POV : Silvia Sapphira
Mimpi buruk..., apakah kalian pernah mengalami mimpi buruk ? Ya, mungkin saja diantara kalian ada yang pernah mengalami mimpi buruk, seperti didatengi ibu kos kalian disaat kalian tidak mempunyai uang sepersen pun atau mungkin didatengi mantan kalian yang membawa pasangannya yang jauh lebih keren dari kalian sendiri, atau mungkin ditanyai kapan nikah dipesta undangan ?!
Atau bahkan mungkin hal simpel, sesimple ngeliat isi dompet kalian yang cuma ada sarang laba-labanya beserta kertas-kertas tagihan yang tidak berguna, atau bahkan mungkin jatuhnya sebuah celana dalam seorang kuli bangunan yang tepat mengenai wajah kalian. Ya, mungkin salah satu dari itu adalah mimpi buruk kalian.
Mimpi buruk sejatinya adalah sesuatu yang benar-benar tak pernah kalian inginkan datang ke kehidupan kalian meski hanya untuk sesaat saja. Begitu juga denganku, jika bisa aku ingin menghentikan mimpi burukku ini, mimipi yang selalu datang kedalam tidurku. Namu tentu saja mimpi buruk diriku ini bukanlah hal-hal yang telah aku utarakan di atas sebelumnya.
Bagiku, mimpi burukku itu adalah seorang manusia tampan bernama Rian Alfarizi. Sosok laki-laki yang benar-benar pintar, jago bela diri, dan bahkan kaya raya. Mungkin kalian semua akan berkata bahwa aku ini adalah orang gila. Namun percayalah, aku membenci laki-laki tampan bernama Rian Alfarizi itu lebih dari apa pun.
Itu semua karna orang tersebut telah membuat kehidupanku selalu dihantui penyesalan tiada henti. Bahkan terkadang jika aku mengingat kembali wajahnya itu dan membayangkannya di depan kaca, mungkin kaca tersebut akan aku pecahkan. Ya, aku akan memecahkan kaca tersebut menggunakan kedua tanganku tanpa ragu. Bahkan jika perlu aku akan menggunakan kepalaku sendiri.
Percaya atau tidak, bahwa dulu beberapa tahun yang lalu, aku dan Rian adalah seorang sahabat baik. Layaknya sebuah pribahasa, dimana ada gula disitu ada semut. Dimana ada Rian disitu ada Silvia. Itulah gambaran hubunganku dengannya beberapa tahun yang lalu, lebih tepatnya 3 tahun yang lalu ketika aku duduk di bangku SMP kelas 1.
Mungkin aku akan menceritakan sebuah cerita tentang hidupku, dimana semua itu dimulai. Hari itu adalah hari pertama kali nya aku masuk ke sekolah jenjang SMP, sewaktu itu aku masihlah Silvia yang penuh dengan senyuman dan juga penuh semangat. Maka dari itu ketika pelaksanaan MOS, Banyak orang-orang yang mendekatiku dan menjadikanku sebagai teman mereka.
Dan tentunya aku adalah orang yang paling menyita perhatian di sana, sudah pasti itu karna kecantikan serta senyuman manisku ini. Saat itu aku ditaruh di kelompok 7 bersamaan dengan salah satu laki-laki tampan yang berada di angkatanku. Bahkan karna begitu tampannya dia, sampai-sampai perempuan-perempuan disana, semua memperhatikan dirinya. Ibu-ibu kantin pun juga tak luput memandangi dirinya itu. Bahkan mungkin saja jikalau ada emak-emak yang sen kanan belok kiri pun ada di sana, dengan sangat yakin aku pun berani bilang, bahwa mereka pasti akan memandangi si tampan satu itu.
Rambutnya yang hitam lebat dan klimis semakin membuat nya terlihat sangat keren dan rapih. Lalu bola matanya yang berwarna hitam indah, membuat tatapannya bisa melelehkan hati wanita mana pun. Belum lagi postur badannya yang sedikit berisi dan cukup tinggi untuk seumurannya, bisa aku katakan, tak ada celah darinya jika kau menilai dia dari segi fisiknya. Bahkan aku sendiri pun, mengakui hal itu.
Dan tentu saja cowok tampan itu tidak lain dan tidak bukan adalah Rian Alfarizi, disitulah pertemuan pertamaku dengan dirinya, Rian. Di kelompok 7 MOS SMP.
