Akhirnya kelar juga acara makan dengan big portions, Alara menghela nafas lega. Setelah sekian menit, akhirnya sebentar lagi dia bisa terlepas dari pria menyebalkan di depannya ini. Keheningan terjadi selama perjalanan pulang. Ansel pun tidak tahan akan kebungkaman mulut wanita di sebelahnya hingga dia memulai percakapan meskipun membosankan. Setidaknya bagi Alara.
"Ayo lah, bicara kek atau nyanyi gitu biar ada bising-bisingnya di dalam mobil ini biar tidak seperti kuburan," keluh Ansel. "Benar-benar ini perempuan, memangnya sekarang sedang upacara apa? Harus mengheningkan cipta, hingga suara kentut pun tidak ada," gerutu Ansel dalam hati.
"Memangnya aku harus bicara apa? Aku tidak kenal siapa kamu? Tiba-tiba kamu datang dan menyeretku agar mengikutimu, menyaksikan menu besar porsi makanmu! Rasa lapar dalam perutku seketika lenyap melihat banyaknya makanan di hadapanmu tadi," ucap Alara kesal.
"Hahahaha jadi tadi kamu itu lapar juga?" sejenak Ansel menghentikan ucapannya, menunggu jawaban dari perempuan di sebelahnya. Namun tak kunjung timbul cengkokan dari tenggorokan Alara membuat Ansel membuka mulutnya untuk bersuara lagi.
"Kenapa tadi gengsi tidak mau ikut makan? Sekarang jangan salahkan aku ya kalau kamu kelaparan. Aku akan mengemudikan mobil ini dengan kencang biar cepat sampai rumah dan kamu bisa makan dengan suami tercintamu itu." Mendengar nada ejekan, Alara hanya menyebikkan bibirnya malas meladeni pria aneh ini.
***
Di rumah, ternyata Arvin sudah menunggu kedatangan Alara di ruang tamu. Bukan karena cemas, hanya saja dia baru mendapat panggilan dari sang mama kalau malam ini dia diminta untuk berkunjung kerumah sang Mama. Dia lupa jika hari ini adalah hari lahir sang Mama, maka dari itu Erina ingin sekali menghabiskan malam ini bersama menantu barunya. Setelahnya dia tidak akan mengganggu pengantin baru lagi.
"Pintar sekali dia pergi tanpa memberitahuku terlebih dahulu! Apa dia tidak menganggap aku suaminya? Ternyata sudah berani melawan aku sekarang! Baiklah Alara, aku anggap ini adalah sebuah ketidak patuhan kamu terhadap suamimu. Maka dari itu, aku juga akan bersikap seenak aku sendiri mulai sekarang." Setelah bergumam demikian, dia pun ingat jika memang dirinya lah yang memulai seenaknya sendiri. Mungkin Alara dalam mode pembalasan dendam.
Segala pemikiran buruk berkelebat di otaknya. "Apa mungkin Alara bukanlah gadis bodoh dan naif seperti informasi yang disampaikan oleh Ansel, ya? Jangan-jangan kepolosan dia hanya untuk alibi agar semua orang simpati kepadanya termasuk Mamaku?" tiba-tiba Arvin terbayang bagaimana keadaan rumah tangganya ke depan jika sampai Alara tipe wanita yang akan membalas dendam atas semua perbuatan yang akan dia terima nantinya dari Arvin. Mungkinkah semua itu akan terjadi padanya? Atau Alara sedang berakting demi mendapatkan sesuatu yang belum bisa dia tebak?
"Ahhh…pusing jadinya aku mikirin gadis itu!" Tangan kanannya merogoh saku celana yang sejajar dengan tangannya. Dibuka salah satu aplikasi chat dan mulai mengirim kalimat sapaan untuk seseorang di seberang sana.
"Hai, sayang!" tidak butuh waktu lama, balasan pun diterima di layar gawainya.
"Hai juga sayang. Tumben chat duluan? Biasanya kalau bukan aku, kamu gak pernah mengirim pesan ke aku lebih dulu!" protes sang pujaan hati di Negeri seberang.
"Maaf sayang, 'kan kamu tahu sendiri kalau cinta kamu ini selalu sibuk. Jadi dimaklumi dong! jangan ngambek ah, nanti keluar jeleknya." Rayuan maut meluncur bebas tanpa hambatan.
