Chereads / Haya / Chapter 15 - Ancaman Orang Asing

Chapter 15 - Ancaman Orang Asing

Haya sedang berbicara dengan Brick selagi menunggu makan siang yang dibuat oleh Clarissa. Mereka membahas apa yang akan dilakukan di masa depan. Kejadian ini akan membuat perubahan besar dalam kehidupan semua orang yang terkena ledakan.

Mulai dari sumber makanan yang awalnya dapat ditemukan di hutan, sekarang akan sulit untuk mencarinya. Kayu yang biasa digunakan pada bangunan, begitu juga dengan air yang kemungkinan sudah tercemar.

"Keadaan jadi sulit begini." ucap Brick mengeluh.

"Memang, tidak ada yang mengira akan seperti ini." Haya menambahkan.

Brick menghela napas. Pekerjaannya sebagai pedagang juga akan terganggu karena akan menjadi lebih sulit untuk pergi ke desa lain dan kota.

"Benar-benar parah. Mengingat kami yang jauh juga terkena ledakan, maka mungkin ledakan itu juga sampai ke kota dan desa-desa di sekitarnya." Brick berasumsi.

"Apa yang akan kita lakukan nanti?" tanya Haya yang tidak tahu apa yang harus dilakukan.

"Untuk sekarang ada baiknya kau beristirahat dulu, mengingat kau baru saja kembali." Brick menyarankan Haya untuk beristirahat.

Haya pastinya merasa kelelahan fisik dan mental setelah semua yang dia alami. Terluka saat menahan ledakan dan kematian Virelin yang membuatnya sedih. Itu semua tidak seharusnya terjadi kepada anak yang berumur 11 tahun.

"Kau bisa beristirahat setelah itu, sekarang isi perutmu dulu." ucap Clarissa sambil membawa makanan yang telah dimasaknya.

"Maaf aku tidak ikut membantu." ucap Haya.

"Tidak apa-apa, lagipula kau telah mengalami hal yang mengerikan. Juga kami tidak ada di sana untuk membantumu." balas Clarissa.

Haya tersenyum dan terdiam sejenak. Dalam hatinya, dia bertanya (siapa penyebab ledakan itu? kalau saja itu tidak terjadi, aku tidak akan kehilangan Kak Virelin. Tidak apa-apa bahkan jika aku kehilangan sihirku, tapi kehilangan seseorang yang penting bagiku...itu-itu menyakitkan.)

(Siapapapun atau apapun penyebabnya, aku akan mencari tau dan memburunya.). Terdapat emosi dalam kata-kata di hatinya. Membuat perubahan di raut wajahnya. Brick dan Clarissa sadar saat melihat Haya yang hanya terdiam saat makanan telah tertata rapi di meja.

"Haya?" Brick menepuk pundak Haya.

Haya tiba-tiba tersadar dari dunianya sendiri. Sesaat dia menoleh ke kanan dan ke kiri. Barulah dia melihat makanan yang sudah tertata di meja makan.

"Jika ada yang mengganjal di pikiranmu, bicaralah dengan kami. Mungkin kami tidak bisa banyak membantu, tetapi kami bisa membantu mendengarmu." ucap Clarissa.

"Tidak baik jika kau memendamnya terlalu lama. Hal itu akan menjadi beban di pikiranmu dan dapat memengaruhi kesehatanmu." tambah Brick.

"Baiklah." balas Haya.

"Sekarang makanlah. Kau bisa berbicara setelah kau istirahat. Tidak perlu memaksakan diri." ucap Clarissa yang menyuruh Haya makan.

Haya mengangguk dan mengambil makanannya. Dia mulai makan dengan porsi cukup banyak untuk mengembalikan energinya.

Makan siang berjalan seperti biasa. Setelah itu, Haya mengemaskan piring di meja. Lalu, dia merasa mengantuk dan pergi ke kamarnya untuk tidur.

Tidur yang dia alami adalah tidur yang berbeda. Semua sudah berubah semenjak kejadian ledakan itu. Langit berwarna gelap karena asap dari bekas hutan yang terbakar. Lingkungan yang terlihat berbanding terbalik dengan sebelum Haya berangkat di pagi hari tadi.

Waktu sudah sore, Haya baru saja terbangun dari tidurnya. Dia menoleh ke jendela kamarnya dan warna langit masih sama dengan siang tadi. Yang berbeda hanya Matahari yang mulai terbenam di Barat.