Karna setiap kelompok cuma ada 10 orang, jadi kami bersepuluh langsung cepat akrab, terlebih aku dengan Rian. Itu dikarnakan ternyata Rian juga sangat menyukai seni beladiri. Terutama Karate.
Ya, sejak diriku masih sangat kecil aku sudah sangat menyukai yang namanya seni beladiri, karna menurutku itu adalah suatu hal yang keren. Bahkan disaat aku masih SMP saja aku telah mendapatkan gelar POOM pada ilmu bela diri taekwondo, gelar yang hitungannya tertinggi untuk seumuran diriku saat itu.
Meski tidak sehebat diriku, namun Rian cukuplah terampil dalam seni ilmu beladiri taekondow.
Mungki karna kami berdua sama-sama suka dengan beladiri akhirnya kami berdua menjadi semakin akrab setelahnya. Meski aku dengannya berbeda kelas, akan tetapi aku sering sekali pulang bersamanya, dan juga melakukan Ekskul beladiri Karate bersamanya, mungkin itulah yang membuatku menjadi begitu akrab dengan dirinya.
Bahkan dulu sampai ada sebuah gosip yang mengatakan bahwa aku telah berpacaran dengan Rian, padahal saat itu kami baru kelas 7, dan paling baru 6 atau 7 bulan kami di sekolah itu. Yang artinya kami berdua itu masih anak-anak, jadi seharusnya tidak mungkin kami berdua berpacaran. Aku terkadang benar-benar tidak bisa mengerti pikiran orang-orang seperti mereka itu, namun sudahlah itu tidaklah penting sekarang.
Tapi ya..., jujur saja, pada saat itu aku mungkin benar-benar sudah merasakan ada perasaan yang lebih dari sekedar pertemanan dengannya. Ya, mau bagaimana lagi. Rian itu romantis, ganteng, baik, dan juga murah senyum. Jadi siapasih seorang wanita yang tak menyukainya. Tapi sekali lagi perlu diingat, saat itu aku masih kelas 7, alias masih piyik. Layaknya anak ayam warna-warni yang dijual di SD. Jadi bukan waktunya untuk berpacaran.
Terlebih jika kalian dekat dengan orang itu. Bohong! Jika kalian bilang tidak. Tapi untung saja disaat itu aku masih sadar jika kami masih piyik alias masih kecil. Alhasil aku tidak pernah sempat untuk berpacaran dengannya. Namun coba bayangkan jika seandainya aku sampai berpacaran dengannya, aku bahkan tidak tau lagi akan seberapa hancur hidupku dibuatnya.
Salah satu keromantisan Rian adalah sewaktu aku dengannya masih sering bersama. Saat itu aku sedang mengikuti rutinitas Ekskul Taekwondo bersama dengan Rian juga, meski dulu aku telah mendapatkan gelar POOM atau bisa juga disebut sabuk hitam untuk usia dibawah umur 15 tahun, aku tetap ikut latihan bersama temanku yang pemula lainya, karena bagiku tak ada kata berhenti untuk yang namanya belajar, dan tak ada yang namanya sia-sia dalam belajar. Itulah salah satu prinsip yang aku pegang teguh.
Jadi disaat sedang latihan, yang mana saat itu latihan yang diterapkan sangat-sangatlah berat, sampai-sampai teman-temanku yang lainnya sudah pada terkapar di lantai layaknya ikan teri yang siap dijemur. Semua, kecuali aku dan Rain. Jujur..., sebetulnya saat itu aku benar-benar ingin pingsan saja rasanya. Kepalaku sudah muter-muter seperti habis naik rollercoaster, lalu nafasku pun sesak, sudah seperti jungkat-jungkit.
Meski pun aku memegang gelar POOM sekali pun, jika itu masalah stamina, tetap saja staminaku masihlah stamina anak kecil. Terlebih lagi aku ini perempuan. Ironis memang, kekuatanku yang besar ini tidak dibarengin dengan stamina yang besar pula.
Saat itu pikiranku mulai melayang entah kemana, pandanganku pun mulai tidak jelas. Intinya aku benar-benar sudah tidak kuat menahan lelah itu. Namun, karna aku adalah seseorang yang sudah mendapatkan gelar POOM, aku memiliki sebuah kebangaan tersendiri. Aku pastinya akan sangat malu jika diriku juga ikut terkapar ke lantai seperti teman-temanku yang lainya, disaat Rian yang masih hanya sabuk biru masih bisa bertahan tanpa terlihat kelelahan sekali pun. Ditambah saat itu pak pelatih berjanji siapa pun yang bertahan sampai akhir akan ia traktir makan sepuasnya. Tentu saja itu semakin menambah alasanku untuk memaksakan diriku lebih, dan lebih lagi.
