Chereads / The Dream High / Chapter 15 - Penyesalan Christie

Chapter 15 - Penyesalan Christie

"Apa? Clara ada di UGD?"

Christie terkejut saat tahu di mana keberadaan putrinya saat ini. Kakinya terasa lemas dan ia nyaris saja jatuh pingsan.

"Iya, Tante, Clara sekarang ada di UGD Rumah Sakit Citra Abadi."

"Oke, Tante segera ke sana. Nanti Tante hubungi kamu lagi, ya. Tolong diangkat teleponnya."

Christie segera memutuskan panggilan telepon kemudian bergegas mengganti pakaiannya. Ia pergi ke rumah sakit dengan wajah polos tanpa polesan makeup. Saat ini, ia sama sekali tak memedulikan penampilannya. Yang menjadi fokusnya adalah kondisi sang putri yang tengah berada di UGD.

Christie segera berlari menuju dapur belakang menghampiri Rizal yang tengah makan malam bersama istrinya yang bekerja sebagai asisten rumah tangga. Wanita itu memanggil-manggil nama sang supir dengan air mata yang terus mengalir di pipinya.

"Rizal ... Rizal ...."

Melihat majikannya menangis, Silva pun kebingungan, lalu bertanya,

"Ibu kenapa nangis?"

"Clara sekarang ada di rumah sakit."

"Apa, Bu? Ya ampun, Non." Silva terkejut mendengar kabar Clara dari majikannya.

"Ayo, Rizal, kita ke Rumah Sakit Citra Abadi sekarang. Clara ada di sana."

"Baik, Bu." Rizal segera menaruh jatah makan malamnya yang belum sempat ia habiskan. Lelaki itu meneguk segelas air putih yang telah disiapkan oleh istrinya yang ia taruh di sisi kirinya.

Christie berlari ke depan rumah menunggu mobil siap untuk membawanya pergi. Sementara itu, Rizal menuruni anak tangga yang terletak di dekat dapur menuju basemen untuk memanaskan mesin mobil beberapa saat sebelum pergi mengantarkan majikannya menuju rumah sakit.

Christie kini tengah duduk di dalam mobil. Mata sembabnya menatap ke arah jendela, melihat ke arah jalanan yang tengah dipadati oleh kendaraan bermotor para pengguna jalan yang baru saja pulang bekerja.

Wanita itu menghela napas panjang, berusaha menenangkan diri dan juga pikirannya yang kalut. Ia mencoba untuk berpikir positif bahwa sang anak baik-baik saja, meskipun sempat terbesit dalam benaknya bahwa Clara dalam kondisi kritis mengingat keberadaan putrinya saat ini.

Christie belum mau menghubungi sang suami sebelum ia melihat secara langsung kondisi putrinya. Ia tak mau semua orang panik sebab kabar yang belum jelas.

Christie terus melihat ke arah jam tangannya dengan waktu yang terasa begitu lama bergulir. Jalan raya yang begitu padat membuat mereka tak kunjung sampai di tujuan.

Setelah terjebak kemacetan selama satu jam, mereka akhirnya sampai di rumah sakit tempat di mana Clara berada. Christie segera mengambil telepon genggam yang berada di dalam tas tentengnya untuk menghubungi nomor Clara.

Baru terdengar beberapa kali nada sambung telepon, panggilannya sudah diangkat.

"Halo, Hilda, kamu di mana sekarang?"

"Saya masih di depan UGD, Tante."

"Oh, ya sudah, Tante segera ke sana."

Christie membuka pintu mobil, lalu bergegas turun dan berjalan mencari UGD. Di malam yang gelap dengan minimnya pencahayaan, wanita itu mencari letak UGD di rumah sakit seluas 1000 meter persegi tersebut. Ia tak bertemu satu orang pun di sekitarnya, sehingga ia merasa kesulitan untuk menemukan ruangan tersebut.

Ia berjalan tak tentu arah di sebuah lorong yang gelap, hingga akhirnya ia melihat seorang gadis tengah duduk bersama dengan seorang wanita di depan ruang tunggu.

Karena tulisan UGD ada di luar gedung, sedangkan ia tengah berada di lorong, wanita itu pun menghampiri kedua orang tersebut untuk bertanya letak UGD rumah sakit ini.