"Dasar gombal. Jaman sekarang para playboy bisa di hukum."
"Eh, siapa yang play boy? Aku enggak loh, sayang! Aku hanya setia pada gadis bernama Zemira Naraya seorang. Tidak ada wanita manapun yang bisa mengisi hatiku kecuali Zemira," sanggah Arvin lagi.
"Kamu pandai sekali berkata-kata sayang. Belajar dari mana kamu? Kok sekarang pandai sekali merayu cewek?"
"Hahahahaha… tentu saja aku belajar dari mbah google dong, sayang! Kamu 'kan tahu sendiri kalau aku tidak pandai merayu seorang gadis, karena aku ini laki-laki yang baik dan sholeh!" seru Arvin.
"Terlalu percaya diri sekali ya Anda?"
"Tentu saja, memang begitu kan faktanya?"
"Kamu tidak sedang menyembunyikan sesuatu kan, sayang? Aku merasa kamu sedang menutup-nutupi suatu hal dari aku!" Arvin terdiam seketika. Pandangannya mulai nanar, lidahnya kelu memikirkan apa yang harus diucapkan. Apakah dia harus mengatakan yang sebenarnya? Atau mungkin jangan dahulu karena jika sampai kebenaran itu terbongkar pada kekasihnya, sudah dipastikan Zemira akan langsung meninggalkan dirinya tanpa mau mengerti keadaan dia sedikit pun.
Sedangkan Arvin tidak ingin Zemira meninggalkannya, dia amat mencintainya. Sebenarnya jika ditelisik lebih dalam lagi. Sifat Alara dan juga Zemira hampir sama, perempuan yang memiliki perangai lembut, santun, dan kenaifan. Maka dari itu, berat rasanya jika Arvin harus berpisah dengan orang yang selalu ada di sampingnya dan mendukung segala hal dalam bentuk apa pun selama dia ada di negeri dimana Zemira tinggal.
Zemira Kanaya merupakan anak tunggal dari salah satu pejabat Negara yang ada di Negeri Kanguru. Meskipun begitu, Zemira merupakan keturunan Indonesia tulen karena orang tua dari Niko Naraya selaku papanya adalah orang Indonesia asli. Hanya saja, Niko terlahir di Negeri Kanguru lalu bertemu dengan ibunya Zemira yang tengah menempuh pendidikan di Australia juga berasal dari Indonesia juga. Keduanya menikah dan lahirlah Zemira.
Jadi Zemira bukan orang dari rakyat biasa, melainkan bisa dibilang keturunan darah biru. Oleh sebab itu, apa pun usaha yang sedang dibangun dan dirintis oleh Arvin selalu berjalan mulus untuk segala perijinan di Negeri tersebut. Begitu besar jasa keluarga Zemira membuat Arvin tidak tega menyakiti hati wanita yang sudah menjadi kekasihnya selama empat tahun itu.
Arvin pun berjanji jika setelah kepulangannya dari Indonesia dan keadaan Erina membaik, maka dia akan datang dan melamar Zemira. Tetapi lagi-lagi, sepertinya takdir belum berpihak pada kisah cinta keduanya. Nyatanya, kini dia malah menikah dengan gadis yang tidak dia tahu dan kenal sebelumnya tanpa bisa membantah. "Zemira, aku mohon maafkan aku," pintanya dalam hati.
"Sayang!" panggil gadis pujaannya, dan itu sukses membuatnya tersadar dari lamunan.
"Eh, iya sayang. Maaf aku malah melamun!"
"Kamu kenapa? Jangan bilang kamu memang sedang menyembunyikan sesuatu dariku? Tolonglah bicara jujur, aku akan lebih menghargainya dari pada kamu harus berbohong?" Pinta Zemira.
"Kamu ini kenapa sih, sayang? Jangan punya pikiran yang aneh-aneh! Aku tidak sedang berbohong atau apalah yang menurutmu seperti itu. Aku hanya rindu padamu dan ingin segera meminangmu. Baru saja aku membayangkan jika kita sudah menikah dan memiliki anak, aku pasti akan sangat bahagia sekali sayang."
"Kamu yakin seperti itu?" Tanya Zemira ragu.