di sini? masyaallah Allah memang maha baik, kita bertemu kembali, apa kita jodoh?" batin Khadijah.

"Masyaallah, setelah sekian lama ku merindumu, kita bertemu dalam satu waktu yang sama," batin Rumi.

Rumi dan Khadijah masih saling menatap dalam lamunannya masing-masing. Seperti, lagu Afgan jodoh pasti bertemu.

"Ya ampun berasa kayak dunia milik mereka. Dasar ABG!" dumel Samuel dalam hati.

Beberapa detik kemudian terdengar suara deheman hingga mereka sadar dalam lamunannya.

"Ya Ampun manusia pluto bikin kaget!" cetus Khadijah yang asal ceplos.

Samuel menatap tajam, tapi Khadijah malah menebar senyum kecut ke dia.

"Khadijah, kita kok bisa kebetulan ketemu di sini?" Ujar Rumi menatap Khadijah.

Khadijah tersenyum memancarkan binar-binar di matanya. Raut wajahnya berseri-seri bak orang sedang jatuh cinta. Ia pun tidak peduli kalau di situ ada Samuel.

"Seandainya aja manusia pluto ini nggak di sini, mungkin kita akan ngopi bareng. Uh, Adam yang ku rindukan, karena aku hanya ingin kamu lelaki yang pertama mengkhitbahku, lalu menghalalkanku untuk menjadi calon makmummu,"batin Khadijah dalam hatinya.

"Khadijah?"

"Eh, iya Rumi. Apa kabar?"

"Alhamdulillah baik, Khadijah. Kamu?"

"Alhamdulillah baik, Rumi."

"Ya ampun mereka malah temu kangen. Apa nggak nyadar ada aku di sini?" Dengus kesal Samuel dalam hati. "Apa lagi ini perempuan, kalau sama aku aja galaknya minta ampun, tapi kalau sama pria ini seakan ada senyum yang menghiasinya."

Khadijah mengobrol dengan Rumi tanpa menghiraukan Samuel, bahkan saling membahas obrolan tanpa peduli dengan Samuel.

"Ehem," deheman keluar dari mulut Samuel, lalu keduanya menatapnya.

"Maaf, jadwal saya sangatlah sibuk. Bisa tidak kita mulai bahas bisnis kita, karena setelah makan siang saya ada janji temu klien, iya kan nona Khadijah," lirik Samuel sambil menekan tiap kata, ia berusaha tidak meninggikan satu nada. Ia juga sedikit senyum memaksa.

"Iya, maaf bapak Samuel yang terhormat. Saya terbawa suasana, dan lupa kalau kita ada urusan bisnis," hela napas singkat Rumi.

Mereka bertiga mulai membahas tentang bagaimana pemasaran dan iklan apa yang cocok untuk produk Belia Group. Sedangkan, Khadijah menatap Rumi tanpa peduli dengan apa yang sedang dibicarakan keduanya.

"Doa ku sungguh ajaib, bahkan kita bertemu secara tidak sengaja, mungkin ini adalah kode keras Allah, agar kita berjodoh!"

Khadijah menatap wajah tampan Rumi, lalu Samuel meliriknya. Samuel tahu kalau Khadijah tidak fokus dengan meeting  intern kali ini.

Khadijah hanya senyum-senyum, lalu pandangannya tak lepas sedikitpun dari Rumi.

Samuel masih tetap membahas kerjasama mereka.

"Ya ampun! Khadijah, pengen aku gites kepalanya! nggak fokus amat ini anak!"

Khadijah menatap Rumi, ia  tidak peduli lelaki itu bicara apa.

"Nona Khadijah?"

"Hah?" sahut Khadijah.

"Tadi kamu sudah paham dengan konsep yang ditawarkan Belia Group."

Khadijah hanya meringis,"Maaf, Bos. Saya nggak paham."

"Baiklah, saya tidak mau tahu apapun caranya bisa bikin klien puas! mau kamu jungkir balik atau koprol pun saya nggak peduli! kalau proyek ini gagal, ingat sepeser pun bonus atau gajimu akan hilang selama setahun."

"Tapi,-"

"Tidak ada kata tapi!"

Khadijah hanya meneguk air liurnya sendiri, ia merasa sebal dengan sikap bosnya yang pengen ia karungin, lalu lempar ke Pluto.

Rumi hanya diam melihat Khadijah dan atasanya saling berdebat.

"Ehem."

"Iya, Pak Rumi."

"Saya sudah selesai presentasi mengenai konsep yang perusahaan kami inginkan, kami tunggu presentasi proposal dari perusahaan bapak. Permisi."

Rumi pun berjabat tangan dengan Samuel, sedangkan bersama Khadijah hanya salam jauh, karena ia tidak ingin bersalaman dengan yang bukan muhrim.

*

Di kamar Hotel Khadijah senyum-senyum sendiri bak orang nggak waras. Ia merasakan kalau otaknya mulai agak nggak benar, setiap sudut ruangan yang dia lihat selalu ada Rumi.

