Chereads / SEBATAS ASA / Chapter 19 - Masuk Bui

Chapter 19 - Masuk Bui

Erina terus saja meronta menahan diri dari tarikan Kevin. Geram akan penolakan wanita tersebut, akhirnya Kevin mengangkat tubuh Erina yang masih terbungkus Selimut menuju garasi. Lagi-lagi Allah masih menyelamatkan Erina dari kebiadaban Kevin. Ketika Kevin menyalakan membuka pintu mobil, beberapa orang menggunakan pakaian Dinas Kepolisian langsung datang menyergap. Kedua tangan Kevin dibekuk ke belakang kemudian di borgol.

Karena kalah telak oleh banyaknya anggota polisi yang mengepungnya dengan senjata, membuat pria gila itu tidak bisa berbuat apa-apa hingga memilih menyerah. Erina baru bisa bernafas lega melihat lelaki menakutkan itu di gelandang pihak berwajib ke kantor polisi. Karena yang berwajib membawa dua mobil, dan yang satu sudah pergi membawa Kevin. Kini masih tinggal satu mobil lagi, Erina meminta tolong kepada pihak kepolisian untuk membawa suaminya ke rumah sakit terdekat agar segera mendapat pertolongan.

"Pak! Tolong suami saya, Pak! Dia sedang sekarat akibat tusukan lelaki tadi!" ucap Erina panic.

"Dimana suami Ibu?"

"Mari ikut saya, Pak!" dau orang bertubuh tegap menggunakan seragam identitas berwarna coklat bersama Erina langsung berlari menuju kamar dimana Rasyid sudah memejamkan mata dengan bersimbah darah.

Tanpa menunggu lama, tubuh Rasyid langsung diangkat masuk kedalam mobil dan membawanya ke rumah sakit terdekat. Erina mengikuti mobil dua polisi itu dengan dibelakang, tak lupa Arvin turut ikut karena tidak ada satu orang pun di rumah yang bisa untuk dimintai tolong.

Kini Rasyid sudah memperoleh tindakan, hati wanita itu berdebar-debar menanti kabar tentang kondisi sang suami. Dirinya mondar mandir melangkahkan kaki tanpa henti, kecemasan tercetak jelas di wajahnya. Air mata sedari tadi seperti tiada lelah hingga tidak ingin berhenti barang sedetik pun.

"Ya Allah, ku mohon selamatkan suamiku ya Rabb," tanpa putus, Erina selalu memanjatkan doa untuk kesembuhan Rasyid. Beruntung, tidak seperti anak yang lainnya, Arvin terlihat tenang meski pun masih ada ketakutan atas kejadian yang telah dia lihat. Tidak seharusnya Arvin menyaksikan bagaimana penjahat itu menyakiti kedua orang tuanya. Meskipun tubuhnya gemetar, sebisa mungkin anak yang sudah berusia 10 tahun itu mengendalikan diri agar tidak menambah beban pikiran untuk Ibunya.

Empat jam berlalu, lampu di depan UGD yang menandakan adanya tindakan gawat darurat pun sudah mati. Tak berselang lama, seorang dokter keluar dari ruang terkutuk tersebut. Erina yang melihat langsung mendekat dan memburu pertanyaan kepada dokter itu. "Bagaimana keadaan suami saya dok?"

"Alhamdulillah, suami Ibu sudah melewati masa kritis. Beruntung tusukan pada perut tidak mengenai organ dalamnya, jadi suami Ibu tidak perlu khawatir. Sekarang beliau masih belum sadar akibat obat bius, kemungkinan setengah jam lagi akan sadar. Setelah sadar, tolong segera beri makan dan minum serta obat penambah darah karena tadi cukup banyak darah yang keluar."

"Alhamdulillah. Baik, Dok. Terima kasih banyak, Dokter!"

"Sama-sama, kalau begitu saya permisi dahulu."

"Baik, Dok." Setelah kepergian dokter, sekarang Erina baru bisa bernapas lega. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi pada dirinya jika sampai Rasyid kenapa-kenapa akibat menolong dirinya. Pasti rasa bersalah akan tertancap dalam di hatinya.

