"Apa yang sedang kau pikirkan?"
Suara seseorang di sampingnya membuat Natha langsung menoleh ke arah samping di mana pria tersebut berada sebelum Akhirnya gadis tersebut menghela nafas sejenak dan kembali memandang langit kamar dengan perasaan yang berkecamuk.
"Aku kesepian," jawab Natha yang kini kembali menghela nafas. "Apa yang harus ku lakukan?"
Kemudian gadis itu merubah posisinya menjadi membelakangi sehingga seseorang yang berada di dekatnya tersebut saat ini memandang punggung mungilnya itu dengan senyum manisnya.
"Hey, Natha."
"Apa?"
"Lihatlah aku, kemarilah."
Akan tetapi gadis itu masih saja diam dan tidak merubah posisinya sama sekali sehingga membuatnya yang mengetahui hal tersebut langsung menghela nafas.
"Aku tidak bisa terus seperti ini, bagaimana kau bisa tetap terlihat biasa saja di depannya?"
"Aku hanya sedang berusaha menjaga apa yang seharusnya ku jaga."
Senyuman kecut pun diberikan oleh seorang gadis yang berada di sampingnya saat ini. Sepertinya tidak ada pilihan lain selain diam dan tidak perlu mengatakan apapun kepadanya tentang apa yang ingin dilakukannya tersebut.
"Apa kau tahu kalau aku kesepian?"
"Ya, aku sangat tahu dan mengerti tentang semua perasaanmu, Natha. Tapi kita tidak bisa melakukan itu dengan gegabah, ada banyak orang yang mengelilinginya, jadi tak mudah bagi kita untuk membuatnya menderita."
Kedua mata Natha menatap kosong lurus ke depan setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh seseorang yang berada di belakangnya tersebut.
"Aku bertemu dengan seorang gadis di Mansion."
"Jane," ujar pria itu. "Nama gadis itu adalah Jane."
Gadis itu yang mendengarnya pun langsung berdecih sebelum akhirnya berkata, "Kau bahkan sangat tahu orang-orang disekelilingnya."
"Ayolah jangan seperti itu."
Kemudian Natha menghela nafas mencoba untuk memejamkan kedua matanya, sedangkan seseorang yang berada di belakangnya pun masih menunggu sahutannya tersebut.
"Aku ingin tidur."
"Baiklah," ujar pria itu. "Apa kau ingin dipeluk?"
"Tidak, cukup kau tak pergi lebih dulu sebelum aku benar-benar sudah tertidur."
Mendengar itu membuat pria itu tanpa sadar mulai menyunggingkan kedua sudut bibirnya sehingga membentuk sebuah senyuman sebelum akhirnya menganggukkan kepalanya seketika.
"Ya sudah, cepat kau tidur."
"Hm."
Beberapa saat kemudian suasana pun sudah kembali hening dengan pria itu yang saat ini sedang memerhatikan punggung gadisnya itu dengan senyumannya yang begitu tulus hingga di mana ia merasa bahwa Natha sudah tertidur membuat dirinya yang mengetahui hal tersebut langsung bangun dari baringannya.
Sejenak ia melihat kembali gadis itu yang sudah tertidur hanya untuk memastikan bahwa Natha sudah benar-benar terlelap sebelum akhirnya dirinya menuruni tempat tidur lalu menggunakan pakaian atasnya kembali.
Kembali pria itu memerhatikan gadisnya untuk terakhir kali sebelum akhirnya berkata, "Selamat malam, Natha. Tidurlah dengan nyenyak, aku berjanji saat kau terbangun esok pagi, aku sudah kembali."
Setelah itu ia pun berdiri, lalu dirinya melangkahkan kakinya keluar dari dalam kamar meninggalkan seorang gadis yang saat ini sudah benar-benar tertidur dengan lelap sehingga membuat pria tersebut yang akhirnya bisa menghela nafas dengan lega.
***
Tentang percakapannya tadi di telepon bersama David membuat wanita itu tidak bisa berhenti untuk tersenyum. Saat ini Jane sedang berada di sebuah meja yang berada di dalam kamar yang ditempatinya tersebut dengan sebuah nampan yang baru saja diantar oleh pekerja yang berada di Mansion ini.
"Dia sungguh lucu, tetapi juga menyebalkan."