"Kayaknya, hari ini otakku mulai konslet!"

Khadijah sebenarnya ingin menghentikan Rumi, tapi dia berada dalam situasi bersama dengan bos plutonya. Ia sedikit sebal dengan manusia planet satu itu.

Dari balkon hotelnya, Khadijah melihat bintang paling terang di langit London.

"Mom, apa kabar? Ayah Haqi, ayah Ayass, Acan, Husein apa kabar juga?" gumam Khadijah menatap langit, ia rindu dengan keluarganya sungguh hanya rindu mereka.

Suara ketukan dari luar kamar hotel Khadijah.

Terdengar suara ketukan pintu dari luar apartemen Khadijah. Ia melihat jam di ponselnya pukul 12 malam waktu London.

"Ish, aku merinding. Ya Allah lindungi hambamu dari setan," gumam Khadijah. "Ya Allah aku tidak siap, jika harus bertemu dengan makhluk astral, apalagi si kun atau teman-temannya."

Khadijah merasa agak merinding,"Ah, bodoh amat aku tidur aja daripada aku harus pingsan pas buka."

Khadijah memasukan seluruh tubuhnya ke dalam selimut, ia merasa takut dengan suara-suara ketukan tengah malam. Ia pun hanya mampu membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an yang dia hafal.

Ponsel Khadijah berdering.

"Ya Allah siapa sih jam segini ganggu amat!" Omel Khadijah dengan dongkol.

Khadijah pun malam pura-pura tidak dengar, ia pun sudah merasa ketakutan, apalagi dia tadi barusan habis baca novel online bertema horor.

Suara ponsel Khadijah berbunyi terus, ia merasa kesal. Ia rasanya ingin banting ponselnya, tapi sayang itu ponsel baru ia beli setelah ponsel lamanya tercebur di bath up saat dia mandi.

"Ih siapa sich? udah malam nelpon-nelpon mulu! anjirrr, pas yang telepon setan gimana ya?" pikir Khadijah. "Lihat nggak ya? Pas tahu-tahu yang telepon tengah malam gini,-"

Khadijah pun langsung mengumpat dalam selimutnya, ia tidak peduli akan bunyi ponselnya. Ia merasa sangat parno sekali, apalagi di novel yang tadi ia baca, kalau habis dapat telepon tengah malam itu dinyatakan kita akan mendapatkan teror dari penelpon.

"Mampus! sumpah kalau ini seperti baca alur novel. Aduh, Gusti! kenapa harus pakai ada suara ketukan pintu dan ponsel bunyi. Ini seperti tanda-tanda. Ya Allah biarkan hambamu tidur tenang, Sungguh hambamu takut dengan makhluk semacam setan!"

Khadijah mulai berdoa terus tiada hentinya, bahkan ia membayangkan Rumi yang membaca lantunan surah AL-Mulk, lalu ia pun mulai tertidur pulas.

*

Rumi terlihat sangat mondar-mandir tidak jelas sama sekali. Semenjak dia bertemu dengan Khadijah ada sesuatu yang sedikit aneh dalam dirinya. Dia seperti mabuk cinta yang belum selesai.

"Kenapa hati ini berdetak begitu sangat kencang sekali ketika aku mampu melihatmu dari jauh?" Rumi menarik nafasnya perlahan-lahan untuk menjeda ucapannya. Dia menatap sebuah langit-langit kamar saat dia merebahkan tubuhnya di atas ranjang kamarnya. "Mungkinkah aku jatuh cinta kepada dirimu yang kini bertemu kembali di sebuah tempat tanpa pernah aku dan kamu janjian?"

Rumi merasa sedikit aneh sekali dengan perasaannya untuk saat ini. Dia berusaha untuk menepiskan perasaannya karena dia sudah berjanji kepada orang tua Khadijah untuk tidak pernah dekat dengan Khadijah kembali.

"Cinta ini terasa begitu sangat dekat sekali namun bagaimana aku bisa mengatakannya? " Rumi mengumam dalam hati kecilnya.

Rumi membayangkan sosok Khadijah dalam ingatannya. Dia melihat senyuman terindah dari Khadijah saat itu yang membuat dirinya terpesona untuk yang pertama kalinya. Dia sangat mencintai Khadijah lebih dari apapun itu tapi dia tidak bisa untuk mengatakan perasaan itu yang sesungguhnya. Karena dia sudah berjanji yang tidak akan pernah mungkin diingkari.

" Ya Allah Jika benar dia adalah jodohku maka dekatkanlah jika bukan aku mohon pilihkanlah jodoh yang terbaik sesuai dengan takdirmu. "Kata Rumi sambil menggumam dalam hati kecilnya.

Rumi menghela nafas begitu sangat berat sekali.

*

Khadijah masih belum bisa tidur karena suara ketukan pintu itu terdengar begitu sangat jelas sekali di kedua telinganya. Dia terpaksa untuk bangun karena suara ketukan pintu itu begitu sangat keras sekali di telinganya.

"Astaga!" Dengusnya.