"Permisi, Ibu tau UGD di mana?" tanya Christie pada ibunda Hilda.

"Ini UGD, Bu."

Mendengar ibunya tengah berbicara dengan seseorang, Hilda langsung menengok ke arah lawan bicara sang ibunda.

"Tante Christie?" ujar Hilda menyerukan namanya. Ia masih mengingat dengan jelas wajah ibu dari sahabatnya itu.

"Kamu Hilda, ya?" tanya Christie memastikan.

"Iya, Tante, saya Hilda."

"Akhirnya ketemu juga. Di mana Clara sekarang?"

"Masih ada di dalam UGD, Tante. Kata perawatannya sebentar lagi Clara masuk ke dalam kamar," jelas Hilda.

"Memangnya tadi Clara kenapa sampai bisa masuk ke UGD?"

"Waktu pulang sekolah, kami jalan bareng di tangga, terus tiba-tiba Clara pingsan dan jatuh ke bawah."

"Ya Tuhan, Clara ...." Mendengar penuturan sahabat dari putrinya itu, air mata Christie tak dapat terbendung. Ia menangis sejadi-jadinya.

Ibunda Hilda yang tengah duduk segera bangkit dari duduknya. Ia berusaha menenangkan wanita di hadapannya yang saat ini tengah menangis histeris.

"Tenang, Bu. Semuanya pasti akan baik-baik saja," ujar ibunda Hilda seraya mengusap-usap punggungnya. "Ayo, duduk dulu, Bu," pinta wanita itu yang kemudian menuntun Christie untuk duduk di atas kursi ruang tunggu.

Christie masih saja menangis, menutupi wajah dengan telapak tangannya. Saat ini, ibunda Hilda duduk di samping Christie hanya mengusap-usap punggungnya saja tanpa memintanya untuk tenang. Ia memahami perasaan wanita yang tengah menangis di sampingnya itu. Jikalau ia berada di posisi Christie, ia pasti akan menangis histeris.

Di tengah tangisannya, tiba-tiba seorang perawat bertanya pada mereka bertiga yang tengah duduk di ruang tunggu.

"Keluarga Clara?"

Mendengar nama putrinya disebut, Christie segera menyahuti perawat itu.

"Saya suster, saya ibunya."

"Baik. Mari Ibu ikut saya, karena Clara akan dipindahkan ke ruang rawat inap."

Christie, Hilda beserta sang ibunda segera bangkit dan mengikuti perawatan tersebut. Mereka bertiga berjalan mengiringi Clara yang tengah terbaring di atas hospital bad dalam posisi tak sadarkan diri.

Setelah melihat kondisi anaknya, Christie kembali menangis. Dalam hati, ia merutuki dirinya sendiri atas peristiwa nahas yang menimpa putrinya. Terlebih lagi peristiwa ini terjadi saat ia dan sang suami tengah menghukum putri mereka.

Sementara itu, Robert yang baru saja pulang tak menemukan keberadaan istrinya di dalam kamar. Pria itu mencoba mencari sang istri di setiap ruangan di lantai 2, tetapi tak juga ia temukan, termasuk putri mereka, Clara.

Robert segera menuruni anak tangga, mencoba menanyakan keberadaan istri dan juga anaknya pada asisten rumah tangga mereka.

"Silva, ibu dan Clara ke mana?" tanyanya pada sang ART yang tengah mencuci piring.

"Oh, tadi ibu minta tolong mas Rizal untuk antar ibu ke rumah sakit. Katanya Non Clara ada di rumah sakit," terang Silva.

"Apa? Clara ada di rumah sakit?" Rumah sakit mana?"

"Saya gak tau, Pak, tadi ibu gak bilang. Ibu cuma ngomong kalau Non Clara lagi ada di rumah sakit."

"Ya sudah, kalau begitu." Robert segera meninggalkan asisten rumah tangganya menuju ruang tamu. Lelaki itu kemudian mengambil telepon genggamnya yang ada di dalam saku celana untuk menghubungi sang istri. Panggilan teleponnya pun segera diangkat oleh Christie.

"Halo, Mama di mana sekarang?"

"Semua ini terjadi gara-gara Papa!"

Bukannya menjawab pertanyaan sang suami, Christie malah menyalahkan suaminya dengan nada penuh emosi.