Semua orang sudah berkumpul di meja makan dengan Celine yang baru saja kembali dan mendudukkan dirinya di antara mereka yang berada di sini. Salah satu di antara mereka pun berbicara membuat Celine yang mendengarnya pun berbicara.
"Sayang, dimana Kakakmu itu?"
"Dia sedang mandi."
"Oh, apakah dia terlambat bangun?"
Celine mengedikkan bahunya sejenak sebelum akhirnya gadis tersebut berkata, "Tidak tahu, mungkin sepertinya begitu."
"Dia pasti lelah," gumam wanita itu dengan bersedih. "Kasihan sekali putraku."
"Untuk apa kau mengkhawatirkannya?"
"Tentu saja aku mengkhawatirkannya," ujarnya. "Apa kau tidak pernah khawatir padanya?"
Pria itu yang sedang memandang makanannya pun langsung menghela nafas sejenak sebelum akhirnya berkata, "Tidak, untuk apa aku mengkhawatirkannya, lagi pula dia sudah besar."
Wanita itu langsung menggelengkan kepala setelah mendengar jawaban dari sang suami hingga di mana seseorang yang ditunggu-tunggu pun datang.
"Selamat pagi, David."
"Pagi, Ibu."
"Duduklah di samping adik bungsumu itu, dia yang sengaja mengosongkan kursinya untukmu."
David yang mendengarnya pun langsung menghela nafas sejenak sebelum akhirnya pria tersebut menarik kursi dan mendudukkan dirinya tepat di samping seorang gadis cantiknya itu.
"Oh, ya? Jadi kau yang melakukannya?" Pria itu tersenyum menatap Celine yang berada di sampingnya tersebut dengan satu tangannya yang mengusap puncak kepalanya itu. "Terima kasih adik cantikku."
"Sama-sama, Kakak."
Kemudian David memadang semua adiknya yang berada di hadapannya itu sehingga membuat pria tersebut yang mengetahuinya pun menghela nafas seketika.
"Bagaimana dengan sekolah kalian?"
Semua adiknya hanya diam dengan kesibukannya masing-masing membuat pria tersebut yang mengetahuinya pun langsung menghela nafas seketika. Hal itu pun yang membuat Belen sedikit kecewa dengan putra dan putrinya tersebut.
"Jika ada seseorang yang bertanya, seharusnya kalian menjawabnya. Sean, Sehan, Kayra, Kayla, Mama tidak suka itu!"
Keempat adiknya yang satu ini langsung menghela nafas sejenak sebelum akhirnya salah satu di antara mereka pun berbicara.
"Maafkan aku, Kak David," ujar Kayla.
"Aku juga," sahut Kayra.
"Aku juga, Kak." Sehan menundukkan kepalanya dengan penyesalan.
"Maaf, Kak," ujar Sean.
Sementara itu Celine yang mendengarnya pun langsung menghela nafas lalu menoleh ke arah samping di mana David yang saat ini sedang tersenyum menatap para kakaknya.
"Kakak," panggilnya membuat seorang pria di sampingnya menoleh. "Jangan bersedih, ya. Celine tidak ingin kau seperti ini."
"Aku baik-baik saja, Celine. Terima kasih karena sudah peduli padaku."
Begitu besar rasa sayang David untuk adik terakhirnya yang satu ini, ia selalu memanjakannya. Sejak kecil Celine sangat dinantikan kedatangannya ke dunia ini hingga akhirnya dirinya dapat bertemu dengannya seperti sekarang ini.
"Sama-sama, Kakak. Tapi ... apa kau akan pergi setelah ini?"
"Ya, ada apa?"
"Aku tidak ingin kau pergi, Kakak. Bisakah aku ikut denganmu?"
"Kau harus meminta izin Ayah lebih dulu."
Mendengar itu membuat Celine langsung mengerucutkan bibirnya sehingga David yang melihatnya pun tersenyum gemas.
"Ada apa denganmu, Celine?"
"Ayah pasti tidak akan mengizinkanku untuk pergi."
"Tenang saja, aku yang akan berbicara dengannya nanti."
Kedua mata Celine langsung terbelalak setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh seseorang yang berada di hadapannya saat ini sehingga gadis tersebut yang mengetahuinya pun berbicara.
"Apakah itu benar?"
"Ya, tentu saja. Aku akan mencoba untuk berbicara dengan Ayah, jika dia mengizinkannya, maka mulai besok kau akan tinggal bersamaku."
Celine tersenyum menatap David yang saat ini juga sedang tersenyum kepadanya.
"Terima kasih banyak, Kakak."
