Chereads / SEBATAS ASA / Chapter 17 - Syukuran Ulang Tahun Erina

Chapter 17 - Syukuran Ulang Tahun Erina

Alara dan Ansel tengah berada disalah satu mall terbesar yang ada di Jakarta. Keduanya berjalan bersisian, bahkan terlihat seperti Arvin menjaga jarak dengan istrinya. Alara bisa merasakan sikap sang suami yang sepertinya enggan berdekatan dengannya. Raut wajahnya pun berubah sedih, dan hal itu tertangkap oleh penglihatan Arvin. Meskipun Alara diam saja tanpa mengeluh, namun Arvin bukan manusia bodoh yang tidak tahu perubahan raut muka istrinya.

Tidak ingin terkesan seolah tidak menginginkan gadis disebelahnya, akhirnya Arvin pun terpaksa mendekat dan tak lupa senyum palsu di wajah. Tanpa diduga oleh Alara, tangan kanan Arvin merangkul pinggang istrinya mesra. Sontak wanita itu menoleh untuk memastikan ketulusan dari pria tersebut saat menyentuhnya.

"Kenapa? Tidak boleh ya aku merangkul istriku sendiri? Meskipun aku bukan pria yang sempurna dalam hal, ehm maaf. Kamu tahu kan maksudku? Tapi jika untuk berinteraksi biasa seperti ini aku masih bisa kok! Pasti suatu hari nanti aku juga bisa memberimu nafkah batin, karena pengobatanku akan dimulai lusa." Alara mengangguk, kemudian netranya menelisik setiap stand yang ada. Kini pandangan tertuju pada salah satu toko emas ternama.

"Mas! Mas mau membelikan Mama apa?" Tanyanya.

"Entahlah, aku sendiri bingung!"

"Bagaimana kalau kita belikan saja perhiasan satu set? Maaf bukannya ingin terlihat wah, hanya saja aku ingin memberi kado berharga untuk Mama setelah apa yang Mama lakukan buatku," terang Alara. Arvin mengernyit, rasa penasaran pun hadir begitu besar. Mungkinkah…?

"Memangnya apa yang Mama berikan padamu?" selidik Arvin.

"Kamu!" Arvin menoleh kearah perempuan tersebut setelah mendengar ucapannya.

"Aku?"

"Iya, kamu adalah hal terindah yang diberikan Mama untukku. Aku sangat berterima kasih kepada Mama karena sudah menjadikanku sebagai istrimu. Pria dengan sifat yang baik dan menghormati orang tua. Mas aku sayang kamu!" Arvin menegang. Bukan senang, melainkan kebencian itu malah tumbuh semakin mengakar mendengar pernyataan dari wanita yang begitu dibencinya.

Meskipun saat ini dia tengah marah dan ingin meluapkan kemarahannya, namun Arvin tidak boleh gegabah. Dia harus bisa mengendalikan emosi sekarang, kini waktunya kembali berakting. Dengan dua sudut bibir yang dipaksa tarik ke atas, Arvin berkata, "Terima kasih." Hanya itu, ya hanya itu yang bisa dia ucapkan atas ungkapan rasa sayang yang keluar dari mulut Alara. Tidak ada yang perlu harus dibalas menurutnya jika semua itu berhubungan dengan perasaan Alara.

Gadis itu pun tersenyum kecut, ungkapan rasa sayangnya ternyata tidak mendapat balasan. Tapi tak mengapa, dia akan berusaha merebut kasih sayang suaminya dengan sepertiga malam. Dan dia berharap suaminya agar cepat sembuh, sehingga keduanya bisa bahagia dalam merajut rumah tangga sakinah, mawadah, warohmah dengan kehadiran seorang anak di tengah-tengah mereka sebagai pelengkap.

Begitu besar harapan Alara agar bisa dicintai dan disayangi oleh pasangannya, namun perasaan memang tidak bisa dipaksa. Maka dari itu, dia akan terus bersabar dan bersabar agar semua impiannya menjadi nyata bukan sebatas asa.

"Apa mas setuju jika kita membelikan Mama satu set perhiasan?" tanpa suara, Arvin mengangguk tegas.

"Baiklah, kita masuk ke toko itu saja, Mas! Sepertinya banyak yang bagus." Belum juga ada jawaban, Alara lebih dahulu menarik lengan Arvin menuju tempat yang sudah dia incar sedari tadi.

