Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Haya

Ha_Naya
--
chs / week
--
NOT RATINGS
25.3k
Views
Synopsis
Haya tinggal di sebuah desa yang damai. Namun, semua berubah semenjak sebuah ledakan yang menghancurkan area yang sangat besar. Walau begitu, desa masih tetap bertahan. Dia berusaha mencari penyebabnya dan memulai petualangannya dalam mencari dalang dibaliknya.
VIEW MORE

Chapter 1 - Pelajaran dan Latihan

Haya yang saat ini duduk di kursi sambil memegang pensilnya memperhatikan pelajaran berhitung dari ayahnya. Ayahnya yang bernama Brick Alivair merupakan seorang pedagang. Dia bekerja di desa untuk mendapatkan penghasilan bagi Haya dan istrinya.

Ibunya sendiri bernama Clarissa Alivair. Seorang ibu yang bersemangat dalam melakukan pekerjaan rumah tangga. Terkadang dia membantu Haya dalam belajar. Memang sudah menjadi tugas seorang ibu untuk membantu anaknya belajar.

"Bagaimana perkembangan Haya, Brick?" Sambil membereskan rumah, Clarissa melihat Haya yang belajar.

"Dia sudah pandai berhitung. Lihatlah, tidak butuh waktu lama baginya untuk menyelesaikan ini." Brick menyerahkan lembar jawaban Haya kepada Clarissa dengan semangat.

"Memang benar, yah sebenarnya ini mengejutkan. Kau tau kan anak seumuran Haya belum bisa berhitung karena belum diajarkan. Paling banyak mereka bisa membaca. Mungkin saja karena dia menurun darimu yang seorang pedagang." Clarissa terkejut karena anaknya yang bisa berhitung.

"Haya, kau bisa berhenti belajar sekarang. istirahatlah." ucap ayahnya menoleh ke arah Haya.

"Sebentar lagi. Aku ingin menyelesaikan ini terlebih dahulu." balas Haya yang masih fokus dengan belajarnya.

"Jangan lama-lama, sore ini kita akan latihan." Melihat Haya yang fokus, Clarissa melanjutkan beres-beres rumah.

Brick yang selesai memberikan pelajaran kepada Haya akan pergi untuk lanjut berdagang. Biasanya, dia akan pulang ke rumah saat istirahat. Dagangannya akan dijaga oleh Madona yang merupakan pembantu kepercayaan Brick dalam mengurus dagangannya.

Di lain sisi, Haya yang sudah selesai belajar sedang membereskan meja tempatnya belajar tadi. Matahari sedikit demi sedikit mulai turun.

Sore telah tiba, seperti yang dikatakan ibunya, Haya akan melakukan latihan. Dengan santai dia menuju halaman rumah dan menyiapkan alat latihan yang dibutuhkan.

Tidak lama waktu berselang, Clarissa tiba di halaman rumah dengan pakaian latihannya. Mengambil senjata kayu berupa belati sebanyak 2 buah yang dipegang di setiap tangannya. Sedangkan Haya mengambil pedang kayu yang tidak berat dan ukurannya tidak kepanjangan. Memungkinkan dia untuk bergerak lebih bebas dan lebih cepat daripada menggunakan pedang besar yang butuh 2 tangan untuk digunakan.

"Sepertinya kau sudah siap." ucap Clarissa.

"Ya, begitulah." sahut Haya.

Clarissa memegang sebuah koin dengan gambar burung elang di satu sisi dan gambar negara di sisi lainnya.

"Koin ini akan kulempar. Jika yang menghadap ke atas adalah negara, maka tidak ada yang terjadi, kau bebas menetukan waktu menyerang atau aku menyerang. Namun, jika yang menghadap ke atas adalah elang, maka akan dimulai saat itu juga. Siapapun yang menyadari saat koin telah menyentuh tanah dan itu merupakan elang harus menyerang duluan. Paham?" tanya Clarissa setelah menjelaskan aturan mulai.

"Baik, aku paham" jawab Haya dengan tangannya yang memegang pedang bersiap.

"Oke."

Koin tersebut dilemparkan Clarissa dengan tinggi hingga hamper tak terlihat di langit.

"Kenapa dilempar tinggi sekali, bu?" tanya Haya yang takjub melihat koin seolah-olah hilang ditelan langit.

"Dengan begini kecepatan jatuh koin pasti lebih cepat bukan? Jadinya ini ljuga dapat melatih kecepatan refleksmu." jawab Clarissa dengan senyum diwajahnya.

Haya masih mengarahkan kepalanya ke atas untuk melihat koin itu. Terlihat sebuah titik dari langit jatuh dengan sangat cepat. Sadar akan hal itu, Haya mempersiapkan posisinya.