Kini semuanya pun langsung menikmati sarapan pagi bersama dengan diam dan hanya terdengar suara dentingan sendok dan garpu yang beradu.
***
David berjalan menuju ke ruangan pribadi sang Ayah untuk membicarakan perihal adiknya. Ia ingin mewujudkan keinginannya sehingga dirinya saat ini sudah berada di depan pintu sebuah ruangan.
"Siapa?"
"David."
"Masuk."
Pria itu yang mendengarnya langsung menghela nafas sejenak sebelum akhirnya mendorong pintu tersebut agar ia menuju ke dalam sana sehingga dirinya dapat melihat seseorang yang sedang berdiam diri membelakanginya memandangi jendela.
"Aku sudah tahu, kau pasti akan datang ke sini. Apa ini tentang Celine adikmu?"
David langsung menghela nafas sejenak sebelum akhirnya menganggukkan kepala. Pria itu akan berusaha mengambil sang adik agar bisa tinggal bersamanya.
"Iya, seperti yang sudah kau ketahui, maka ... izinkan aku membawa Celine, Ayah. Biarkan aku yang menggantikanmu dan Mama untuk menjaganya."
"Bukankah kau sudah tahu bagaimana masalahmu saat ini di luar sana?"
"Aku tahu, Ayah. Tapi aku akan benar-benar menjaganya, Celine akan bahagia jika tinggal bersamaku."
Pria tua itu masih membelakanginya, ia menghela nafas sejenak sebelum dirinya memutuskan untum memutar tubuhnya ke belakang dan melihat David yang sedang menatapnya dengan berbeda.
"Jadi maksudmu, Celine tidak bahagia berada di sini?"
David langsung terdiam mematung di tempatnya setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh seseorang yang berada di hadapannya saat ini.
"Aku tidak tahu, tetapi ... aku ingin dekat dengannya, Ayah. Izinkanlah aku membawa Celine untuk tinggal bersamaku."
Kedua mata pria tua langsung memincing setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh putranya tersebut sebelum akhirnya menghela nafas lalu menggelengkan kepala.
"David," panggilnya. "Apa ini bukan alasanmu untuk tidak menikah, kan?"
Seketika kedua mata David langsung terbelalak setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh seseorang yang berada di hadapannya. Ia menggelengkan kepala, dirinya benar-benar terkejut dengan yang baru saja di dengarnya itu.
"Apa kau berpikir kalau aku menyukai Celine? Adikku sendiri?"
Seseorang yang berada di hadapannya saat ini langsung menghela nafas sejenak sebelum akhirnya melipat kedua tangannya di dada.
"Ya ... mungkin saja, karena kau yabg bersikeras untuk membawanya pergi dari sini."
"Bukan aku membawanya pergi, tapi aku ingin dekat dengan adik yang paling ku sayangi, Ayah. Celine juga tidak mau jauh dariku. Begini saja, jika kau mengizinkanku untuk membawa Celine tinggal bersamaku, maka aku berjanji akan memastikan gadis kecilku selalu belajar dengan benar."
Mendengar hal tersebut membuat seseorang yang berada di hadapannya saat ini langsung menghela nafas sejenak sebelum akhirnya menunduk sembari berpikir.
"Ku mohon, Ayah."
"Baiklah, Celine bisa tinggal bersamamu. Tetapi ... ku harap kau benar-benar menepati janjimu, David."
"Tentu saja, Ayah. Aku akan menjaganya dengan benar, kau tidak perlu khawatir dengan itu."
***
Kini David baru saja keluar dari dalam ruangan pribadi milik ayahnya sendiri. Pria itu tersenyum, ia akan membawa kabar bahagia untuk sang adik bahwa Celine dapat pergi bersamanya saat ini.
Ketika sedang melangkahkan kakinya menuju kamar adiknya sendiri, tiba-tiba saja langkahnya harus terhenti ketika mengetahui bahwa Jane menghubunginya membuat kedua sudut bibir David langsung tertarik ke atas sehingga membentuk sebuah senyuman.
"Halo," sahutnya.
"David, kau di mana?"
"Aku masih berada di rumah," ujarnya dengan kedua alis yang terangkat. "Ada apa?"
"Apa ... kau tidak akan pergi?"
"Ke kantor, tetapi sebelum itu aku akan menemuimu lebih dulu."
"Oh, baiklah kalau begitu."
"Ya, apa kau sudah sarapan?"
Suasana hening dengan Jane yang sepertinya sedang menunggu membuat David yang mengerti hal itu pun menghela nafas seketika.
"Baiklah, tunggu aku."