"Silahkan Kak! Ada yang bisa saya bantu?" sambutan dari seorang pegawai toko begitu ramah kala pasangan muda tersebut baru memasuki pintu kaca.

"Bisakah anda menunjukkan satu set perhiasan keluaran terbaru? Jika ada, yang limited edition!" kali ini Arvin menyerukan keinginan Alara yang juga menjadi keinginannya juga. Memang sejak masih di rumah, Arvin sudah memikirkan kado apa yang pantas untuk Erina. Sungguh kebetulan sekali karena pemikiran Alara juga sama seperti dirinya.

"Bisa Tuan, kebetulan hari ini sedang ada dua set berlian yang datang dan itu limited edition. Hanya ada 10 set di dunia ini," terang sang pramuniaga sembari menunjukkan arah dimana pasangan itu bisa menunggu selama perhiasan itu diambil. Karena mereka merupakan pembeli VIP, maka pegawai tadi menunjukkan ruangan kusus lebih privat dan nyaman.

Hening tanpa ada obrolan lagi, hanya sesekali terdengar suara sanitary straw dari gelas Alara tengah menyeruput minuman jus di meja depannya agar dahaga yang dirasa, berkurang. Arvin menggeleng lagi, satu lagi hal tidak wajar baginya bila ada seorang wanita makan atau minum sambil mengeluarkan suara. Menurutnya wanita itu termasuk golongan manusia menjijikkan. Ingin sekali rasanya dia menyambar gelas di tangan Alara lalu membuangnya, tapi lagi-lagi dia harus menahan egonya kembali.

"Ya Allah, kapan semua ini akan berakhir? Aku benar-benar sudah muak dengan tingkah laku perempuan disebelahku ini," gerutunya dalam hati.

Tak lama, pegawai toko tadi sudah kembali dengan membawa dua kotak perhiasan berukuran sedang. Tiba di hadapan keduanya, mbak cantik ber tag name Alisa itu membuka kotak tersebut satu per satu. Alara dibuat melongo dengan keindahan yang ada di dalamnya. Sungguh, ini merupakan kali pertama dia melihat perhiasan sebagus itu. Arvin yang melirik wajah Alara pun hanya menyebik, "Norak," ucapnya pelan nyaris tidak terdengar.

Berbeda ekspresi, Arvin terlihat biasa saja. Dia lebih memilih menyimak kata demi kata penjelasan dan asal muasal perhiasan tersebut dari Alisa. Setelah jelas, Arvin memilih kotak dengan ukiran indah berwarna silver, Alara yang tidak begitu paham tentang benda itu pun hanya bisa mengikuti pilihan suaminya. Bagi Alara semua sangat bagus dan indah, jadi apa pun yang dipilih pasti yang terbaik.

"Apa kamu ingin membeli perhiasan juga?" Tiba-tiba Arvin menawarkan sebuah benda yang memang tidak pernah terpasang di tubuhnya, hanya cincin pernikahan menjadi pengikat janji suci keduanya di atas pelaminan.

"Memangnya tidak apa-apa, Mas jika aku ikut beli?" Alara ragu mengucapkan. Sebagai wanita, tidak munafik jika dia pun juga ingin memiliki sebuah kerlipan emas demi menambah keindahan bagi siapa saja yang memakainya. Bolehkah kali ini dia memenuhi keinginannya untuk bisa memakai perhiasan meskipun itu kecil sekali pun?

"Tentu saja tidak apa-apa, kamu pilihlah yang kamu suka jadi sekalian nanti aku bayarnya." Perasaan tidak enak terhadap suaminya pun timbul. Tapi saat Arvin memberi lampu hijau untuk memiliki apa yang sudah dia inginkan selama ini, membuatnya memberanikan diri untuk memilih.

Dan pilihan itu jatuh pada gelang kecil model rantai di tengahnya ada hiasan hati kecil juga jumlahnya tiga biji. Simpel namun memiliki makna, ada tiga hati. Dia tidak pernah terpikir jika nasibnya sekarang pun sama seperti gelang tersebut. Hubungan dengan tiga hati. Meskipun Arvin menikah dengannya, namun hati Arvin hanya untuk Zemira. Zemira juga untuk Arvin, tapi Alara? Hatinya untuk Arvin tanpa balasan dari yang bersangkutan. Sungguh malang.