Kevin masih berusaha memberontak sesekali untuk melepaskan diri, namun gagal. Tenaga pria yang menggunakan seragam kebanggan sebagai pelindung masyarakat itu jauh lebih kuat dibanding dirinya. Setelah lima hari, Erina datang ke kantor polisi bersama dengan Rasyid, dia melakukan laporan atas apa yang menimpa dirinya juga sang suami. Aduan pun diterima, dengan saksi serta beberapa bukti akhirnya setelah siding, Hakim memutuskan hukuman yang setimpal untuk Kevin Mandala. Dirinya dijatuhi hukuman lima belas tahun penjara atas tuduhan pelecehan seksual dan percobaan pembunuhan. Dalam KUHP pasal 289 sampai pasal 296 dan pada pasal 290 bagi pelaku perbuatan cabul, akan di penjara selam-lamanya tujuh tahun. Sedangkan untuk percobaan pembunuhan pasal 53 KUHP ancaman hukumannya lima belas tahun penjara. Karena pihak keluarga Kevin menyewa pengacara handal akhirnya Kevin hanya di beri hukuman selama 18 tahun penjara dan remisi tiga tahun. Jadi total Kevin dalam jeruji besi hanya 15 tahun.

Meskipun begitu, Erina dan Rasyid bersyukur. Setidaknya Kevin diberi hukuman sesuai kejahatannya. Mereka berharap dengan hukuman yang didapat, akan menyadarkan kevin agar berubah menjadi manusia yang lebih baik.

Flashback off

Tanpa disangka-sangka hari ini Kevin kembali menyanggahi rumahnya, Erina benar-benar terkejut. Melihat pria tersebut membuat kenangan buruk yang berusaha dia pendam seketika menyeruak kembali dalam ingatan. "Pergi kamu dari sini dan jangan pernah kembali lagi," ucap Erina berang.

"Sabar sayang, aku pasti akan pergi setelah mendapatkanmu. Dulu aku memang gagal, tapi tidak untuk sekarang." Ujar Kevin santai.

"Jangan pernah bermimpi di siang bolong Kevin. Harapanmu sudah pasti tidak akan pernah terwujud. Aku tidak sudi dekat-dekat denganmu apalagi menjadi milikmu, bahkan sampai matahari etrbit dari ufuk barat pun, aku tidak akan pernah mau menjadi bagian dari dirimu dasar pria gila," teriak Erina.

Arvin serta Alara yang baru keluar dari mobil mendengar teriakan Alara yang penuh emosi. Hal itu membuat anak serta menantunya curiga, tidak biasanya Erina mengeluarkan suara kasar dank eras seperti itu. Dengan langkah lebar, Arvin berlalu lebih dahulu meninggalkan istrinya yang tak kalah panik.

"Kamu," pekik Arvin setelah berada diantara Kevin dan juga Erina.

"Wah, ternyata kamu sudah besar, ya!" Tangannya hendak terulur untuk mengelus kepala Arvin.

"Jangan pernah menyentuhku dengan tangan kotormu itu!" sentak Arvin menghempaskan tangan lelaki itu.

"Kamu memiliki karakter seperti Ayahmu, NAk!"

"Jangan pernah memanggilku dengan sebutan itu, karena aku bukan anakmu." Arvin menahan gejolak amarah setiap kali melihat wajah tersebut. Darahnya mendidih teringat akan apa yang sudah terjadi lima belas tahun yang lalu.

"Shuuttt… apa kamu tidak diajari sopan santun oleh orang tuamu bagaimana cara bersikap kepada orang tua!" ucap Kevin santai sengaja memancing emosi pemuda itu.

"Tidak ada yang salah dengan didikan orang tuaku. Karena bagiku, menghormati orang sepertimu adalah hal yang haram ku lakukan bagi pria tua tidak tahu diri yang memang pantas untuk di injak." Alara terkejud mendengar kata-kata yang keluar dari mulut suaminya. Hari ini dia melihat sisi lain dari Arvin, selain dingin ternyata dia begitu menakutkan ketika marah.

Pandangan mata Arvin seolah hendak menelan mentah-mentah tubuh tua berjas tersebut. "Apa yang sedang terjadi? Dan siapa Bapak-bapak itu? Kenapa mas Arvin dan Mama seperti sangat membencinya?" Alara bertanya-tanya dalam hati.

