Chereads / Mawar Jingga / Chapter 17 - 17. Kerjasama yang Menyenangkan

Chapter 17 - 17. Kerjasama yang Menyenangkan

Setelah Andi pergi, Amira langsung masuk ke rumahnya. Ia terpana melihat beberapa pelayan sednag mengintip di jendela. Amira mendekat dan mengulurkan tangannya, menyentuh pundak Paman Kasan, ketua pelayan di rumahnya yang dikirim khusus oleh Sultan untuk menjaga dirinya.

"Paman sedang apa di sini?"

Paman Kasan terperanjat. Ia yang awalnya hanya meniru kegiatan beberapa pelayan, kini merasa sangat malu karena ketahuan tuan putrinya. Ia menunduk, memberi hormat pada Amira lalu mencoba untuk membuka suara memberi penjelasan.

"Maaf Tuan putri, paman hanya . . ."

Amira masih menunggu penjelasan Paman Kasan, saat tiba-tiba ponselnya berdering. Sebuah panggilan masuk dari nomor baru untuknya. Ia memandang ponselnya dengan ragu, antara menerima panggilan atau menolak. selama ini ia sering menolak panggilan dan beberapa kali ia gagal mendapatkan job yang seharusnya ia terima.

Amira menggeser simbol telpon warna hijau, menerima panggilan dengan hati-hati.

"Selamat siang, Nona Mawar"

Amira terpana mendengar suara yang hadir di telinganya. Suara laki-laki yang sangat familiar baginya. Ia mengernyitkan keningnya, mencoba menganalisa siapa pemilik suara yang sangat akrab dengannya.

"Selamat siang, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?"

Laki-laki di seberang tertawa. Ia benar-benar bahagia ketika mendengar suara Mawar Jingga. Gadis yang selama ini ia rindukan dan ia idolakan. Sesaat laki-laki di seberang memandang ponselnya dan mengalihkan panggilan suara menjadi panggilan video.

Amira yang tidak menyangka akan terjadi perubahan panggilan segera menutupkan kerudungnya untuk menutup wajahnya dan menerima panggilan laki-laki yang ingin ia ketahui.

"Halo, Nona Mawar."

Amira mengangguk. ia tidak menyangka kalau penelponnya hari ini adalah Khalid. laki-laki yang sudah menganiaya dirinya secara semena-mena. Ia ingin sekali menutup panggilan namun ia urungkan. Salah langkah bisa membuat dirinya dalam bahaya. Ia tidak ingin Khalid mencurigainya dan mengetahui identitasnya dengan cepat.

"Halo, Tuan. Maaf, saya bicara dengan Tuan siapa?"

Suara Amira yang berbeda karena ditutup penutup wajah membuat Khalid tidak mengenali pemilik suara Mawar Jingga. Ia mengangguk lalu tersenyum. tangannya melambai, bibirnya tersenyum lebar. Rasa bahagia yang ia rasakan karena berhasil berbicara kepada penulisnya membuat dia lupa pada sikap arogan yang selalu ia tampilkan di khalayak.

"Saya Khalid, Nona. Khalid Kusuma Wardhana. Owner Penerbit Pustaka yang mengundang Anda untuk hadir dalam acara pelatihan kepenulisan bersama penulis-penulis pemula. Saya harap Anda sudah menerima surat undangan dan permohonan kami."

Amira mengerutkan dahinya. Ia masih memegang surat yang dimaksud oleh Khalid dan menunjukkannya pada laki-laki di layar ponselnya. Khalid mengangguk lalu tersenyum. matanya berbinar bahagia melihat idolanya sudah menerima undangan acaranya.

Acara khusus yang ia buat hanya demi bisa berbicara dengan Mawar Jingga, penulis yang sudah mampu mengangkat perusahaannya di peringkat pertama penerbitan buku. Buku-buku Mawar Jingga yang selalu best seller, membuat Penebit Pustaka melejit. Menduduki peringkat satu tingkat nasional dan peringkat lima belas di asia tenggara.

Omset yang dihasilkan tidak tanggung-tanggung. Penerbit ini bisa meraih keuntungan milyaran rupiah dalam sebulan karena peluncuran buku Mawar Jingga mencapai ribuan eksemplar dalam satu masa cetak.

"Adakah yang bisa saya bantu, Tuan?'

"Em, apakah Nona belum membaca suratnya?'

"Belum. Ini baru saja saya terima."

"Ok, silakan Nona buka dan baca dulu. Setelah itu kami menunggu konfirmasi kessanggupan Nona. Kalau waktu kami fleksibel. Kami berharap Nona bisa menyetujui waktu yang kami ajukan, atau Nona bisa mengundur atau memajukan sesuai dengan agenda Nona Mawar."

