Chereads / Dendam Rana / Chapter 1 - Bab 1. Pengkhianatan.

Dendam Rana

🇮🇩Yuanda9
  • 341
    Completed
  • --
    NOT RATINGS
  • 300k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Bab 1. Pengkhianatan.

Kirana tidak mempercayai apa yang dia lihat di hadapannya dadanya terasa sesak, air mata lolos begitu saja membasahi kedua pipinya, kakinya bergetar. Adrian, tunangannya sedang bersanding di pelaminan bersama dengan Sintia, yang Kirana tahu wanita itu sahabat Adrian sendiri. Mereka tampak tersenyum sumringah menyalami tamu undangan satu per satu. Di sana tampak kedua orang tua Adrian yang juga tak kalah terlihat sangat bahagia.

Kirana melangkah menghampiri mereka, "Adrian!" panggilnya.

"Kiran? Kau sedang apa di sini?" tanya Adrian.

Sintia yang berada di samping Adrian memeluk tangan Adrian dengan erat dan menatap sinis Kirana.

"Aku yang seharusnya bertanya padamu, kamu sedang apa di sini? Ini salah bukan? Ini tidak benar!" Kirana tak sanggup lagi membendung air matanya.

Dia lalu melihat ke arah Julia dan Ferdian, kedua orang tua Adrian, "Om, Tante, kenapa kalian tega?"

Julia memalingkan muka, terlihat sangat risih dengan kehadiran Kirana, sedangkan Ferdian terlihat serba salah. Mereka sudah berteman sejak lama dengan keluarga Kirana bahkan mereka menjalankan bisnis bersama, karena itulah meraka sepakat untuk menjodohkan Adrian dengan Kirana.

Para tamu undangan yang menyaksikan Kirana menangis di pelaminan, saling pandang dan mulai saling berbisik-bisik.

Tiba-tiba seseorang memegang tangan Kirana dan menuntunnya menjauh dari pelaminan. dtia adalah Angel, adik kandung Adrian. Angel membawa Kirana ke sebuah ruangan yang sepi.

"Kiran kamu tenang ya!" ucap Angel.

"Bagaimana aku bisa tenang kalian mengkhianati aku dan keluragaku?" bentak Kirana.

"Ini memang sangat mendadak, kami harus melakukan ini karena terpaksa. Sintia sedang hamil jadi kamu paham 'kan situasinya?"

Kirana membelalakkan matanya, jadi selama ini kepercayaan yang ia berikan kepada Adrian tidak ada artinya. Mereka berbohong dan bersembunyi di balik kata persahabatan.

"Lalu bagaimana dengan aku? Aku juga sedang mengandung anak Adrian!" ungkap Kirana.

Angel yang mendengar itu tampak terkejut, tetapi kata-kata selanjutnya yang keluar dari mulut Angel cukup membuat Kirana syok.

"Kau gugurkan saja! Itu masih sangat muda bukan?" ujar Angel, tanpa perasaan.

"Kau ...." Kirana tidak meneruskan ucapannya.

"Mau bagaimana lagi? Kakakku sudah terlanjur menikah," potong Angel.

Kirana merasa kepalanya sakit menahan segala beban yang ada di dadanya.

Kemudian Angel berkata, "Kau pulang saja sekarang, Papa dan Mama pasti datang menjelaskan!"

Angel berlalu meninggalkan Kirana begitu saja.

Kirana tak sanggup lagi untuk berdiri karena kakinya terasa lemas, dia menyenderkan tubuhnya pada dinding lalu perlahan terduduk dan menangis pilu. Menangisi dirinya, orang tuanya, dan jabang bayi dalam perutnya.

Setelah beberapa lama menangis, dia mencoba mengumpulkan kekuatannya dan kembali melangkah ke luar meski tertatih. Tanpa menoleh pada mereka di sana yang sedang tertawa bahagia, begitu kontras dengan dirinya yang begitu menyedihkan.

Adrian melihat ke arah Kirana yang sedang berjalan di antara kerumunan tamu, tatapannya sendu namun dia tidak mungkin meninggalkan pelaminannya begitu saja.

Kirana berjalan menyusuri jalan mengikuti langkah kakinya yang tak tentu arah dan tujuan. Entah berapa lama ia berjalan, air mata masih terus membasahi kedua pipinya. Dia merasakan perutnya keroncongan, dia baru ingat seharian ini belum ada satu pun makanan yang masuk ke dalam perutnya. Dia lalu melihat sebuah halte bis tak jauh dari tempat dia berdiri, lalu berjalan menuju halte dan duduk di sana.

Di samping Kirana, duduk seseorang yang sejak tadi mengikutinya saat ia mulai meninggalkan gedung pernikahan Adrian. Kirana acuh dan tidak menyadari kehadiran orang itu yang semenjak tadi mengikutinya.

Orang itu seorang wanita, berusia sekitar 50 tahunan, berpenampilan sederhana namun elegan dengan kaca mata hitam di wajahnya. Semua barang yang dia kenakan adalah barang bermerk yang harganya mencapai ratusan juta, tetapi tidak tampak terlalu mencolok.

Kirana bingung, dia tidak membawa mobilnya ketika tadi pergi dan sekarang ia berniat memesan taksi online.