Belum juga menemukan jawaban, Alara dikagetkan dengan sebuah sentuhan bahkan bukan sentuhan melainkan rangkulan di pundaknya. Saat menoleh, ternyata bukan Arvin melainkan pria yang dia perkirakan seumuran dengan sang mertua. "Tolong lepaskan tangan anda!" pinta Alara berusaha menyingkirkan tangan besaar itu dari pundaknya.

"Kenapa cantik? Jangan takut padaku, aku tidak akan menyakitimu. Tenanglah!" Alara masih saja berusaha melepaskan diri dari cengkraman yang semakin lama terasa sakit karena pundaknya yang diremas. Alara menatap Arvin syarat akan pertolongan darinya. Arvin sebenarnya tidak ingin membantu istrinya, tapi tatapan memohon dari Alara membuatnya tergerak untuk membantu gadisnya.

"Lepaskan dia dan pergilah sebelum aku bertindak lebih jauh," ujar Arvin penuh penekanan. Sedangkan orang yang membuatnya geram malah terkekeh.

"Hai anak muda! Kenapa kamu mudah sekali marah? Apa kamu tidak sayang dengan umurmu? Mudah marah bisa membuatmu darah tinggi loe, yang artinya akan terlihat lebih tua, tertekan, penyakitan dan tidak lama pasti akan…."

"Hentikan omong kosongmu, kau memilih untuk pergi sendiri atau aku memanggil satpam komplek?" teriak Arvin sudah tidak sabar lagi. Erina hanya diam menyaksikan perdebatan antara putranya dengan pria gila yang membuatnya trauma tingkat tinggi.

"Aku piker saat aku menyentuh istrimu ini, kamu akan marah. Tapi ternyata aku salah, kau bahkan tidak merasa cemburu sedikit pun. Apa kamu tidak mencintainya sehingga kamu terlihat acuh dan tidak keberatan saat tangan ini memegang tubuh istrimu yang cantik ini." Satu tangan Kevin yang kosong langsung mencolek dagu Alara genit.

"Diam kamu!" Lantang Arvin lalu dengan kasar melepaskan tangan Kevin dari pundak istrinya, menyeretnya keluar rumah Erina lalu menghempaskan kencang hingga tubuh tua pria itu terhuyung ke depan dan akan terjatuh jika tidak bertumpu pada kursi teras di samping dimana badannya dilempar cukup keras.

"Pergi sekarang juga!" Teriak Arvin lalu membanting pintu utama, tak lupa dengan mengunci pintu tersebut.

Arvin masih berdiri di depan pintu, nafas memburu masih menggelutinya. Erina yang melihat keadaan sudah aman, dia pun langsung berlari kearah putranya dan menangis tersedu. Arvin mencoba mengurangi emosinya dan menstabilkan dirinya. Tangannya mengelus lembut punggung sang Mama agar lebih tenang. Dan berhasil, kini Erina sudah bisa sedikit lebih nyaman dibanding sebelumnya.

"Mama tenang ya, dia sudah pergi! Aku akan menyewa orang untuk menjaga rumah Mama, biar dia tidak berani masuk lagi kesini." Erina mengangguk, Alara masih menatap Ibu mertuanya dan suaminya dengan bingung. Tidak ingin mati penasaran, Alara perlahan mendekat. "Mas! Siapa dia?"

Erina melepaskan pelukannya dari sang putra dan menatap menantunya. Di sana Erina bisa lihat rasa penasaran yang besar. "Sayang, ceritanya sangat panjang. Mungkin nanti setelah acara makan malam, Mama janji akan memberi tahumu." Alara bergeming, sebenarnya dia ingin sekali segera mendengar pengakuan dari keduanya. Akan tetapi, apa yang dikatakan oleh wanita yang dihormatinya itu memang ada benarnya. Butuh waktu luang yang pas karena Alara yakin pasti akan membutuhkan banyak waktu, dan sekarang bukan saat yang tepat.

"Ya sudah, kamu bantuin Mama ya untuk menyiapkan semuanya. Tidak terlalu banyak kok, tinggal memindahkan makanannya ke meja makan saja," Alara merasa bersalah atas keterlambatannya datang kerumah Erina. Baru saja jadi menantu tapi dia sudah mengecewakan Mama mertuanya.

Dengan sendu, Alara meraih tangan Erina. "Ma, maafkan aku yang tidak berguna ini. Maaf, kalau Alara melupakan hari penting Mama." Alara menunduk, rasa bersalah menjerat hatinya.