Haya dan Virelin sudah berada di luar desa. Jarak dari Desa Wunione ke Kota terdekat Fonchalk adalah sekitar 160 km. Sedangkan butuh waktu sekitar 4 jam bagi mereka berdua untuk mencapainya karena kendaraan mereka bergerak dengan kecepatan yang rata-rata.
Selagi mereka bergerak, pemandangan berubah menjadi kumpulan pohon. Mereka mulai memasuki daerah hutan. Terdapat jalan di hutan, tetapi jalan tersebut tidak terawat yang terkadang membuat guncangan kecil pada kendaraan yang ditumpangi Haya dan Virelin.
"Jalannya cukup kasar, ya." ucap Haya.
"Benar...ini pertama kalinya aku pergi melewati hutan ini, jadi aku tidak tau banyak tentang hutan ini. Namun, yang pasti kutau adalah jumlah monster yang sedikit. Seharusnya aman bagi kita untuk melewatinya." Virelin menjelaskan kepada Haya.
"Memang, kita tidak melihat satupun monster di jalan. Mungkin yang kau katakan memang benar." balas Haya.
Tidak ada monster yang terlihat di sekitar Haya dan Virelin. Hanya terdengar suara angin yang berhembus mengenai daun-daun. Membuat suara gemerisik.
"Kak, bukankah kau pernah ke Kota Fonchalk bersama ayah?" tanya Haya penasaran.
"Yah, itu memang benar, tapi kami tidak pernah lewat daerah ini. Biasanya kami melewati Desa Vei untuk menuju ke kota. Begitu juga saat kami pulang." jawab Virelin.
"Ternyata begitu."
Haya berpikir sejenak dalam pikirannya. Pedagang pasti tidak akan tidak singgah di suatu tempat untuk berdagang. Jadi memang masuk akal jika mereka tidak melewati daerah ini. Namun, jarak yang ditempuh akan lebih jauh.
"Seharusnya petualang yang menjadi bantuan saat desa diserang waktu itu lewat daerah ini, karena ini merupakan jalan tercepat untuk menuju desa kita." Virelin melihat Haya yang mendengarnya.
"Jadi jalan ini sebenarnya jarang dilewati." ucap Haya yang tidak melihat orang di sepanjang jalan.
"Begitulah." jawab Virelin singkat.
Mereka kembali dalam suasana damai. Menikmati hembusan angin yang mengelus wajah. Rasa dingin karena waktu masih pagi. Angin segar terasa setiap mereka bernapas. Benar-benar suasanya yang tenang dan menyegarkan.
Sesekali suara burung-burung yang dapat didengar. Terbang melewati kendaraan mereka. Sepertinya semua burung itu adalah keluarga yang bermigrasi.
Tidak terasa perjalanan mereka dilalui dengan cukup lama. Menurut peta yang dibawa oleh Virelin, seharusnya mereka sekarang sudah setengah perjalanan menuju kota.
Sejauh ini perjalanan dilewati dengan damai tanpa adanya masalah. Mungkin hanya masalah kendaraan yang mulai kotor karena sudah lama tidak dicuci. Haya hanya menggelengkan kepalanya setelah mengetahui fakta ini. Sesampainya disana dia ingin membersihkan kendaraannya.
Haya yang melihat sekeliling tertarik dengan Kota Fonchalk. Dia bertanya kepada Virelin untuk menghilangkan rasa penasarannya.
"Kak Virelin, seperti apa Kota Fonchalk itu?" tanya Haya.
"Fonchalk merupakan kota yang besar. Hmm, jika dibandingkan dengan desa kita sekitar 10 desa kita akan muat jika dimasukkan."
"Ha? benar-benar besar ya?" Haya takjub mendengarnya.
"Yap. Mereka dipimpin oleh walikota yang bernama Hary Gracius. Beliau merupakan pemimpin yang dipilih langsung oleh warga kota dalam pemilihan umum." Virelin memberitahu tentang walikota.
"Aku pernah dengar sistem pemilihan yang dimana pemimpinya dipilih langsung oleh rakyat saat belajar bersama ayah." Haya pernah mendengar sistem pemilihan seperti ini.
"Benarkah?" tanya Virelin.
"Ya." jawab Haya singkat.
"Bos benar-benar mengarakanmu dengan baik. Aku yang bahkan tidak ikut terlibat bangga padamu."
Haya hanya tersenyum melihat Virelin yang bangga terhadapnya.
