Chereads / Dendam Rana / Chapter 7 - Bab 7. Sebuah Rencana

Chapter 7 - Bab 7. Sebuah Rencana

Adrian menoleh kepada sumber suara itu, seorang laki-laki tampan dengan mata yang dalam berwarna cokelat. Dia adalah Zayn!

"Siapa kamu?" tanya Adrian, yang nampak tidak senang dengan kehadirannya.

Zayn tidak menjawab, ia justru mengulurkan tangannya kepada Kirana agar bangkit dari duduknya. Kirana yang melihat itu merasa bingung dengan orang yang tampak tidak asing baginya.

"Bangunlah, kau tidak boleh terpuruk di saat seperti ini! Ibumu menunggu dan membutuhkanmu," kata Zayn.

"Ibu?" ucap Kirana pelan, yah ibunya pasti sedang menunggu sekarang.

Adrian merasa kesal dan bertanya-tanya dengan kehadiran Zayn.Dia bertanya dalam hati mengapa orang asing itu bisa tahu tentang Kirana serta ibunya. Dia tidak pernah melihat orang ini sebelumnya sewaktu masih bersama Kirana.

"Siapa kau? Jangan campuri urusanku dengan Kirana!" gertak Adrian dengan tak sabar.

Adrian melakukan hal yang sama dengan Zayn, mengulurkan tangannya. Kini ada dua tangan yang mengulur di hadapan Kirana.

"Ayo Kirana! Aku akan mengantarkanmu," ajak Adrian. Ia begitu berharap wanita itu yang akan menyambut uluran tangannya.

"Kau bisa percaya padaku, Kirana!" tegas Zayn.

Mendengar suara Zayn, Kirana teringat dengan seseorang yang menolongnya pada malam sepulang dari pantai. Dia bisa mencium aroma parfum yang sama dengan jaket laki-laki itu, ia merasa yakin bahwa orang ini adalah orang yang sama dengan yang menolongnya ketika itu.

"Apa kau pemilik jaket itu?" tanya Kirana.

"Iya Kirana," kata Zayn disertai anggukan.

Kirana menyambut uluran tangan Zayn dan berdiri berpegangan kepada Zayn sebagai tumpuan. Mereka kemudian pergi tanpa menghiraukan Adrian yang terpegun menatap kepergian mereka.

"Aahh ... sial!" Adrian mengepalkan tangan dan meninju mobilnya sendiri, karena Kirana lebih memilih pergi dengan orang asing di banding dirinya. Dia memutuskan mengikuti Kirana karena penasaran dan merasa marah karena di abaikan.

Kirana dan Zayn sampai di depan rumah keluarga Hermawan, rumah itu sudah tampak ramai dengan para kerabat dan para tetangga. Tampak bendera kuning terpasang di depan rumahnya.

"Ayaah!" pekik Kirana, ketika turun dari mobil berlari mengambur ke dalam rumahnya.

Dia melihat ayahnya sudah terbujur kaku dengan ditutup kain yang menutup seluruh tubuhnya.

"Ayah, mengapa tega meninggalkan kami?" Kirana meraung memeluk jenazah ayahnya.

Ratih datang dari belakang dan memeluk Kirana sambil menangis, "Kita harus ikhlas Nak!"

Adrian yang sudah sampai di rumah Hermawan terkejut. Ada rasa sesal dan kesedihan di hatinya. Bagaimanapun sosok Hermawan yang begitu baik dan penyayang membekas di hatinya, sedari ia kecil hingga saat konflik di antara mereka terjadi.

Ferdian dan Julia mengetahui kabar meninggalnya Hermawan dari Adrian. Ferdian berniat untuk melayat dan melihat mantan sahabatnya untuk terakhir kalinya namun dicegah oleh istrinya.

"Kita tidak usah ke sana! Buat apa? Lagipula situasinya sedang memburuk bagaimana jika mereka malah mempermalukan kita di hadapan orang banyak, kita sudah putus hubungan dengan mereka" ujar Julia.

Mendengar hal itu Ferdian mengurungkan niatnya untuk pergi, benar yang di ucapkan Julia pikirnya. Sekarang mereka tidak akan pernah lagi berhubungan dengan keluarga itu pertunangan Adrian dan Kirana batal, dan yang terpenting perusahaan itu sudah menjadi miliknya.

Di pemakaman Kirana tidak henti menangis dalam pelukan ibunya, Adrian dan Zayn masih berada di sana. Adrian sesekali melihat ke arah Zayn yang sedang melihat Kirana dari kejauhan. Dia tidak menyukai itu dan merasa cemburu dengan orang asing itu. Dia memutuskan menghampiri Zayn.

"Kau tidak menjawabku ketika tadi aku bertanya padamu," tanya Adrian yang sudah ada di samping Zayn.

"Nanti kau akan tahu," jawab Zayn.

"Seberapa jauh kau mengenal Kirana dan keluarganya?" tanya Adrian penasaran.

"Untuk apa kau ingin tahu tentang itu, bukankah kau sudah tidak ada hubungan lagi dengannya?" ucap Zayn.

"Aku dan dia saling mencintai," kata Adrian.

Mendengar itu Zayn Tersenyum dengan sinis dengan menatap ke arah Adrian.

"Saling mencintai katamu? Persetan! Jika kalian memang saling mencintai mengapa kau menikahi wanita lain dan mencampakkannya? Apa kau yakin Kirana masih mencintaimu?" tanya Zayn dengan sinis.

