Haya sedang membantu ibunya membereskan rumah. Masih ada beberapa pekerjaan yang harus dia lakukan. Bergerak kesana dan kemari di dalam rumah. Mengerjakaan tugas rumahnya dengan baik. Mempermudah pekerjaan ibunya.
Beberapa saat telah berlalu. Haya sudah menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Sekarang dia sedang beristirahat di ruang keluarga sembari memakan cemilan. Ibunya sedang mempersiapkan makanan untuk makan siang. Haya yang melihat itu, segera membantu ibunya.
Saat ini Brick sedang di rumah. Dia meminta Virelin menggantikannya untuk sementara waktu. Jadi Brick bisa kembali ke rumah.
Tidak butuh waktu lama, makan siang sudah jadi. Haya dan Clarissa menata makanan di meja makan. Brick juga ikut membantu mereka.
Haya, Clarissa, dan Brick duduk di kursi mereka masing-masing dengan makan siang di depannya. Mereka menikmati makan siang dengan santai. Sesekali mereka berbincang-bincang.
"Hmm...Haya, ada yang ingin kami bicarakan denganmu." Brick mempersiapkan dirinya.
"Apa itu?" tanya Haya.
"Ini tentang pendidikanmu." jawab Brick.
"Pendidikan? Bukankah aku sudah diajar oleh ayah dan ibu?" Haya merasa dia memiliki pendidikan yang cukup.
"Memang benar. Tapi apa yang kami ajarkan bukanlah semua yang ada di dunia ini. Kami berencana menyekolahkanmu di kota." balas Brick dengan wajah yang serius.
"Di kota, ya?" Haya terlihat memikirkan apa yang direncanakan oleh ayah dan Ibunya.
Pendidikan yang Haya jalani selama ini hanyalah dasar. Dasar dimana setidaknya bisa menjalani hidup. Sedangkan, dengan dia pergi ke sekolah, dia akan diajarkan ilmu yang mungkin tidak diajarkan oleh Brick ataupun Clarissa di rumah.
Namun, tidak ada sekolah di desa ini. Sekolah terdekat berada di Kota Fonchalk. Kota itu merupakan kota terdekat dari Desa Wunione, yaitu desa tempat Haya tinggal sekarang.
Butuh waktu sekitar 3 sampai 4 jam jika tanpa halangan untuk menuju kesana menggunakan kendaraan seperti yang biasa digunakan oleh Brick. Namun, bisa sampai 1 hari mencapainya dengan berbagai masalah yang ada seperti, cuaca yang tidak mendukung, monster yang muncul, atau keadaan yang tak terduga.
"Bagaimana dengan tempat tinggalku disana?" tanya Haya.
"Untuk itu aku akan meminta Virelin untuk menemanimu di kota hingga kau lulus. Aku akan mengunjungimu setiap sebulan sekali. Virelin akan mengirimi surat ke desa 1 kali seminggu untuk melaporkan pekerjaannya dan keadaanmu. Jadi jika kau memang akan pergi ke kota, Virelin akan membantumu mengirimkan surat." Brick menjelaskan dengan panjang lebar.
"Begitu." balas Haya singkat.
"Jadi, apakah kau mau bersekolah di kota?" tanya Clarissa.
Haya membuat wajah rumit memikirkannya.
Clarissa tersenyum melihat Haya dan berkata "Tidak usah khawatirkan kami. Fokus saja dengan sekolahmu."
"Baiklah. Kapan aku akan pergi?" balas Haya.
"Sekitar minggu depan. Aku perlu menyiapkan beberapa hal dahulu." ucap Brick yang menyeduh tehnya.
"Jangan khawatirkan kami. Keputusan ada di tanganmu. Kau bebas menentukannya. Kami tidak masalah jika kau memang tidak ingin bersekolah." Clarissa menjelaskan kepada Haya yang terlihat khawatir.
Keputusan ada di tangan Haya. Namun, sulit bagi Haya muda yang sebentar lagi berusia 12 tahun untuk memutuskan. Walaupun secara fisik dia kuat, tetapi dari segi mental, dia masih belum matang. Clarissa dan Brick tentunya mengetahui hal ini dan tetap membiarkan Haya memutuskan.
