Chapter 2 - Chapter 2

Sejujurnya, aku belum bisa menerima kenyataan yang menimpaku ini.

Terdampar di sebuah dunia asing merupakan hal yang tidak pernah terpikirkan olehku sebelumnya. Apalagi dunia ini tidak secanggih dunia yang sebelumnya pernah kutinggali, aku benar-benar dibuat bosan dan harus beradaptasi dengan cepat karenanya.

Namun, sedikit demi sedikit aku bisa menerimanya. Walaupun aku tidak bisa menggunakan ponsel dan benda-benda canggih lainnya, setidaknya aku bisa bersantai tanpa harus memikirkan cara mencari uang dengan susah payah.

Aku menyibakkan gorden yang menutupi jendela kamarku. Sinar matahari pagi mulai membanjiri kamarku dengan hangatnya.

Ah~

Nikmatnya matahari pagi ini.

Sinar mentari menyinari sebagian dunia yang berputar mengelilingi matahari dan membuat dunia yang tadinya gelap menjadi cerah. Biasanya, orang-orang sudah sibuk bersiap-siap untuk bekerja, namun disinilah aku, kembali keatas ranjang lalu menarik selimutku dan memejamkan mataku lagi.

Sudah dua hari aku seperti ini sejak dokter mengatakan bahwa demamku berangsur membaik. Dokter menyarankanku untuk tidak melakukan pekerjaan yang terlalu berat. Tentu saja dengan senang hati aku menuruti saran dokter tersebut.

Lalu bagaimana soal kontrak?

Yah, aku sudah menulisnya dan ku simpan di dalam laci meja kerjaku, tapi aku belum sempat bertemu dengan Charles.

Charles masih sibuk dengan pekerjaannya. Kata sekretarisnya yang bernama Ronald, aku dapat bertemu dengannya setelah pekerjaan yang ia lakukan usai. Aku pun mengerti dan kembali ke kamarku dengan tenang.

Tapi aku bukan wanita bodoh yang akan percaya begitu saja. Aku tahu si Charles sedang mengabaikanku.

Sedang sibuk dengan pekerjaannya? Sibuk menghindariku, gitu? Yah kalau dia bersikeras untuk menghindar dariku, mau tidak mau aku akan gunakan caraku sendiri untuk bertemu dengannya.

Tok tok tok.

Ini dia.

Aku mengangkat sudut bibirku menyeringai jahat. Yura masuk dengan terburu-buru sambil membawa sesuatu di tangannya.

"Nyo-Nyonya, apa benar anda akan melakukan ini?"

"Tentu saja. Untuk apa aku berbohong."

"Tapi Nyonya, setidaknya bawalah satu pengawal untuk menjaga Nyonya."

Aku menggeleng.

"Tidak perlu."

Yura menatapku dengan khawatir. Aku menepuk pelan pundaknya.

"Tenang saja, kita akan baik-baik saja."

Aku turun dari kasur dan mengambil baju yang ada di tangan Yura. Baju tersebut terlihat simpel dan polos tanpa hiasan apapun. Panjang roknya hanya sebatas lutut dan terlihat nyaman untuk digunakan.

Setelah aku mengganti pakaianku, aku memakai jubah untuk menutupi kepala dan wajahku. Wajah ini terlalu cantik untuk berkeliaran di dunia luar sendirian.

Eh aku tidak sendirian deh, Yura juga akan menemaniku karena aku tidak hafal daerah-daerah di dunia ini.

"Yuk." Ucapku sambil melangkah keluar dari kamarku dengan mengendap-endap.

Walaupun aku di abaikan oleh Charles, namun para ksatria dan pelayan masih sering berkeliaran di depan kamarku. Mau bagaimanapun sebelumnya aku merupakan seorang Tuan Putri dari Kekaisaran, jadi tidak mungkin mereka akan mengabaikanku. Kalau sampai Kaisar tahu putrinya hilang atau mati terbunuh, Kaisar tidak akan tinggal diam.

Akhirnya, aku dan Yura berhasil menyusup keluar menggunakan kereta kuda yang baru saja mengangkut makanan ke kediaman Duke. Perjalanan menuju ke kota Harvey dari kediaman Duke menghabiskan waktu satu jam untuk berjalan kaki. Syukurnya kami mendapatkan tumpangan tanpa izin yang sedang berjalan kembali ke kota Harvey.

"Nyonya, kita sudah sampai di kota." Bisik Yura padaku.

Aku mengangguk.

Saat kereta berhenti, aku dan Yura segera turun lalu pergi berkeliling di dalam kota.

Tujuanku berkeliling hari ini bukan untuk bersenang-senang, melainkan...

"Apa dress ini merupakan dress paling mahal yang kau jual di toko ini?"

"Iya, Nona."

"Aku ambil itu. Ah, apa ini juga mahal?"

Pelayan itu mengangguk kembali, "Iya, Nona."

Ya, aku mampir ke sebuah butik yang katanya sangat terkenal di kota Harvey.

