Tak hanya Bintang, tapi perasaan yanv sama juga dirasakan oleh Aditya. Setelah bertemu dan berjabat tangan dengan Bintang, pria itu juga merasakan ada sebuah luka di hatinya. Luka yang tak berdarah dan tak terlihat tapi begitu sangat sakit yang ia rasakan. Ia sadar ia mungkin telah sangat menyakiti hati Bintang dengan menikahi perempuan lain. Namun hatinya sendiri jauh lebih sakit karena telah menjadi pecundang yang hanya bisa menyakiti hati seorang perempuan. Tak hanya Bintang namun mungkin saja Dinar juga karena walaupun telah resmi menikah ia tak akan pernah bisa memberikan cintanya kepada Dinar.
Di tengah acara pesta resepsi Aditya memutuskan untuk ke toilet sejenak. Di dalam toilet ia merutuki bayangannya sendiri yang ada di dalam cermin. Tak pernah ia sangka sebelumnya di dalam hidupnya ia akan menjadi seorang pecundang. Sebenarnya bukanlah sebutan super hero yang ia sandang karena menyelamatkan martabat Dinar dengan bertanggung jawab atas kehamilan yang bukan ia penyebabnya. Melainkan sebutan pecundang yang justru lebih layak ia sandang atas semua kesalahannya.
Aditya mencoba menenangkan dirinya. Karena setalah bertemu dengan Bintang hatinya mulai goyah melihat rona kesedihan di wajah bintang terlebih mata perempuan itu berkaca-kaca ada jutaan raaa sesal dalam hatinya.
Tak hanya itu yang membuat dirinya jian merasa hancur. Bintang yang datang dengan seorang pria tampan jujur saja membuatnya terluka, ada rasa cemburu, marah dan benci yang berbaur menjadi satu di dalam perasaan nya.
"Siapa sebenarnya pria itu? Apakah dia adalah kekasih baru Bintang? Apakah sebegitu cepatnya dia mendapatkan pengganti diriku?" Aditya bertanya-tanya seolah tak rela Bintang bersandingan dengan pria lain.
Setelah mencukupkan diri dengan menata gati dan pikirannya di dalam toilet Adityapun kembali ke atas pelaminan. Karena bagaimanapun ini adalah hari penting. Tak mungkin ia meninggalkan Dinar seorang mempelai wanita dibatas pelaminan sendirian. Terlebih keluarganya pasti sudah menantikannya kembali sejak tadi.
"Apakah kau sakit perut?" tanya dinar kepada Aditya yang tampak pucat. Pucat bukan karena ia sedang sakit secara fisik melainkan karena sakit di dalam hatinya yang taj bisa terobati begitu mudah.
"Ah tidak. Hanya buang air kecil biasa sbil membenarkan dasiku." jawab Aditya mencari alasan yang masuk akal.
Acara kini di lanjutkan dengan potongnkue dan berdansa. Entah siapa yang mengisi kan agenda berdansa dalam pesta hari ini. Karena baik Aditya maupun Dinar keduanya tak menginginkan adanya dansa dalam acara resepsi pernikahan ini terlebih pakaian Dinar yang membuatnya cukup kesulitan bergerak.
Mau tak mau keduanya pun harus tetap melakukan dansa walau keduanya sama-sama tak bisa berdansa. Aditya kini kulai meraih pinggang samping Dinar sementara Dinar mengalungkan kedua tangan nya pada leher Aditya. Keduanya bergerak seiring alunan piano yang berdenting dengan indah. Tak ada latihan sebelumnya. Mereka hanya bergerak sebisanya saja. Mereka bergerak pelan dan lembut, sebenarnya bukan karena ingin romantis atau karena sedang menikmati suasana tapi karena keterbatasan ruang gerak Dinar dalam balutan gaun pengantinnya yang membuat mereka melakukan hak itu. Namun dimata semua orang dansa yang mereka lakukan sangat romantis.
Dalam jarak yang cukup dekat itu keduanya bisa saling menatap dengan jelas, ada rona malu dalam diri Dinar hingga membuatnya sesekali tersenyum. Namunbbeda hal dengan Aditya yang justru masih konsisten bersikap dingin dan cuek kepada perempuan yang kini berstatus sebagai istri nya tersebut.