Karena ini adalah perintah dari David, jadi wanita itu dengan senang hati menerima makanan yang berada di hadapannya tersebut sehingga kini mulai menyantapnya secara perlahan hingga di mana terdengar suara ketukan pintu kembali membuat Jane terpaksa harus berdiri dari duduknya dan berjalan mendekati suara itu untuk memastikannya.
Setelah pintu terbuka, ternyata maid itu kembali dengan segelas minuman membuat Jane yang mengetahui hal tersebut langsung menyunggingkan kedua sudut bibirnya tersenyum dengan apa yang baru saja dikatakan oleh seseorang yang berada di hadapannya saat ini.
"Maafkan saya, ya, Nona."
"Tidak apa-apa, sebelumnya terima kasih sudah mengantarkan makanan dan minumannya untukku."
Seorang wanita yang berada di hadapanya itu pun langsung menggelengkan kepala dengan senyum manisnya tersebut sebelum akhirnya kembali berkata, "Jangan berterima kasih padaku, Nona. Ini adalah perintah dari Tuan muda, jadi saya harus menjalankannya. Kalau begitu saya permisi, masih ada yang harus saya kerjakan di belakang."
"Oh, iya baiklah," ujarnya tersenyum. "Terima kasih minumannya."
Kini Jane pun sendiri, wanita itu tersenyum menatap segelas air minumannya tersebut sebelum akhirnya masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya kembali sebelum akhirnya berjalan mendekati sebuah meja di mana tempat duduknya berasal.
***
Ketika sedang asyik memainkan ponselnya, tiba-tiba saja suara ketukan pintu pun terdengar membuat David yang mengetahui hal tersebut langsung mendongak memandang sebuah pintu tersebut dengan senyum manisnya.
"Masuk!" titahnya membuat seseorang yang berada di balik pintu pun datang. Senyuman yang awalnya berharap bahwa penantiannya telah usai itu kini memudar dan tergantikan oleh keterkejutannya ketika melihat pria tua yang berada di hadapannya saat ini baru saja memasuki ruangan dengan keangkuhannya tersebut.
"Selamat siang, Tuan mudaku," sapa pria itu dengan senyum manisnya. "Kau tidak mengabariku sejak kedatanganku terakhir kali kemari."
David yang mengetahui itu pun langsung menghela nafas sejenak dengan satu tangannya yang mengepal membuat seorang pria yang berada di hadapannya itu tersenyum smirk melihatnya.
"Untuk apa ayah datang ke sini?"
"Tentu saja, untuk menjengukmu dan memastikan kalau kau baik-baik saja di sini."
Terdengar suara decihan dari seseorang yang berada di hadapannya saat ini sebelum akhirnya David pun berkata, "Untukku atau Perusahaan saja?"
Ia tahu bahwa sang ayah hanya menginginkan Perusahaannya saja, tetapi tidak dengan dirinya. Pria tua itu mementingkan keinginannya sendiri, dan David adalah korbannya.
Jika waktu bisa diputar, maka David memilih untuk membangun semuanya dari nol dengan hasil kerja kerasnya sendiri. Tetapi sang ayah menunjuknya, padahal masih ada ke lima adiknya yang juga pantas mendapatkan semua ini.
"Jangan berani membantahku, David!" ujar pria itu dengan tatapan tajamnya. "Kau adalah putraku."
"Aku memang adalah putramu, tetapi kau tidak pantas mengatur kehidupanku. Cukup Jangan kau campuri hidupku, termasuk hubungan asmaraku."
"Dia ada di Mansion mu, kan?"
Mendengar itu membuat David langsung mengeraskan rahangnya ketika sang ayah mengatakan hal itu membuat pria tersebut yang mengetahuinya pun langsung menundukkan kepala dengan kedua mata yang terpejam, bermasuk untuk menahan amarahnya di hadapan seseorang yang berada di hadapannya saat ini.
"Untuk apa kau mengetahuinya? Aku tidak ingin kau mencampuri urusanku lagi seperti tahun-tahun lalu."
"Dia bukanlah berasal dari keluarga yang kaya sepertimu, David. Jadi jangan terlalu dekat dengan wanita itu!"
David yang sudah tidak tahan dengan mulutnya pun, kini mendongak memandang seorang pria yang masih berdiri di hadapannya dengan tatapan tajamnya itu.
"AYAH CUKUP!"