Jarak yang dibuat oleh musuh memberikan Haya kesempatan untuk bernapas. Disini Haya berniat mengalahkan salah satu terlebih dahulu, yaitu pengguna pedang, karena Haya lebih memahami karakteristik serangannya. Sedangkan untuk pengguna tombak, dia sendiri belum pernah berhadapan dengan senjata yang memiliki jangkauan serang lebih besar dibandingkan pedang.
Brick paham dengan maksud anaknya, dia mulai menembakkan sihir [Stone Shoot] ke arah musuh bertombak. Di sisi lain, Haya sedang berhadapan dengan pengguna pedang. Virelin juga membantu untuk mengulur waktu dengan menganggu si pengguna panah yang sebelumnya menembak mereka.
Serangan si pengguna pedang selalu ditangkis oleh Haya, tetapi musuh tidak panik terus-terusan menyerang Haya dengan harapan dia membuat celah. Haya yang setiap hari selalu melawan ibunya, sudah terbiasa akan hal ini, bahkan dia merasa latihan lebih keras daripada pertarungannya sekarang.
Musuh melakukan tebasan menyamping dari kanan. Haya mundur menghindari serangan itu. Haya melihat ke arah ayahnya dan pembantunya yang kesulitan berurusan dengan musuh. Di depannya musuh merasa terganggu dengan sikap Haya yang memalingkan wajahnya saat bertarung.
"Masih sempat kau menoleh ke arah lain?" ucap si pengguna pedang.
Haya tidak menjawab dan fokus dengan sekitarnya. Musuh memanfaatkan kesempatan ini dengan menyerang langsung ke depan Haya dengan pedang menusuk ke arahnya. Merasa musuh terkecoh, Haya menangkis pedang musuh dari bawah yang dimana membuat terbang pedang.
"Ingin menyerah?" tanya Haya dengan wajah tenangnya.
"Hah-hah-hah ...." Terdengar suara napas terengah-engah dari si pengguna pedang.
Jarak Haya dan musuh begitu dekat. Pengguna pedang yang sudah tidak memegang pedangnya lagi, menyerang Haya dengan pukulan. Melihat pukulan mengarah kepadanya, Haya menepis lengan musuh dengan tangan kirinya, lalu dia menggunakan siku kanannya untuk menyerang langsung ke wajah musuh.
Selesai dengan si pengguna pedang, Haya beralih membantu ayahnya yang kewalahan dengan pengguna tombak. Mengganggu pertarungan ayahnya dengan menerobos langsung ke arah pengguna tombak. Raut kesal terlihat di wajah musuh. Apalagi setelah mengetahui kalau temannya si pengguna pedang sudah kalah.
"Kerja bagus, ayah. Serahkan kepadaku." Haya memuji ayahnya yang sudah mengulur waktu.
"Walaupun aku hanya seorang pedagang, aku setidaknya bisa membela diri, tetapi sekarang aku tidak dapat berbuat banyak. Aku serahkan kepadamu, Haya." Brick yang terengah-engah karena kehabisan napas, mundur dari pertarungan. Namun, dia masih berniat untuk membantu Haya dengan menolong Virelin yang juga terlihat lelah menahan serangan musuh.
Dihadapannya ada musuh pengguna tombak dengan wajah kesalnya.
"Cih, kau mengganggu."
Musuh maju dengan cepat menusukkan tombaknya langsung ke arah Haya. Kali ini Haya menggunakan pedangnya untuk melakukan gerakan yang sama dengan sebelumnya. Hanya saja, tombak tidak terlepas dari tangan musuh karena dia memegang tombak dengan kuat menggunakan 2 tangannya.
Haya tidak ingin berlama-lama disini, karena akan merugikan ayahnya dan pembantunya yang sudah kelelahan mengulur waktu untuknya. Kali ini Haya mengambil batu di dekatnya dan melemparkan batu itu ke musuh. Si pengguna tombak menganggap remeh lemparan batu dari Haya, tetapi lemparan batu tersebut melesat dengan cepat hingga membuat musuh menghindarinya sekuat tenaga.
Memanfaatkan momentum itu, Haya juga bergerak dengan kecepatan tinggi. Membuat musuh hampir tidak bisa bereaksi dengan gerakan Haya. Musuh menusukkan tombaknya dan Haya menangkisnya. Mulai terbiasa dengan gerakan musuh, Haya melihat kesempatan. Dia menahan tombak musuh dengan menimpa pedangnya dengan tombak dibawahnya. Haya bergerak ke samping dan menggunakan pegangan pedangnya dia memukul wajah musuh hingga membuatnya pingsan.