Dan disinilah sikap romantisnya Rian, melihat diriku yang sudah ngos-ngosan layaknya seekor hamster yang kelelahan setelah memutarkan rodanya. Rian pun seperti tak tega melihatku didalam posisi tersebut, lalu ia menatap diriku tajam dengan senyuman simpulnya yang akhirnya Rian pun tiba-tiba pura-pura ikut tersungkur ke lantai. Sehingga tinggal menyisahkanku saja, dan karna tinggal aku, maka otomatis akulah yang menjadi orang terakhir yang bertahan, dan akhirnya itu pun menjadi sebuah kesempatan untukku ikut tersungkur. Karna diriku yang benar-benar sudah kelelahan, tak lama setelah tersungkurnya Rian kelantai, aku pun juga menjatuhkan tubuhku kelantai. Lalu kemudian latihannya pun diberhentikan oleh Pelatih.
Mungkin itu merupakan hal yang kecil, namun bagiku itu sangatlah berarti banyak, terutama disaat itu. Karna selain menyelamatkan kebanggaan diriku sebagai pemegang sabuk hitam, dengan itu juga dia bisa membuatku beristirahat, yang mana itu adalah hal yang sangat-sangat aku butuhkan saat itu.
Setelah selesai latihan aku lalu beristirahat di bawah pohon rindang yang ada cukup besar yang saat itu berada di sekolahku. Aku membaringkan badanku seraya meluruskan kakiku yang kelelahan akibat latihan beberapa waktu yang lalu. Hari itu aku pun begitu menikmati hembusan angin yang berhembus beberapa kali menerpa pohon besar tempatku bersandar. Tak lama kemudian Rian datang, ia datang membawa sebuah botol berisikan air putih dingin yang didalamnya terdapat beberapa potong lemon. Lalu ia pun tersenyum kearah diriku seraya memberikan botol itu kepadaku. "Nih." Sahutnya tersenyum manis kepadaku.
Berkat senyuman manisnya itu, aku pun lalu ikut tersenyum, seraya menatapnya malu-malu, lalu kemudian aku pun berdiri. "Terimakasih Ri." Ucapku seraya mengambil botol itu dari tangannya yang besar itu.
Lalu pada akhirnya aku bersama dengannya duduk bersama di bawah pohon rindang selagi angin terus berhembus menerpa pohon tepat bersandar kami. Kami berdua lalu tersenyum menatap satu sama lain, dan tak lama karna merasa canggung, kami lalu mengalihkan pandangan kami menuju lapangan tempat teman-temanku yang lainya beristirahat.
Saat itu aku kembali menatapnya seraya tersenyum simpul, aku yakin bahwa ia sengaja menjatuhkan dirinya disaat latihan tadi demi melindungi diriku. Lalu Rian menyadari pandanganku itu, ia kemudian menoleh ke arahku. "Kenapa kok lo senyum-senyum sendiri Sil ?" Tanyanya malu-malu.
"Tadi lo sengaja kan ?" Tanyaku seraya membuka tutup botol air lemon tersebut, dan kemudian meminumnya.
Dia hanya tersenyum tanpa berbicara sepatah katapun.
Lalu aku pun juga menatap dalam, kedalam matanya yang begitu terlihat indah sekali saat itu. Aku hanya bisa terdiam terpaku memandangi dirinya, seakan-akan ada sebuah cahaya yang begitu terang di matanya saat itu, yang membuatku tak kuasa untuk memalingkan pandanganku darinya.
Aku lalu tersenyum seraya memberanikan diri untuk menanyakan apa yang mengangu hatiku saat itu. "Kenapasih lo sengaja jatoh gitu ? Padahal gua tau lo masih bisa lanjut." Tanyaku penasaran.
