"...Kak Virelin telah meninggal." sambung Haya.
"Ha?!" teriak Brick yang terkejut.
"Dia ada di dalam kendaraan." ucap Haya.
Brick berjalan menuju kendaraan. Di sana dia melihat Virelin yang terbaring tak bernapas dengan banyak luka di tubuhnya.
"Dia bilang ingin berterima kasih kepadamu." tambah Haya.
"Hah...dia ini memang bodoh." Brick hanya bisa menghela napasnya.
Brick yang melihat Virelin, diam sejenak tanpa mengatakan sepatah kata. Clarissa juga berjalan menuju Virelin yang terbaring.
"Virelin, terima kasih telah menjaga Haya." ucap Clarissa.
"Terima kasih, Virelin. Setidaknya kau akan aku kuburkan di sini." ucap Brick yang mengangkat tubuh Virelin.
Dengan Virelin di pangkuan tangannya, Brick membawa tubuh itu ke rumah tempat tinggal Virelin. Sementara itu, Haya dan Clarissa berpamitan dengan kepala desa.
"Kami pergi dulu, kepala desa." ucap Clarissa.
"Baiklah." balas kepala desa.
Clarissa dan Haya mengikuti Brick dari belakang menuju rumah Virelin. Sesampainya di sana Brick mulai menggali tanah di rumah Virelin. Haya juga ikut membantu Brick.
Menggali tanah sudah selesai. Brick menguburkan Virelin di galian tanah yang telah dibuat.
"Ini adalah rumahmu. Kau senang, bukan?" Brick seolah-olah berbicara dengan Virelin.
Brick duduk di depan teras rumah Virelin bersama Haya dan Clarissa. Haya penasaran dengan pertemuan orang tuanya dengan Virelin.
"Ayah, bagaimana kau bertemu dengan Kak Virelin?"
"Dulu aku bertemu dengannya tidak lama setelah aku menikah dengan ibumu. Waktu itu aku sedang pergi ke Kota Fonchalk untuk membeli stok barang. Aku bertemu dengannya saat sedang berbelanja. Dia datang dan berkata, "Apa kau seorang pedagang?"" Brick bercerita tentang pertemuannya dengan Virelin.
"Lalu, ayah jawab apa?" tanya Haya.
"Tentu saja kujawab, "Ya, ada apa memangnya?". Saat itu dia terlihat seseorang yang semangat. Dijawabnya begini, "Bisakah aku menjadi asistenmu? Aku ingin pekerjaan.". Saat itu aku hanya seorang diri dan kupikir aku bisa memberinya pekerjaan. Dengan begitu pekerjaanku menjadi lebih mudah. Namun, aku tidak berpikir untuk menerimanya secara permanen."
Haya memiringkan kepalanya mendengar Brick yang tidak berpikir untuk menerima Virelin secara permanen. Lalu Haya bertanya lagi kepada Brick.
"Kenapa?"
"Aku hanya tidak memercayainya. Jadi kujawab dia, "Boleh saja, tapi kau hanya bekerja sementara.". Di sisi lain ternyata dia terlihat senang dengan tawaranku. Dia dengan senang hati menerimanya. Dan begitulah kisahku bertemu dengan Virelin."
Haya mendengar cerita Brick dengan cermat. Sesekali dia tertawa mendengarnya. Tidak aneh Virelin seperti ini pikir Haya karena hal itu sudah melekat di dalam dirinya sejak dulu.
Cerita sudah selesai. Haya, Brick, dan Clarissa memutuskan untuk pulang ke rumah. Pertama-tama mereka harus mengambil kendaraan yang diparkir dekat tempat kepala desa.
"Oh iya, sepertinya aku harus bertemu dengan kepala desa untuk memberitahu apa yang terjadi." ucap Haya.
"Baiklah, kami juga ikut. Kami ingin dengar ceritamu juga." ucap Clarissa.
Mereka pergi menuju tempat kepala desa. Di sana mereka menjumpai kepala desa di ruangannya yang sedang bekerja mengerjakan tumpukan kertas.
Mereka bertiga masuk dan Brick mengucapkan salam, "Selamat siang, kepala desa."
"Ada apa?" tanya kepala desa.
"Anakku ingin menyampaikan informasi kepadamu." ucap Brick.
"Tebakanku ini berkaitan dengan ledakan tadi?" Kepala desa menebak alasan kedatangan mereka.
"Tepat sekali." ucap Haya membenarkan tebakan kepala desa.