"Mas!" panggilnya kala sudah menemukan yang pas.

"Iya! Kamu sudah menemukan yang kamu inginkan?" Alara mengangguk antusias.

"Sudah, Mas!"

"Yang mana?"

"Itu," tunjuknya pada benda kecil namun begitu indah dipandang.

"Apa ada lagi?" Alara menggeleng cepat. "Itu saja, Mas!"

"Baiklah, aku akan melakukan transaksi pembayaran terlebih dahulu. Kamu tunggu saja dulu di sini!" perintahnya pada sang istri.

Setelah meninggalkan Alara, Arvin kembali memasuki ruangan dimana tadi dia berada bersama Alara. Akan tetapi dia hanya berdua bersama Alisa untuk melakukan pembayaran. Bukan hanya Erina dan Alara yang dibelikan perhiasan, ternyata Arvin memesan satu buah cincin berlian yang tak kalah indah dan mahal untuk kekasihnya Zemira. Dia berniat untuk pergi mengunjungi wanitanya di Negeri Kanguru. Tujuannya setelah sampai sana, dia akan melamar sang pujaan hati menggunakan cincin tersebut.

"Tunggulah aku Zemira sayang, aku pasti kembali dan membawamu kemari setelah kita resmi bertunangan. Tunggu aku empat bulan lagi ya, sabarlah." Ucap Arvin ketika memandang cincin di tangannya.

"Silahkan, Tuan! Ini total keseluruhannya." Alisa menyodorkan bill bukti pembayaran dengan rincian harga di tiap-tiap perhiasan tadi. Arvin meneliti setiap tulisan dan angka yang tertera agar tidak ada kesalahan sekaligus mengecek semua belanjaannya.

Matanya tertuju pada angka tiga juta rupiah, dimana itu nominal harga gelang pilihan Alara. Sangat jauh dari harga satu set perhiasan Erina dan juga cincin Zemira. Arvin menyeringai licik, "Bagus sekali, tanpa aku mengatakan kamu sudah menyadari apa yang pantas untukmu. Harga segitu memang cocok untukmu." Dirasa sudah sesuai semua, Arvin membayar lunas barang tersebut.

Di luar, Alara sudah menanti kedatangan Arvin tidak sabar. Lima menit kemudian, Arvin keluar menenteng papper bag kecil di tangan kanannya.

"Mas! Sudah selesai?" Tanya sumringah.

"Iya, ayo kita langsung kerumah Mama!" ajak Arvin berlalu pergi lalu diekori oleh Alara.

Perjalanan yang tidak terlalu jauh, namun menjadi lama akibat macet panjang di jalanan kota Jakarta sudah merupakan hal biasa terjadi. Berkali-kali Arvin menghembuskan nafas kesal karena kemacetan panjang. Andai dia anak presiden, tentu akan ada jalur khusus yang membuatnya bisa melaju tanpa hambatan seperti sekarang ini.

"Kenapa ini macet sekali sih, sama sekali tidak jalan," Keluh Arvin.

"Mungkin ada kecelakaan, Mas! Sabar ya." Mendengar penuturan istrinya membuat Arvin semakin kesal saja. Dia pun melengos, malas sekali rasanya harus melihat muka gadis di sebelahnya ini. Jalan pun merambat pelan, dan ternyata memang benar. Ada sebuah kecelakaan antar mini bus di depan sana.

Setelah terjebak macet hampir satu jam, kini Arvin dan Alara sudah sampai di rumah Erina. Mereka pun tidak mau membuang waktu memasuki rumah Mamanya. Di dalam, tidak ada dekorasi mewah. Hanya menu yang sudah tersaji rapi di meja makan. "Assalamualaikum," ucap pasangan pengantin baru dari ruang tamu.

"Walaikum salam," Erina menghampiri asal suara. "Kamu…!"

Kakak kakak semua, aku penuhi janjiku ya buat update dua bab setiap hari dan aku mulai hari ini. jangan lupa jangan lupa yuk ah masukin ke rak buku, beri aku ringstone, dan tentunya komentar yang membangun. semua itu sangat aku butuhkan agar semakin semangat menulisnya. terima kasih sebelumnya kakak. peyuk cium dari aku meskipun lewat online ya heheheh