Awalnya Rian tidak mau menjawab dan malah mengalihkan pandangnya dariku seraya tersenyum memandangi langit biru yang begitu indah saat itu. Namun aku yang tak menyerah ini, terus saja memaksanya dengan memberikan kode agar ia segera memberikan jawabannya, yaitu menyenggol tubuhnya menggunakan siku tanganku. Akhirnya Rian pun mau menjawabnya, ia kembali menatap wajahku seraya tersenyum simpul. "Ya..., soalnya kalo gua gak kayak gitu, lo terus maksain badan lo yang udah gak kuat itu buat terus ikut latihannya pelatih kan? Soalnya gua tau, lo itu orangnya gak mau kalah, bahkan meski itu dari gua sekali pun." Jawabnya yang seketika membuat wajahku memerah. Lalu aku hanya mengalihkan pandanganku darinya dan tersenyum seraya memeluk erat kakiku. Ya, aku salah tingkah dibuatnya.
"Lo baik Ri." Pujiku malu-malu dengan wajah yang telah memerah tersebut. Saat itu perkataan Rian benar-benar membuat diriku mengaguminya, dia benar-benar laki-laki yang hebat, itulah pandanganku padanya pertama kali.
Rian pun lalu melirik kearahku, lalu ia tertawa kecil seraya mengelus-elus kepalaku. "Bisa aja lo Vi."
Jujur saja saat itu aku hanya terdiam dan membiarkan Rian mengelus-elus rambutku itu, karna aku benar-benar menikmati hal itu, aku sangatlah bahagia saat itu. Setelah Rian melepaskan tangannya dari kepalaku, lalu aku kembali melihat kearah anak-anak yang sedang beristirahat ditengah lapangan sekolahku itu. "Gua heran kenapa lo masih jomblo sampe sekarang Ri ? Padahal kalo lo mau, tinggal pilih doang cewek yang ada disini. Dan gua yakin 100% mereka semua pasti gak akan nolak !" Seruku dengan tatapan kosong.
Sampai sekarang pun aku tidak begitu mengerti kenapa aku menanyakan hal itu kepada Rian saat itu, mungkin itu karna terbawa akan suasana saat itu, atau mungkin itu adalah perintah hatiku, entahlah aku tidak begitu mengerti. Jika aku mengingatnya kembali, itu benar-benar tersa sangat konyol sekali.
Rian lalu tersenyum kepadaku, aku pun secara tak langsung menoleh kepadanya juga. Ia kemudian menatap tajam kedalam mataku, mata kita pun akhirnya saling bertemu dan menatap satu sama lain. "Kalo itu lo, gimana ?" Tanyanya dengan nada suara yang cukup pelan nan ramah. Aku cukup terkejut ketika Rian menanyakan hal semacam itu kepadaku saat itu. Aku hanya terdiam dengan wajah kaku yang mulai memerah itu, dan senyuman Rian yang begitu manis itu lalu membuatku membeku.
Dan hal yang bisa aku lakukan saat itu hanyalah membuang wajahku dari pandanganya, karna aku merasa, bahwa hanya itulah yang dapat menolong perasaan malu diriku ini kepadanya saat itu, lalu tentu saja pada akhirnya, aku membuang pandanganku darinya.
Melihat tak ada tanggapan apa pun dariku, Rian kemudian memperjelas kata-katanya itu. "Maksud gua kalo lo yang berada di posisi gua gimana ?" tanyanya seraya terus menatapku tajam. Mendengar hal itu, aku pun mengalihkan wajahku kearahnya lagi, dan mulai menatapnya kembali. "Lo kan juga cantik, baik, dan jago bela diripula, pastinya banyak cowok yang suka sama lo, terus lo kenapa masih jomblo juga sampe sekarang Sil ?" Tambahnya menguatkan argumen miliknya.
Setelah mendengarkan penjelasannya itu aku pun baru mulai bisa bernafas lega. "Syukurlah gua pikir apaan ?" lalu aku menghelakan nafasku seraya mengelus-eluskan dadaku sebelum akhirnya aku menjawab pertanyaanya itu. "Lo terlalu berlebihan menilai gua Ri, gua itu tomboy, kasar, siapa coba manusia waras, yang mau sama gua ? ada-ada aja lo !" Jawabku dengan nada bercanda.
"Hmn..., jujur aja ya Vi, kalo menurut gua itu, cewek kayak lo itu sempurna banget. Udah cantik, bisa beladiri, mandiri, ga cengeng, murah senyum, friendly, jago masak pula, siapasih manusia waras yang gak suka sama lo ?" Ucapnya seraya perlahan mulai menatapku dengan begitu seriusnya.
Lalu dengan matanya yang berbinar-binar itu, ia menatapku dengan begitu tajam, layaknya sebuah pisau yang baru saja diasah. "Lo bener-bener sempurna Vi." Tegasnya seraya tersenyum lebar memandangiku.