Kepala desa yang tadinya masih mengerjakan dokumen, sekarang berhenti dan meletakkan kedua siku di atas meja dan mengatupkan kedua tangannya di depan wajahnya. Haya melihat kepala desa yang tertarik dengan apa yang akan disampaikannya.
"Bicaralah." kata kepala desa.
"Oke, ledakan ini terjadi tidak jauh dari tempatku berada."
"Ha? bagaimana kau bisa selamat?" Kepala desa penasaran dengan Haya yang tampak tidak terluka akibat ledakan itu.
"Ini berkat pengorbanan seseorang." Haya menjawab sambil menundukkan kepalanya.
"Ah...maafkan aku. Lanjutkan." ucap kepala desa.
Haya mengangkat kepalanya menghadap kepala desa dan lanjut berbicara.
"Awalnya tidak ada yang aneh. Namun, saat aku melihat langit, ada cahaya yang jatuh dengan kecepatan tinggi yang menyebabkan ledakan dengan radius sangat besar." Haya menjelaskan cahaya yang jatuh itu.
"Cahaya ya? kalau tidak salah aku ada melihat setitik cahaya kecil yang tampak seperti turun. Mungkinkah itu..." Perkataan kepala desa berhenti.
"Seharusnya apa yang kulihat dengan yang anda lihat sama, kepala desa." jawab Haya
Haya dapat mengkonfirmasi cahaya yang dilihat oleh kepala desa sama dengan cahaya yang dia lihat. Karena jarak yang jauh dari desa, jadi wajar jika terlihat seperti setitik cahaya. Haya melanjutkan pembicaraannya dengan kepala desa.
"Ada yang aneh dari ledakan itu." ucap Haya.
"Aneh?" Kepala desa bertanya.
"Ya, aku sempat terkena ledakan itu walau hanya sedikit. Namun, sepertinya itu menghilangkan kekuatan sihirku." jawab Haya.
"Ha? jadi kau tidak bisa menggunakan sihir?" tanya kepala desa.
"Lebih tepatnya sihir elemen dasar. Untuk jenis sihir yang tidak bergantung kepada elemen seperti [Detection] atau [Strengthen] tetap bisa digunakan." jawab Haya sekali lagi.
Haya yang sekarang tidak lagi bisa menggunakan sihir elemen dasar dikarenakan terkena ledakan sebelumnya. Namun, dia tetap bisa menggunakan sihir yang tidak bergantung dengan elemen dasar. Juga itu tidak berpengaruh terhadap perangkat sihir seperti yang Virelin gunakan terhadapnya.
"Begitu."
"Namun, ini tidak berpengaruh terhadap perangkat sihir yang harus diberikan aliran sihir terlebih dahulu." ucap Haya.
"Lebih seperti berefek terhadap makhluk hidup, ya?" Kepala desa membuat asumsinya.
"Menurutku juga begitu, tapi aku tidak menjaminnya." balas Haya.
Tidak ada bukti yang menunjukkan itu hanya berefek terhadap makhluk hidup. Waktu ledakan terjadi, Haya hanya melihat dirinya dan Virelin saja. Juga seharusnya hanya mereka yang menjadi korban karena hutan itu jarang dilewati oleh orang.
"Bisakah aku bertanya sesuatu?" tanya Haya.
"Silahkan." Kepala desa mempersilahkan Haya untuk bertanya.
"Bagaimana desa bisa selamat?" tanya Haya lagi.
"Kami memiliki perangkat sihir yang berfungsi menjadi pelindung dengan jangkauan seluruh desa." jawab kepala desa.
"Apakah itu bisa digunakan terus menerus?"
"Bisa, tapi butuh waktu lama untuk menggunakannya kembali."
Haya baru saja mengetahui kalau desa ternyata memiliki sebuah perangkat yang berufngsi sebagai pelindung. Dia juga sadar ternyata kekhawatirannya itu tidak diperlukan.
"Berapa lama tepatnya?"
"3 bulan sekali." jawab kepala desa dengan wajah serius.
"Cukup lama juga." Haya hanya bisa menghela napasnya.
"Itu juga kami bisa dibilang beruntung karena saat ledakan itu sampai di sini tidak terlalu kuat." ucap kepala desa.
"Karena jaraknya, ya?" Haya menjawab.
"Hanya itu informasi yang bisa kuberikan." ucap Haya.
"Terima kasih. Aku senang atas keselamatanmu sekaligus turut berduka untuk orang yang berkorban itu." Kepala desa senang dan turut berduka atas kematian Virelin.
Haya, Brick, dan Clarissa menundukkan kepalanya dan pergi dari tempat kepala desa bekerja.