"Dia sedang mengandung anakku, ikatan kami tidak akan berhenti begitu saja walaupun aku sudah menikah dengan wanita lain," geram Adrian.

"Kau begitu percaya diri mengatakan ini, apakah Kirana masih ingin berhubungan denganmu setelah kau mengelak darah dagingmu sendiri? Kirana masih sangat berharga untuk kau campakkan," kata Zayn.

"Siapa kau sebenarnya?" tanya Adrian, semakin penasaran karena Zayn tahu banyak tentang Kirana.

"Kau begitu penasaran rupanya, oke aku katakan ini padamu!" Zayn maju melangkahkan kakinya untuk lebih dekat dengan Adrian lalu mengatakan, "Aku adalah orang yang akan selau berada di dekatnya, yang akan mengusap air matanya, membantunya bangkit dari ketrepurukannya, dan membantunya melupakan dirimu, jika perlu aku yang akan menjadi ayah bagi anak yang ada dalam kandungannya! Jadi ku harap kau jangan menghalangi lagi jalanku," tegas Zayn.

Terlihat kilatan amarah dalam mata Adrian mendengar penuturan Zayn yang begitu menggebu, "Silahkan ambil saja dia! Aku memang tidak menyukai barang bekas yang sudah kubuang," ejek Adrian, dengan mengepalkan tangannya.

Tentu saja itu bukan ucapan yang berasal dari hatinya, ia mengatakan itu karena merasa cemburu dan ego dalam kelakiannya merasa tersaingi.

"Dengan senang hati, aku sudah tidak sabar ingin segera bersenang-senang dengannya, sekarang bukankah lebih baik kau kembali? Istrimu pasti sedang menunggumu," balas Zayn.

Adrian meninggalkan Zayn yang sedang tersenyum mengejeknya, dadanya bergemuruh marah, gusar dan jengkel menjadi satu.

Adrian tidak langsung pulang ke rumah yang ditempatinya bersama Sintia, ia menuju kediaman orang tuanya. Saat itu di ruang tengah ia melihat Ferdian, Julia, dan Angel sedang bersantai.

"Mengapa Papa dan Mama tidak menghadiri pemakaman Om Hermawan?" tanyanya.

"Untuk apa? Kita sudah tidak ada hubungan lagi dengan mereka," jawab Julia.

"Setidaknya kalian bisa menunjukan rasa simpati ketika mereka sedang mendapat musibah," balas Adrian.

"Udah deh Kak buat apa sih masih membahas mereka? Bukankah itu bagus jika Om Hermawan mati, artinya tidak akan ada lagi yang akan mengganggu langkah Papa di perusahaan, Benarkan?" sela Angel.

"Kamu benar, Sayang!" ucap Julia dengan senang.

"Aku tidak mengerti kalian bisa begitu kejam," kata Adrian. Ia meninggalkan mereka dan langsung masuk ke kamarnya dengan membanting pintu begitu keras.

"Ya ampun! bikin kaget saja, ada apa sih dengan anak itu? Datang-datang langsung marah?" ucap Julia. Sementara itu Ferdian tidak mengatakan satu patah kata pun, ia lebih banyak berdiam diri dengan pura-pura membuka laptopnya sedangkan pikirannya berada di tempat lain.

"Mungkin Kakak sedang bertengkar dengan Sintia," tebak Angel.

"Mereka 'kan pengantin baru mana mungkin bertengkar, ini pasti ada hubungannya dengan si Kirana, tadi siang dia meninggalkan kantor bersama wanita itu?" Julia mencoba menebak. Dia berpikir harus segera menjauhkan Adrian dengan Kirana.

"Mungkin Kakak sudah tahu Kirana sedang hamil, dan wanita itu meminta Kakak untuk bertanggung jawab," ucap Angel.

Julia terdiam, dia mulai merencanakan niat jahat untuk Kirana, "Anak dalam kandungannya harus mati agar tidak mengganggu hubungan Adrian dan istrinya!" gumamnya.

Sementara itu Sintia merasa kesal, sejak tadi sore dia beberapa kali mencoba menghubungi Adrian namun tidak ada jawaban dari Adrian atau sebuah pesan untuk memberinya kabar. Dia akhirnya menghubungi mertuanya, Julia.

"Ma, apa Adrian ada di sana? Dia sama sekai tidak menjawab panggilanku," tanya Sintia ketika Julia menjawab panggilannya.

"Iya Sayang dia ada di sini, kau tak perlu khawatir! Apakah kalian sedang bertengkar? Dia datang sambilmarah-marah," tanya Julia.

"Tidak Ma, kami baik-baik saja makanya aku bingung mengapa dia mengabaikan panggilanku," jawab Sintia.

"Ini pasti ada hubungannya dengan Kirana!" ucap Julia.

"Kirana?"

"Aku merencanakan sesuatu untuknya, agar dia tidak mengganggu hubungan kalian lagi," tutur Julia.

"Apa itu Ma?" tanya Sintia penasaran.

Julia kemudian memberitahukan rencana jahatnya kepada Sintia. Sang menantu yang mendengar itu tersenyum puas lalu berkata, "Oke Ma, aku ikuti rencana Mama!"

"Ingat ini hanya rahasia di antara kita berdua!" ucap Julia memperingatkan.