Virelin sudah seperti kakak laki-laki baginya. Dia bertemu Virelin saat berumur 1 tahun. Kadang Virelin bermain bersamanya. Menemani Haya pergi jalan-jalan. Begitu juga dengan Haya yang senang dengan sosok Virelin bersamanya.
Pada awalnya, Haya pikir kalau dia akan pergi ke kota sendiri. Setelah mendengar bahwa Virelin akan ikut dengannya membuat hatinya tenang. Walaupun orang tuanya tidak bisa ikut, tetapi setidaknya dia akan merasa tenang dengan Virelin yang bertindak sebagai penjaga Haya nanti.
Haya tersenyum lagi mengingat masa lalu. Virelin melihat Haya yang tersenyum sendiri.
"Ada apa?" tanya Virelin.
"Tidak ada apa-apa. Aku hanya senang Kak Virelin ikut denganku. Terima kasih." ucap Haya dari lubuk hatinya.
Virelin terkejut mendengar perkataan Haya yang membuatnya sedikit tegang.
"K-kenapa tiba-tiba? Ahh...tenang saja. Aku pasti akan menjagamu." Virelin mendapatkan ketenangannya kembali.
"Begitu juga denganku." balas Haya.
Mereka berhenti sebentar untuk sarapan pagi karena mereka pergi tanpa sarapan sebelumnya. Clarissa telah membekalkan mereka makanan buatannya untuk dimakan dalam perjalanan. Mereka mengambil makanan di bagian belakang kendaraan.
Terdapat 3 kotak makan dan 1 termos yang telah disiapkan oleh Clarissa. 4 kotak itu masing-masing berisi terdiri dari dada ayam panggang dengan porsi berdua, di kotak makan lain terdapat ubi rebus dan sandwich 4 buah, di kotak makan ketiga terdapat pisang dan semangka yang telah dipotong menjadi beberapa bagian.
Untuk termos berisi teh yang masih panas karena sifat termos yang memantulkan panas dengan bahan kaca di dalamnya dan bahan plastik di bagian luarnya. Dengan begitu teh tetap panas walaupun tidak diminum dalam waktu cukup lama.
Haya dan Virelin mengambil dada ayam panggang terlebih dahulu dan memakannya.
"Hah...ini benar-benar enak." ucap Virelin
"Dagingnya juga lembut. Aku penasaran berapa lama ibu menyiapkannya." balas Haya.
"Kau tidak membuat ini?" tanya Virelin.
Haya tidak merasa membuatnya. Berarti Clarissa membuatnya sebelum Haya terbangun tadi pagi.
"Tidak." jawab Haya singkat.
"Enak ya punya orang yang bisa memasak seenak ini. Aku harap aku bisa menemukan wanita seperti itu." Virelin terlihat sedih.
Haya yang melihat itu membalasnya.
"Kau belum punya kekasih ya?" tanya Haya.
"Belum. Selama ini aku hanya fokus bekerja." jawab Virelin.
"Mungkin kau bisa menemukannya nanti di kota."
"Itu benar. Aku ingin menemukan wanita yang pandai memasak." ucap Virelin.
Virelin terlihat bersemangat di mata Haya. Haya juga berharap dalam hati Virelin bisa menemukan wanita idamannya.
"Ngomong-ngomong, apa kau tidak bisa memasak, Kak Virelin?" tanya Haya penasaran.
"Aku bisa memasak, tapi hanya yang sederhana. Asal perutku kenyang." jawab Virelin mengelus perutnya.
Mereka melanjutkan perbincangan selagi makan sarapan pagi. Terakhir mereka menikmati teh yang telah disiapkan dalam termos.
Perpaduan antara sarapan dan teh di pagi hari membuat mereka merasa nyaman. Mereka menyisakan beberapa buah-buahan untuk dimakan lagi di perjalanan. Tidak perlu terlalu kenyang karena itu akan mengganggu mereka dalam perjalanan.
Akhirnya sarapan telah selesai. Mereka mengemaskan bekas sarapan mereka sebelumnya dan meletakkannya dalam kendaraan.
Tiba-tiba Haya dan Virelin melihat cahaya jatuh dari langit tidak jauh dari mereka. Cahaya itu jatuh dengan kecepatan tinggi.
"Cahaya apa itu?" tanya Virelin yang mendongakkan kepalanya.
"Aku tidak tau, tapi aku firasatku buruk tentang hal ini." ucap Haya sambil melihatnya.
Cahay itu jatuh ke bawah dan membuat ledakan yang sangat besar. Ledakan tersebut dengan cepat mencapai tempat Haya dan Virelin berada. Haya dan Virelin terkena ledakan tersebut.
"Tidak sempat." ucap Haya.