Tiba-tiba saja wanita itu bernyanyi dengan suara cukup keras dan begitu percaya diri, seolah tidak ada siapa pun di sekitarnya.

Kirana yang melihat itu merasa aneh dan bingung. Dia berpikir, mungkinkah wanita ini kurang waras?

"Semua bisa berakhir, orang akan berubah dan kamu tahu apa? Hidup tetap harus terus berjalan." Wanita itu berbicara menatap Kirana.

Kirana semakin bingung dengan wanita di sampingnya. Apakah dia mengetahui apa yang baru saja Kirana alami? Siapa dia?

"Anda siapa?" Kirana bertanya.

Wanita itu tersenyum dan menjawab, "Kelak kau akan mengetahuinya."

Sebuah mobil mewah berhenti di hadapan mereka, wanita itu bangkit dari duduknya dan bertanya kepada Kirana, "Kau butuh tumpangan? Aku akan mengantarmu!"

Kirana menggelengkan kepalanya, bagaimana mungkin dia bisa masuk ke dalam mobil orang asing. Wanita itu tersenyum lalu masuk ke dalam mobilnya lalu pergi.

Tinggallah Kirana sendiri di halte itu, perasaannya kembali terasa sakit memikirkan apa yang hari ini ia ketahui.

Ketika malam acara pesta pernikahan antara Adrian dan Sintia telah usai, tampak orang tua Adrian dan Angel sedang membicarakan tentang Kirana. Adrian dan Sintia tidak ada di sana, mereka langsung menempati rumah baru mereka, rumah yang semula di rencanakan akan menjadi rumah bagi Adrian dan Kirana.

"Sepertinya besok Papa dan Mama harus menemui keluarga Kirana, memutuskan pertunangan dan mengatakan bahwa Adrian sudah menikah," ujar Angel.

"Haduh Papa saja yang ke sana, Mama malas berbasa-basi apalagi meminta maaf kepada mereka," ucap Julia.

"Kita harus pergi bersama, bukankah kamu dekat dengan mamanya Kirana, kita harus meminta maaf," cetus Ferdian.

"Itu dula Pah, sekarang Mama malas apalagi sekarang keluarga mereka sedang di ambang kebangkrutan," sela Julia.

"Bukankah semua saham perusahannya sekarang sudah menjadi milik Papa, apakah mereka sudah tahu itu?" tanya Angel.

"Tentu saja mereka belum mengetahuinya, sebentar lagi mereka akan menjual semua sahamnya. Pada saat itu kita bisa mengatakan kepada mereka. Mama sudah tidak sabar dengan reaksi Ratih jika tahu sekarang semua saham suaminya sudah jatuh ke tangan kita. Selama ini dia selalu sombong, tapi sekarang aku tidak perlu merendahkan diri lagi di hadapannya," tutur Julia, dengan ekspresi khas liciknya.

"Sudahlah Ma, pokonya besok Mama harus ikut bersama Papa ke rumah mereka. Lagi pula ini mungkin untuk yang terakhir kalinya mengunjungi mereka," tegas Ferdian.

Julia menghela napas dan mengerutkan bibirnya, ia tidak bisa menolak perintah suaminya.

Ferdian beranjak dari tempat duduk dan berjalan menuju kamarnya. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti karena mendengar pembicaraan Angel dengan istrinya.

"Si Kirana juga sedang hamil, entah itu benar atau tidak," celetuk Angel.

"Apa? Sstt ... jangan katakan ini pada Adrian! Dia tidak boleh mengetahui ini, dia harus Fokus dengan Sintia yang juga sedang mengandung. Mama hanya akan mempunyai cucu dari keturunan yang sepadan dengan kita, apalagi keluarga Sintia lebih kaya dari kita," sahut Julia.

"Apa kamu bilang Angel? Kirana hamil?" tanya Ferdian, dengan menghampiri mereka kembali. Julia dan Angel tidak menyangka bahwa Ferdian masih mendengarkan percakapan di antara mereka.

"Yang aku dengar dari pengakuan Kirana sih begitu, tapi bisa saja dia berbohong," jawab Angel.

"Adrian keterlaluan bagaimana mungkin dia menghamili dua wanita sekaligus," geram Ferdian.

"Papa, pasti Kirana hanya mengada-ngada, bisa saja dia mengatakan itu untuk menggagalkan pernikahan Adrian," sergah Julia.

Sementara itu Adrian yang berada di rumahnya tampak gusar, sedari tadi siang dia terus memikirkan Kirana. Bagaimanapun ada perasaan yang mengganggu dalam dirinya tentang Kirana. Walaupun awalnya mereka dijodohkan dan dia tidak mencintai Kirana, akan tetapi lambat laun perasaan saling memiliki dan sayang hadir dalam dirinya untuk Kirana.

Ketika Sintia sedang berada di kamar mandi, dia meraih ponsel dan menghidupkannya untuk membuka puluhan chat yang dikirimkan Kirana sejak seminggu yang lalu. Dia membacanya satu per satu chat itu sampai dia menemukan satu pesan yang membuatnya tercengang.

[Sayang, aku hamil! Bagaimana ini?]