Kata-katanya barusan itu benar-benar membuatku seketika langsung terdiam seribu bahasa dan tak bisa berbuat apa-apa layaknya sebuah patung pancoran. Bahkan ia juga sukses berhasil membuat wajahku memerah layaknya Hellboy, yang bahkan mungkin aku merasa saat itu kupingku seakan bisa mengeluarkan uap panas, layaknya sebuah teko yang penuh berisikan air mendidih.
Belum lagi dia itu selalu membawakanku Air Lemon setiap selesai sesi latihan, yang mana kalian pasti tau bahwa air lemon itu sangatlah bagus untuk memulihkan stamina yang telah habis terkuras disaat sesi latihan. Aku merasa Rian saat itu adalah seorang laki-laki yang benar-benar begitu menaruh perhatian kepada diriku. Dan bukan hanya itu saja sebetulnya, ia juga tidak jarang membawakan makanan kesukaanku disaat waktu istirahat, untuk aku makan bersamanya di jam istirahat. Ia benar-benar begitu memperhatikanku, ia benar-benar baik kepadaku. Jika melihat sosok Rian yang saat itu, aku berani mengatakan dan sama sekali tidak ragu, bahwa dia adalah sosok laki-laki yang begitu sempurna. Ya, kuakui itu.
Mungkin bagi kalian hal-hal yang telah aku sebutkan barusan bukanlah hal yang begitu spesial bagi kalian, atau pun sebuah tindak romantis. Mungkin bagi kalian romantis itu seperti membawakan kalian rangkaian bunga indah nan mahal, atau gombalan-gombalan kata-kata manis. Atau mungkin dengan memberikan kalian hadiah-hadiah mahal layaknya mobil, jam, tas branded atau bahkan pesawat sekali pun. Atau mungkin hal simpel layaknya dipeluk dari belakang oleh sosok tersebut. Ya..., semua orang memiliki pandanganya masing-masing mengenai hal tersebut, mengenai keromantisan. Namun bagiku, apa yang telah Rian lakukan itu telah menunjukan bahwa ia adalah sosok laki-laki yang sungguh romantis. Ya..., sangat romantis.
Karna menurutku hal romantis itu adalah sesimpel sosok tersebut dapat memahami dirimu yang sesungguhnya, dan melakukan apa pun itu, yang membuat hatimu nyaman. Ya, hanya sesimpel itu. Maka dari itu aku bisa menganggapnya romantis, dan hal itu juga yang sebetulnya membuatku sulit untuk melupakan dirinya, yang membuatku selalu terbayang wajahnya meski pandanganku terhadapnya saat ini hanya ada kebencian yang mendalam kepadanya.
Namun, tetap saja. Jika aku mengingat kembali kata-kata itu, itu benar-benar membuatku merasa geli. Geli karna ketika kupikir kembali, aku hanyalah anak kecil berumur kurang lebih 12 tahun. Aku hanyalah anak bau kencur yang baru masuk jenjang SMP. Itu benar-benar menggelikan bukan ? Karna jujur saja, aku bukanlah sosok manusia yang mentolerir pacaran ketika SMP, aku bukanlah seseorang manusia yang menganggap pacaran ketika SMP itu adalah hal yang normal. Terlebih lagi ketika masih SD, jujur, aku benar-benar prihatin terhadap manusia yang menganggap pacaran ketika SD itu adalah sesuatu h yang normal. Ya tuhan kumohon berilah Hidayah kepada orang-orang yang berpikir seperti itu tuhan, Aamiin.
Awalnya hubunganku dengan Rian seperti yang kalian tau, itu semua berjalan baik-baik saja, dan lancar tanpa hambatan layaknya jalur Busway yang lancar tanpa adanya halangan yang menghalangi. Sampai pada suatu saat kejadian buruk itu terjadi, itu adalah disaat ayahnya Rian tertangkap oleh KPK dikarenakan kasus korupsi yang telah dilakukan oleh ayahnya itu.
Setelah kejadian itu, sosok Rian yang aku kenal dengan murah senyum dan ringan tangannya, perlahan menjadi sosok yang pemurung dan juga dipenuhi amarah dan dendam. Meski pun begitu, terkadang ia masih tetap menjadi sosok yang ringan tangan. Ya, ringan tangan memukuli orang lain, Rian benar-benar, berubah menjadi sosok laki-laki yang kasar.