Sekedar informasi. Umur Cornelia di dunia ini masih 20 tahun dan tentu saja wajahnya terlihat sangat muda. Jadi, orang-orang yang belum pernah melihat Cornelia secara langsung akan mengira kalau Cornelia ini merupakan wanita muda yang belum menikah.

Tentu saja para penjual yang ada di kota ini tidak tahu paras Cornelia secara detail. Mereka hanya tahu kalau tuan tanahnya, Duke Harvey menikah dengan Tuan Putri Cornelia Crescentia. Cornelia selalu memesan baju dan perhiasan di Ibu Kota yang terletak di Kekaisaran itu sendiri, jadi tidak seorang pun yang tahu siapa wanita yang sibuk mencari barang mahal dihadapan mereka saat ini.

"Oh iya, bisakah kau carikan dress yang cocok dengan saudariku ini?" Tanyaku sambil merangkul Yura.

"Ny-Nyonya..."

"Ssst."

Aku tersenyum pada pelayan toko tersebut dan pelayan tersebut segera membawa Yura berkeliling di dalam toko.

Setelah menemukan gaun yang pas dengan Yura, aku segera menandatangani cek untuk membayar barang-barang yang sudah ku beli. Tentu saja tidak menggunakan namaku melainkan menggunakan nama Charles. Pelayan tersebut terkejut saat melihat nama Charles di atas cek itu dan aku meletakkan jari telunjukku diatas bibirku mengisyaratkan dirinya untuk tetap diam.

"Nyonya, apa ini tidak apa-apa?" Tanya Yura yang terlihat tidak tenang.

"Tidak apa. Lagian Charles tidak peduli padaku, setidaknya biarkan aku menggunakan uang yang dimilikinya untuk memuaskan hasratku."

Kali ini kami berjalan menuju toko perhiasan dan mencari beberapa perhiasan yang mahal dan indah. Tentunya pembayaran cek menggunakan nama Charles.

Setelah puas membeli barang-barang mahal, aku dan Yura pergi menuju sebuah restoran mahal yang ada di kota tersebut dan memesan beberapa makanan lezat disana. Awalnya Yura menolak karena takut, tetapi karena aku menggodanya terus menerus, akhirnya ia ikut makan bersamaku. Tentu saja pembayaran di restoran ini juga dengan nama Charles. Lalu barang-barang yang sudah kubeli akan di antarkan ke kediaman Harvey besok.

Setelah lelah berkeliling kesana kemari, aku duduk di dekat air mancur dan melihat seorang anak kecil yang sedang ditindas oleh beberapa preman. Tidak ada satupun orang yang berani menolongnya.

"Yura, kenapa tidak ada yang berani menolong anak tersebut?"

"Ah, mereka takut berurusan dengan preman-preman itu."

"Termasuk dirimu?"

Yura mengangguk.

Aku memakluminya karena Yura perempuan. Tetapi aku sangat kesal melihat banyaknya laki-laki dewasa yang hanya lewat dan menyaksikan anak itu disiksa oleh para preman itu.

Aku bangkit dari tempat dudukku dan segera berlari menuju anak tersebut. Yura memanggilku namun aku mengabaikan panggilannya dan sekarang aku berdiri tepat di antara anak dan preman-preman itu.

"Hentikan."

Baru saat itulah aku benar-benar sadar kalau aku baru saja masuk ke dalam jebakan harimau.

Si bodoh ini, apa yang kulakuan?! Kenapa aku malah terjun ke liang kuburku sendiri sih?!

Aku dapat merasakan jantungku yang berdetak dengan kencang dan perasaan takut yang menjalar di dalam tubuhku. Aku mencoba memasang wajah setenang mungkin dan menatap tajam pada para preman tersebut.

"Wah, ada wanita cantik. Apa kau ingin bergabung dengan bocah itu?" Tanya salah satu preman itu padaku.

"Hah? Apa kau bodoh? Siapa yang mau bermain dengan kalian orang-orang jahat? Aku kesini ingin membawa bocah itu pergi dari setan-setan jahat seperti kalian."

Dasar mulut bodoh! Kenapa kau memprovokasi mereka seperti itu?!

Senyum dari wajah preman-preman itu menghilang digantikan dengan ekspresi mengerikan yang tergambar di wajah mereka. Mereka menatapku penuh permusuhan dan terlihat seperti ingin melahapku hidup-hidup saat ini juga.

"Kau... Berani-beraninya...!!!"

Sial. Tamatlah riwayatku hari ini.

Aku memejamkan mataku saat melihat tangan preman tersebut terangkat keatas dan ingin memukulku. Dengan pasrah aku bersiap menerima pukulan darinya sambil memejamkan mata, namun sampai satu menit kemudian aku tidak merasakan apa-apa di wajahku. Apakah sesakit itu preman itu memukulku hingga aku tidak merasakan rasa sakit sama sekali?

BUAG! BUK! BRUK!

Bukannya mendapatkan pukulan dari preman tersebut, aku malah mendengar suara orang-orang yang sedang dihajar. Karena penasaran, aku membuka sebelah mataku dan melihat seorang pria berjubah hitam sedang menghajar preman-preman itu satu persatu.