Demi membuat Haya menjadi lebih mandiri. Hal ini dibutuhkan jika Haya benar-benar memutuskan untuk sekolah. Dimana dia tidak bersama orang tuanya. Dengan Brick yang memilih untuk menyuruh Virelin menjadi penjaga Haya selama dia sekolah.
Orang tua Haya berharap Haya menjadi lebih mandiri dan berkembang dengan baik. Tetap saja, hal itu tidak akan terjadi tanpa usaha dari Haya itu sendiri.
Haya mempertimbangkan berbagai macam hal yang mungkin dibutuhkan, mungkin terjadi, atau sesuatu yang tak terduga, bagaimana dengan lingkungan sekolah, lingkungan tempat tinggalnya, dan lainnya hingga tidak bisa memikirkan semuanya.
Melihat orang tuanya yang mempersiapkan semua yang dia butuhkan nantinya, itu berarti mereka berharap Haya memilih untuk bersekolah. Setidaknya Haya mengerti sampai disini.
Brick melihat Haya yang seperti berada dalam dunianya sendiri.
"Santai saja. Pikirkanlah dengan baik, masih ada waktu sebelum minggu depan. Yah, kalau kau bingung, begini...pilihlah pilihan yang tidak akan membuatmu menyesal karena jika kau memilih pilihan yang salah, kau akan menyesal. Waktu tidak bisa diulang kembali. Ingat itu baik-baik." Brick menasihati Haya yang sedang dalam pertimbangan.
Haya yang kembali sadar hanya menoleh Brick. Brick membalas dengan tersenyum. Begitu juga dengan Clarissa.
Hari-hari terlewati begitu saja. Pagi menuju siang, siang menuju sore, sore menuju malam, malam menuju pagi. Siklus waktu yang selalu terulang.
Haya masih memikirkan apakah dia akan sekolah atau tidak. Jika dia memutuskan untuk sekolah, maka ini akan menjadi pertama kalinya dia akan pergi meninggalkan orang tuanya. Namun, jika dia memilih untuk tidak sekolah, maka orang tuanya mungkin akan sedih.
Terjadi dilema di dalam hati Haya. Gejolak dari perasaan antara ingin pergi dan tidak bercampur menjadi satu. Seolah-olah hatinya menginginkan keduanya. Tentu saja Haya mengetahui bahwa salah satu dari pertimbangannya harus dikorbankan atau tidak akan ada keputusan dibuat.
Dari sini dia mulai menyadari bahwa dia tidak bisa terus menerus bergantung kepada orang tuanya. Banyak hal yang bisa dilihat di luar sana. Ajaran yang dia terima dari kedua orang tuanya, baik teori maupun praktek sudah cukup untuk menjadi dasar masuk sekolah nantinya.
Juga dia tidak sendirian, dia akan tinggal bersama dengan Virelin yang sudah dia kenal sejak kecil. Dengan begitu, dia bisa menjadi lebih tenang. Ayah dan ibunya juga mempersiapkan semua yang dia butuhkan untuk sekolah, mulai dari buku, pakaian, dan berbagai hal yang lain.
Ditambah Brick akan mengunjungi setiap bulan. Mungkin akan ada keadaan dimana ayahnya tidak bisa mengunjunginya dalam satu bulan. Namun, dia harus terbiasa dengan itu. Tidak semuanya berjalan sesuai dengan yang direncanakan.
Beradaptasi dengan lingkungan baru dan bertemu dengan orang baru. Di sekolah bertemu dengan para guru, siswa baru dengan berbagai macam latar belakang. Mungkin itu akan menyenangkan menurut Haya.
Dengan berbagai macam pertimbangan, Haya sudah memutuskan apa yang akan dia pilih.
Haya pergi menemui ayah dan ibunya yang sedang duduk di teras rumah. Menikmati hari ditemani secangkir teh dan biskuit yang terletak di atas meja. Brick dan Haya terkejut melihat Haya yang tiba-tiba datang.
"Ada apa, Haya?" tanya Clarissa yang meletakkan cangkir tehnya.
"Tentang sekolah...aku sudah memutuskan." jawab Haya.
"Jadi, apa jawabanmu?" Brick menanyai keputusan Haya.
"Aku akan pergi." jawab Haya membalas Brick.