Amira mengangguk. ia segera mematikan panggilan dan meletakkan ponselnya di meja ruang tengah. Ia duduk di sofa sambil memandang surat bersampul putih bertuliskan identitas penerbit dan dirinya.

Tangannya lincah membuka sampul. Dengan sekali tindakan, ia berhasil membuka surat dan membacanya perlahan. Setelah melihat tanggal yang tertera di undangan, ia memandang kalender, memastikan bahwa dia tidak ada agenda apapun di tanggal yang sama.

"Alhamdulillah tidak ada yang bersamaan. Aku bisa menerima undangan ini dan siap mengisi acara." Gumam Amira. Ia segera mengirim pesan kepada Khalid.

"Saya siap, Tuan"

Khalid yang masih duduk di meja kerjanya segera mengecek pesan yang dikirim Amira kepadanya. Ia tersenyum melihat persetujuan Amira.

"Akhirnya aku akan bisa mengobrol denganmu Mawar Jingga. Aku adalah fans berat yang selalu menjadi pengagum rahasiamu. Apalagi saat kau menolongku kemarin, aku menjadi semakin terpesona pada kelebihanmu." Batin Khalid sambil mengetikkan jawabannya. Amira segera meraih ponsel dan membawanya masuk kamar. Ia yang sudah sangat lelah akhirnya merebahkan badannya tanpa membersihkannya terlebih dulu. Kebiasaan buruk yang selalu dipermasalahkan ibunya. Beberapa kali ia harus menerima omelan ibunya saat ia tinggal di istana.

"OK, aku tunggu di lokasi satu minggu yang akan datang, Nona. Sebuah kehormatan bagi kami yang menerima kedatangan penulis terkenal seperti Nona Mawar. Semoga kerjasama kita akan menjadi kerjasama yang menyenangkan dikemudian hari."

Amira mengernyitkan kening, memikirkan kalimat kerja sama yang menyenangkan di kemudian hari membuat dia benar-benar bingung. Ia yang sudah diperlakukan sedemikian kasar oleh laki-laki itu sudah kehilangan selera untuk berteman apalagi memiliki kerjasama yang menyenangkan. Kalau dia tidak terlanjur menandatangani kontrak kerja sama dengan penerbit Pustaka, ia tidak akan mau mnerima undangan tersebut.

"Kecuali kalau Allah memang berkehendak."

"Kenapa melibatkan Allah dalam hal ini, Nona?"

Amira mendesah. ia sama sekali tidak ingin terlalu lama terlibat dalam percakapan pesan dengan Khalid, namun sekali lagi ia terpaksa melakukannya karena dia sudah menandatangan kontrak.

"Semua terjadi karena ijin Allah. Tidak ada yang diluar kehendak-Nya. Kita manusia hanya berencana, selebihnya serahkan pada Yang Maha Kuasa."

Khalid mengangguk, membenarkan pesan Amira dan tersenyum bahagia. Wanita yang selama ini ia rindukan benar-benar membuat dia merasa senang.

"OK, aku tunggu di acara itu, Nona. Selamat sore"

"Sore"

Amira melemparkan ponselnya dan menelungkupkan tubuhnya mencoba untuk memejamkan matanya. Bayangan setiap kejadian yang ia alami hari ini melintas satu persatu di pelupuk matanya membuat ia gagal memejamkan mata. Ia menggeleng lalu bangkit. Duduk di ranjang empuknya sambil memandang sekeliling ruangan. Kesedihannya tiba-tiba datang saat mengingat Khalid.

"Kau singa edan yang harus aku perlakukan dengan baik karena aku terlanjur menandatangani kontrak denganmu. Kalau tidak, aku tidak akan sudi menjadi mitramu."

Amira segera bangun dan melangkah menuju kamar mandi. ia selesaikan semua hajatnya sebelum azan maghrib berkumandang. Ia kenakan mukenanya dan mengambil AlQuran. Ia baca ayat demi ayat untuk menghilangkan kegundahan hatinya.

Saat azan selesai, ia segera melaksanakan salat dengan kusyu'. Amira segera menyudahi kegiatannya ketika ada sebuah ketukan di pintu kamarnya. Ia melepas mukena dan memakai kerudung lalu melangkah, membuka pintu kamar dan melihat Paman Kasan sedang berdiri di hadapannya.

"Ada apa, Paman?"

"Anu, Tuan Putri . . . "

Paman Kasan hanya menunduk, mencoba mengulur waktu karena dia sendiri harus menata hati saat menyampaikan berita yang baru saja ia terima dari istana.