Wow!!!

Hebat sekali pria itu!

Aku terkagum-kagum melihat para preman yang ambruk setelah dihajar oleh pria tersebut. Tanpa sadar pria tersebut menoleh padaku dan menatap mataku dengan wajah datarnya.

"Nona, apa kau tidak apa-apa?" Tanyanya padaku.

Aku mengangguk dan masih kagum dengan kekuatan yang ia miliki. Preman-preman itu bertubuh besar dan dia mengalahkan mereka semua seorang diri. Rasanya aku seperti di selamatkan oleh seorang pangeran di negeri dongeng.

"Syukurlah kalau tidak apa-apa." Balasnya sambil tersenyum lega.

Woi manis banget senyumnya!!!

Tiba-tiba aku merasakan sesuatu menarik-narik jubahku.

"Ka-kakak, terimakasih sudah menyelamatkanku."

Aku menoleh ke belakang dan melihat anak yang tadi di tindas oleh preman-preman itu menarik jubahku dengan luka di sekujur tubuhnya.

Oh iya! Aku lupa kalau aku kemari karena ingin menyelamatkan anak ini!

"A-ah, kau terluka!"

Anak itu tertawa pelan padaku.

"Tidak apa Kak. Ini tidak sakit."

Jidatmu gak sakit! Aku yang melihatnya saja ngeri tau!

"Aku akan membelikan obat untukmu. Tetap disini dan jangan berani kemana-mana. Oh iya, bisakah aku memintamu untuk mengawasi anak ini sebentar saja?" Tanyaku pada pria yang menyelamatkanku tadi.

Dia terlihat kebingungan tapi tetap mengangguk menanggapi permintaanku. Aku segera berlari menuju toko obat dan mencari obat untuk mengobati luka anak tersebut.

Setelah mendapatkan obat yang kubutuhkan, aku kembali ke tempat tadi dan melihat Yura sudah bergabung dengan mereka berdua.

"Nyo-Nyonya!!!" Panggilnya padaku sambil menangis.

"Daripada menangis, lebih baik kau bantu aku untuk mengobati luka anak itu."

Yura menghentikan tangisannya dan segera membantuku mengobati luka anak tersebut. Setelah mengobati luka anak itu, aku menoleh pada pria yang menyelamatkanku tadi.

Pria itu berkulit cokelat dengan surai hitam dan manik berwarna ungu. Wajahnya sangat tampan dan manis pada saat yang bersamaan. Tubuhnya terlihat kekar seperti seorang ksatria yang tergambar dari balik jubahnya. Aku mengamati wajah manisnya dan menemukan sebuah luka di pipinya. Dengan terburu-buru aku mengambil alkohol lalu kubalurkan pada kapas dan membersihkan luka tersebut dengan pelan.

Ia terlihat terkejut dengan perlakuanku, namun aku tidak ada waktu untuk menghentikan pertolongan pertama ini. Yah walaupun lukanya tidak separah anak tadi, tapi wajahnya merupakan aset berharga yang akan memikat wanita nantinya. Aku hanya membantunya untuk tidak kehilangan aset tersebut.

"Nah, sudah selesai." Seruku setelah mengoleskan obat di lukanya dan menutupnya dengan plester.

Pria itu memegang pipinya yang terluka dan menatapku seperti orang bodoh.

"Terimakasih..." Ucapnya pelan.

"Sama-sama. Terimakasih juga sudah menyelamatkanku tadi. Kalau kau tidak ada, aku tidak tahu lagi bagaimana nasibku tadi."

"Nyonya, sudah sore. Lebih baik kita segera kembali sebelum kepala pelayan mencari anda." Seru Yura padaku.

"Ah iya! Kalau begitu, aku pamit dulu ya. Kau anak kecil, lain kali jangan sampai berurusan dengan preman-preman itu ya. Nih aku berikan beberapa koin perak yang kupunya untukmu."

Lalu aku menoleh pada pria yang menyelamatkanku tadi.

"Lalu kau, sekali lagi terimakasih sudah membantuku. Tapi kumohon setidaknya kau jaga wajahmu yang manis dan tampan itu agar tidak terluka. Aset itu harus dijaga sebaik mungkin, oke?"

Kedua laki-laki itu mengangguk.

Aku segera pamit dengan mereka berdua dan kembali ke kediamanku.

Sementara itu, pria berkulit cokelat itu menatapku yang menjauh dengan senyuman di wajahnya.

"Hm, aset ya."

Pria itu tertawa kecil.

"Kak, apa kau menyukai kakak cantik barusan?" Tanyanya pada pria itu.

Pria itu menoleh pada anak kecil itu dan menatapnya.

"Hm, menurutmu?"

"Sepertinya Kakak suka."

Pria itu mengacak rambut anak kecil tersebut.

"Kau masih kecil sudah mengerti hal-hal seperti itu ya. Ayo, kuantar kau pulang."

Pria itu mengantar anak kecil yang diselamatkan oleh Cornelia pulang kerumahnya dengan selamat.