"Apanya yang lucu? Kenapa kau tersenyum seperti itu?" tanya aditya.
"Aku tidak tersenyum tapi aku malu dilihat banyak orang dan harus berdansa seperti ini. Kenapa lagunya seolah tak habis-habis? Aku ingin acara ini segera berakhir huft.."
"Sama aku juga."
Semua orang bertepuk tangan Menyaksikan aditya dan Dinar yang berdansa dengan indah dan romantis. Setelah itu teman-teman Aditya berdatangan menghampiri pemuda itu.
"Hei bro.. Gak nyangka ya lo nikah duluan dari pada kita semua."
"Iya nih. Padahal kukian aja belum kelar. Apa jangan-jangan kamu nabung dulu ya?" sindir salah satu teman Aditya.
"Sekarang memang jaman nya nikah muda. Makanya kalian buruan cari istri biar bisa cepet sukses. Karena sukses itu berkat dorongan seorang istri." ujar Aditya kepada teman-temannya.
"Wah jadi bener nih? Kamu udah nyicip duluan? Wah wah wah.. GK nyangka ya aditya yang sedingin es balok itu ternyata ganas juga. hahaha." Aditya mencoba untuk bersabar.
"Hei.. Jika kalian datang kemari hanya untun menyindirku lebih baik pulang saja sana!!"
"Ayolah Adit kita kan hanya bercanda. Mana berani kita sama kamu. Kamu kan sekarang jadi pemimpin Danudirja Group. nanti kalau kita lulus kuliah sisakan satu posisi lah untuk sahabat-sahabatmu ini."
"Asal kau bisa jaga mulutmu itu aku akan berikan pekerjaan untukmu."
"Wah. kira-kira posisi apa nih yang cocok buat kita."
"Cleaning Service. Biar pikiran kalian itu bersih. Biar bisa jaga mulut." sindir Aditya. Jujur saja meskipun mereka adalah sahabatnya namun rupanya kelakuan mereka dan ucapan mereka masih seperti anak kecil.
"Bagaimana jika kita malam ini berpesta?"
"Apa kau mau mengadakan pesta di dalam pesta?"
"Ayolah. Pesta lajang itu penting. Besok kau sudah tak bisa berpesta lagi bersama kita. Karena mulai besok kau akan menjadi seorang suami yang takut istri." sindir teman Aditya.
"Oke baiklah. Malam ini kita akan berpesta sampai pagi." Aditya memutuskan untuk ikut berpesta dengan teman-temannya untuk melepas masa lajang nya. Sebenarnya ia Melakukan ini karena ingin menenangkan diri dan mencoba melupakan Bintang dengan kekasih barunya.
***
Bram masih menunggu Bintang yang masih menangis, walau sebenarnya ia tak ingin ikut campur namun ia ingin mencoba untuk menghibur Bintang. Karena Bintang dulu juga pernah menghiburnya saat ia sedang terluka saat putus cinta dengan tiara.
Bram berjalan mendekati Bintang dan duduk di sebuah bangku di dekat kolam. Bram merogoh saku bajunya dan mendapati permen di dalamnya. Ia mengulurkan tangannya yang terdapat 4 bungkus permen di telapak tangannya ke arah Bintang.
"Ada yang bilang padaku jika permen atau coklat bisa menenangkan hati yang resah." Bintang yang mendengar ucapan Bram berhenti terisak. Tentu saja ia ingat karena orang yang pernah mengucapkan hal itu pada Br adalah dirinya sendiri.
"Kau masih ingat kata-kataku?"
"Tentu saja. Berkat kau aku selalu menyimpan permen di setiap saku celana atau jas dokterku. Dan itu sangat membantu diriku yang terkadang bosan."
Bintang menghapus air matanya lalu membuka sebungkus permen yang Bram tawarkan, ia mulai bisa tenang setelah menghisap permen itu. Kemudian ia memutuskan untuk duduk di samping Bram sambil masih memfokuskan pandangannya pada ikan-ikan beraneka warna yang ada di dalam kolam di dekatnya.
"Apakah sudah selesai menangis nya?"
Bersambung..