Haya keluar dari kamarnya dan pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka. Keluar dari kamar mandi dan pergi dari rumah. Di kejauhan dia melihat kerumunan penjaga. Segera dia pergi menuju kerumunan itu dan melihat apa yang terjadi. d

Dia menemukan orang tuanya dan kepala desa berada di depan kerumunan. Haya melihat mereka sedang berbicara dengan orang asing yang tidak pernah dilihatnya. Terdapat 12 orang yang bersama dengan orang asing itu dan masing-masing dari mereka membawa senjata seperti tombak, palu, pedang, dan Katana.

Mereka menggunakan pelindung di tubuhnya, tapi tidak dengan kepalanya yang tanpa pengaman apa-apa. Karena itulah mereka juga ada yang membawa perisai untuk menambah perlindungan.

"Tidak bisakah kalian menyerahkannya?" ucap orang asing itu.

"Sekali lagi jawabanku tetap sama." balas kepala desa.

Orang asing itu terlihat emosi mendengar balasan dari kepala desa. Haya yang melihat kawanan yang dibawa orang asing itu membawa senjata berpikir kalau mereka mungkin tidak datang dengan niat baik.

Tentu saja Haya tahu mereka membawa senjata hanya untuk berjaga-jaga tanpa ada maksud menyakiti. Namun, mengingat keadaan sekarang yang buruk, kemungkinan besar tidak ada niatan baik dari mereka.

Haya memilih untuk kembali ke rumah untuk mengambil senjatanya. Namun, orang asing itu melihat Haya yang berjalan kembali ke rumah. Dengan cepat, Haya melihat anak panah menancap di tanah di depannya.

"Lebih baik kau jangan kemana-mana anak kecil." Orang asing itu memperingati Haya.

Haya sadar dengan keadaan dan memilih mengikuti perkataan si orang asing. Si orang asing tersenyum dan lanjut berbicara.

"Bagus."

"Apa yang kau lakukan?" tanya kepala desa yang menatap orang asing itu dengan tatapan kebencian.

"Tidak bisakah kau lihat. Lebih baik kalian tidak bergerak dan biarkan kami mengambilnya sendiri. Tidak masalah jika ingin bergerak, tapi setelah kami mengambilnya dan pergi dari desa ini." Ancaman si orang asing membuat Haya dan yang lain terdiam.

Tidak lama kemudian, datang kumpulan penjaga desa mengelilingi kawanan orang asing itu. Jumlah mereka lebih banyak dari kawanan orang asing itu, tetapi tidak ada salahnya waspada. Sekali lagi si orang asing hanya tersenyum dan melanjutkan pembicaraan.

"Inikah jawaban kalian?! *hahaha* padahal kami datang dengan damai ke sini." ucap si orang asing.

"Damai? kalianlah yang datang ke sini tanpa ada niat baik, benar?" tanya kepala desa.

"Yah, begitulah. Lagipula sulit untuk mendapatkan pasokan makanan di saat-saat seperti ini. Jadi..." Perkataan orang asing itu berhenti di tengah jalan.

Dia mengangkat tangan kirinya perlahan. Kepala desa yang melihatnya memerintahkan semua penjaga yang mengelilingi kawanan orang asing itu.

"Penjaga la-" Kepala desa terkejut dengan angin yang berhembus di dekatnya.

Semua orang terkejut kecuali Haya yang sadar. Mereka melihat Clarissa berada tepat di depan si orang asing dengan belati diarahkan ke lehernya.

"Sebaiknya kau kembali atau hanya arwah kalian yang kembali." Clarissa mengancam dengan belati di kedua tangannya.

Orang asing itu terkejut dengan keberadaan Clarissa yang berada di depannya dengan belati yang bisa membunuhnya kapanpun Clarissa mau. Masih terkejut dengan hal itu, si orang asing berbicara.

"Ini berbahaya, kan?" ucap orang asing itu.

"Masih tidak mau?" balas Clarissa.

Clarissa mendekatkan belatinya menuju leher orang asing di depannya.

"Baik-baik, kami akan kembali." kata si orang asing menghela napasnya.

"Semuanya, kita akan kembali. Lupakan desa ini." Perintah orang asing itu kepada kawanannya.

Mereka semua berbalik dan memilih pergi dari desa.