Tersisa 1 musuh dan itu adalah pengguna panah. Haya bergegas menuju pengguna panah. Namun, karena musuh adalah penyerang jarak jauh pasti dia akan menghindari pertarungan jarak dekat. Haya tahu akan hal ini, jadi dia menggunakan sihir [Strengthen] untuk meningkatkan fisiknya hingga batas tertentu. Dalam hal ini dapat membuat Haya menjadi lebih cepat sehingga dapat mengejar di pengguna panah.
Musuh terkejut dengan kecepatan Haya. Haya yang sudah dekat membuat panik musuh. Di saat-saat terakhir musuh mengeluarkan kubus. Haya bisa merasakan kekuatan sihir di dalamnya. Curiga dengan kubus itu, Haya mempercepat dirinya mengejar pengguna panah. Musuh tersenyum melihat Haya yang mendekat.
(Sepertinya aku masuk jebakannya). Semburan api keluar dari kubus yang mengarah langsung ke wajah Haya. Di sisi lain Brick dan Virelin terkejut melihat api yang menelan anaknya itu.
"Haya!!!" teriak Brick melihat api itu.
Masih menembakkan api dari kubus, musuh tersenyum.
"Akhirnya selesai ya, kami dibuat kerepotan olehnya. Namun, hasil adalah yang terpenting." guman si pengguna panah.
Brick terlihat hampir menangis. Virelin berusaha menenangkan Brick. Tidak ada gunanya menangisi hal yang sudah terjadi. Semburan api tersebut membuat pohon disekitarnya terbakar. Suhu sekitar jadi meningkat.
Dengan keadaan yang buruk, Haya muncul dari dalam api. Dengan cepat menusuk perut musuh dengan pedangnya. Musuh terkejut melihat Haya yang baik-baik saja setelah terkena semburan api tersebut.
"Ba-bagaimana bi-" Musuh pingsan dan tumbang ke tanah.
Haya membawa musuh yang pingsan, melucuti senjatanya, dan mengikat mereka untuk dibawa ke desa. Brick yang sedih langsung memeluk Haya yang baru saja dia tangisi.
"Kau baik-baik saja?" tanya Brick khawatir dengan Haya.
"Iya, aku baik." jawab Haya berusaha menenangkan Brick yang sedih.
"Oh iya, tunggu sebentar. Aku akan memadamkan api itu."
Haya bergegas mengeluarkan sihir air [Physalides Nero]. Menghasilkan gelembung air dalam bentuk yang cukup besar. Segera, Haya mengarahkannya ke atas pohon yang terbakar. Gelembung air yang bentuknya terjaga, pecah sehingga membuat air dalam volume yang cukup jatuh memadamkan api yang membakar pohon.
Haya kembali ke tempat Brick dan Virelin berada. Brick yang mulai tenang penasaran dengan Haya yang bisa selamat dari serangan yang mengejutkan itu.
"Ah itu. Sebenarnya pada saat mengejarnya, aku melihat dia mengeluarkan suatu kubus. Disitu aku bisa merasakan sihir yang berasal dari kubus tersebut. Lalu aku mengingat tentang semburan api yang pertama kali menyerang kita. Aku tidak menyadari adanya pengguna sihir siapa-siapa selain mereka bertiga."
"Lalu kau pikir kalau kubus itu adalah penyebabnya?" Brick bertanya memastikan penyebabnya.
"Ya, benar. Saat api menyembur ke arahku, aku menggunakan sihir angin dengan menjaga alirannya agar api tidak mengenaiku, walaupun sedikit hangat rasanya." lanjut Haya
"Begitu. Namun, aku benar-benar khawatir setelah melihatmu ditelan oleh api. Rasanya sangat menyakitkan." Mengingat kejadian sebelumnya, Brick menundukkan kepalanya.
"Maafkan aku telah membuat khawatir dan terima kasih ayah, Kak Virelin telah membantuku tadi." Ucapan terima kasih Haya membuat Brick kembali semangat.
"Yang kulakukan tidak banyak, tapi sama-sama." balas Virelin
"Setidaknya aku bisa mengulur waktu untukmu." ucap Brick.
"Begitulah. Itu benar-benar memberiku peluang." Haya yang mengingat pertarungan mereka merasa lega.
Akhirnya semua selesai, mereka melanjutkan perjalanan kembali ke desa.