Koin yang jatuh menabrak tanah dan memantul sedikit yang membuatnya berputar sehingga masih belum diketahui sisi koin mana yang akan menghadap atas. Sekali lagi koin memantul dan berputar seperti ingin menguji kesabaran ibu dan anak yang sedang menunggu itu diam.

Posisi yang sudah siap, pikiran menjadi fokus, Haya melihat koin yang jatuh dengan cermat. Di seberang, ibunya hanya dalam posisi berdiri tanpa persiapan. Hanya memegang kedua belatinya. Dipastikan juga menunggu sisi koin yang akan menghadap ke atas.

Tiba saatnya mengetahui jawaban dari koin itu. Haya yang melihat sisi yang muncul adalah elang. Mengingat aturan yang dijelaskan ibunya, Haya tau kalau yang sadar harus menyerang duluan.

Disaat Haya mulai mengalihkan pandangan ke depan tempat ibunya berdiri, dia hanya melihat hijau rumput. Telat menyadari hal itu, Haya dengan cepat membalikkan badan sambil melompat mundur.

Terlihat Clarissa yang berada di depannya dengan jarak yang cukup dekat. Beruntung tidak terkena serangan ibunya, dia menghela nafas.

"Kukira aku berhasil, tapi ternyata kau sadar ya." ucap Clarissa dengan wajah kecewa.

"Untungnya itu tidak kena." Haya menghela nafas sekali lagi.

"Bukankah koin harus diam jika ingin mu-"

Haya yang ingin mengeluh tiba-tiba datang serangan langsung dari Clarissa. Tidak dapat berpikir dan hanya mengandalkan refleks, Haya berhasil menahan serangan itu.

Mengingat hal yang ingin dia katakan sebelumnya, dia penasaran dengan ibunya yang terlihat mulai duluan sebelum koin diam. Pertama, koin harus dalam keadaan diam terlebih dahulu. Kedua, walaupun yang muncul adalah gambar negara, tetap bisa dimulai duluan karena perbedaan dari kedua sisi hanyalah waktu mulai.

(Jadi apa yang membuat ibu mulai lebih dulu?) Pikir Haya. Dia juga melihat dengan cermat jatuhnya koin ke tanah. Dia merasa dia mulai tepat setelah koin diam. Mungkin ada celah waktu yang sangat kecil diantara dia dengan diamnya koin.

Tidak bisa menemukan alasan logis, dia tiba dengan satu kesimpulan yang sebenarnya dia sendiri agak ragu, yaitu fakta bahwa ibunya telah begerak saat ada celah waktu kecil diantara dia dengan koin yang diam. Hanya itu alasan paling masuk akal yang bisa dipikirkannya.

Serangan dari ibunya berlanjut. Haya harus menahan serangan dari kedua belati dengan susah payah. Dia harus selalu mengganti fokus antara belati yang di tangan kanan dan di tangan kiri ibunya.

Melihat bahwa Haya kewalahan, Clarissa menggunakan kakinya untuk menendang kaki Haya agar dia kehilangan keseimbangan. Haya yang jatuh melihat ibunya yang menyerang lagi. Dengan cepat Haya bergerak mundur menghindari serangan tersebut.

Sekali lagi, Clasrissa maju menyerang Haya dengan merubah cara memegang belati di tangan kirinya menjadi bilahnya yang arahnya terbalik tidak menghadap ke depan. Berusaha beradaptasi dengan perubahan serangan dari ibunya, Haya berusaha keras menangkis serangan itu.

Serangan terakhir Clarissa datang. Haya mengantisipasi serangan tersebut dengan menangkis belati dengan pedangnya dan menangkap tangan kiri ibunya. Gerakan yang beresiko bagi Haya jika telat sedikit mengantisipasinya.

Wajah Clarissa menunjukkan kepuasan setelahnya.

"Wah-wah, benar-benar hebat, Haya. Tidak kusangka kau akan menangkap tangan kiriku." ucap Clarissa melihat Haya.

"Itu beresiko sekali. Aku takut ibu akan melukaiku." balas Haya.

"Setidaknya aku percaya kau bisa menahan serangan itu entah bagaimana." Clarissa berjalan mengembalikan kedua belati kayunya.

"Kepercayaan yang menakutkan bagiku." Dengan wajah sedikit cemberut Haya meletakkan pedang kayunya.

Mereka kembali ke dalam rumah membersihkan badan mereka setelah latihan. Tidak lama setelah matahari terbenam, Brick pulang membawa hasil dagangannya.