"Loh, salah Papa gimana, sih, maksudnya? Papa sama sekali gak ngerti," tanya Robert bingung dengan dahinya yang berkerut.
"Iya, salah Papa! Clara dikasih uang jajan cuma sepuluh ribu dan hanya dikasih bekal roti tawar itu semua ide Papa, 'kan?"
"Iya, Papa tau itu semua ide papa, tapi jawab dulu pertanyaan papa barusan."
"Mama ada di ruang rawat inap Rumah Sakit Citra Abadi lantai 3 kamar 309."
"Oke, papa ke sana sekarang."
Robert yang belum sempat mengganti pakaian segera pergi kembali. Ia akan menuju rumah sakit tempat di mana istri dan anaknya kini berada. Gegas ia masuk ke mobil BMW Seri 7 G12 berwarna hitam yang telah ia parkirkan di dalam basemen.
Selama diperjalanan mengendarai mobilnya, Robert terus menghela napas panjang. Lelaki itu bertanya dalam benak, apa yang sebenarnya terjadi pada Clara, hingga sang istri menyalah-nyalahkan dirinya atas apa yang terjadi pada putri mereka.
Robert yang ingin segera bertemu putrinya mempercepat laju mobil agar segera sampai di tujuan. Namun nahas, sesaat setelah ia menginjak gas dan mobilnya mulai melaju kencang, ia menyerempet sebuah motor yang tiba-tiba saja muncul dari sisi kiri mobilnya dengan kecepatan sedang hingga motor itu jatuh terpental.
Robert segera menginjak rem mobil untuk memberhentikan laju kendaraannya. Karena ia tiba-tiba saja melakukan rem mendadak, tubuhnya pun terdorong ke depan. Beruntung, ia tak lupa mengenakan sabuk pengaman sehingga lelaki itu sama sekali tak mengalami benturan.
Robert melihat si pemotor yang terlempar ke jalan raya persis di depan mobilnya dengan jarak 4 meter. Helm yang ia kenakan terlepas sehingga menyebabkan kepalanya terbentur aspal. Lelaki berjaket hijau khas ojek online itu mengalami luka-luka pada kaki dan juga lengannya. Selain itu, ia mengalami patah tulang dan kepalanya terus mengeluarkan darah segar. Motornya terpental sejauh 10 meter dari tempat kejadian dan mengalami rusak parah.
Melihat kondisi pemotor yang baru saja ia tabrak, Robert pun panik. Para pengguna jalan lainnya menghentikan kendaraan mereka untuk membantu korban, ada pula yang mengetuk-ngetuk jendela mobil Robert dan memintanya untuk bertanggungjawab atas korban yang baru saja ia tabrak.
Robert membuka pintu mobil dan keluar untuk menghadapi para pengguna jalan yang kadung emosi. Bahkan, salah satu dari mereka telah mengepalkan tangan dan berhasil meninju wajah Robert hingga hidung dan bibirnya mengeluarkan darah.
Setelah tinjuan pertama itu, dengan cepat Robert segera menangkis tangan orang tersebut yang ingin memukulnya kembali. Lantas ia pun berusaha menenangkan masa yang ingin main hakim sendiri terhadapnya.
"Tenang, Bapak-bapak, tenang! Saya tau saya salah, tapi Bapak-bapak tidak berhak menghakimi saya! Saya akan bertanggung jawab atas korban dan membawanya ke rumah sakit," ujar Robert sedikit berteriak.
Salah satu dari masa berusaha menahan orang-orang yang hendak menghakimi Robert lagi dengan menepis tangan mereka dengan lengannya dan mendorong tubuh mereka ke belakang.
"Sudah, Bapak-bapak, tenang! Bapak ini mau bertanggung jawab membawa korban ke rumah sakit, dan kita tidak perlu main hakim sendiri seperti ini." Setelah diingatkan, orang-orang yang mengelilinginya pun membubarkan diri dan memilih membantu untuk mengevakuasi korban ke dalam mobil milik Robert agar dapat segera dibawa ke rumah sakit.
Korban yang tak sadarkan diri itu saat ini tengah terlentang di kursi tengah. Jok mobil mewah Robert yang baru saja diganti kini dilumuri darah segar korban yang terus saja mengalir keluar. Lelaki itu akan membawa korban tersebut ke rumah sakit tempat di mana sang istri berada.
Sudah jatuh tertimpa tangga, itulah istilah yang tepat untuk menggambarkan kondisi Robert saat ini. Belum juga lelaki itu bertemu dengan anak dan istrinya, ia harus bertanggung jawab terlebih dahulu terhadap orang yang motornya telah ia serempet hingga terpental.
Robert yang tengah mengendarai mobil beberapa kali menengok ke arah korban yang tak sadarkan diri. Ia harap-harap cemas dengan keadaan lelaki yang tengah terbaring tak di jok mobilnya. Ia berharap nyawa lelaki itu masih bisa diselamatkan walaupun nantinya ia harus menanggung seluruh biaya perawatan korban hingga ia pulih kembali.
Lelaki berusia 45 tahun itu sedikit mempercepat laju kendaraannya agar nyawa korban dapat segera tertolong. Setelah menempuh perjalanan selama lima belas menit, mereka berdua akhirnya sampai di rumah sakit tujuan. Robert segera turun dari mobil dan langsung memanggil perawat yang tengah berjaga untuk membawa brankar guna memindahkan korban yang ada di dalam mobilnya ke dalam UGD.
Saat korban telah berada di UGD, salah seorang perawat datang menghampiri Robert dengan membawa selembar kertas. Lembaran kertas tersebut merupakan surat persetujuan tindak medis yang harus segera ditandatangani sebelum korban mendapatkan perawatan medis dari rumah sakit. Karena tak ada satu pun keluarga korban yang berada di sana, ia terpaksa harus menandatangani surat tersebut.
"Pak, tolong segera ditandatangani surat persetujuan tindakan medis ini," pinta perawat itu kepadanya.
Robert membubuhkan tandatangan di atas kertas tersebut. Dengan begitu, ia kini bertanggung jawab sepenuhnya atas korban. Ia juga harus menanggung semua biaya perawatan korban selama ia berada di rumah sakit.
Perawat itu mengambil kembali surat yang telah ditandatangani, lalu meninggalkan Robert di ruang tunggu. Sementara itu, Robert merasa sangat sedih dan terpukul atas kejadian yang kini menimpanya. Selain itu, ia tak bisa segera menemui putrinya yang kini sedang di rawat meskipun mereka berada di rumah sakit yang sama.
Robert terpaksa harus menunggu korban yang akan menjalani tindakan operasi hingga nanti ia dirawat di kamar rawat inap. Ia ingin bertanggung jawab atas kesalahannya sendiri.
Saat menunggu proses operasi, lelaki itu kemudian mengambil ponselnya dari dalam saku celana dan mencoba menghubungi sang istri untuk menjelaskan padanya alasan mengapa ia belum juga datang untuk melihat kondisi putri mereka.
Belum juga ia menghubungi istrinya—Christie—sudah terlebih dahulu menghubunginya. Robert pun bergegas menekan lambang telepon berwarna hijau pada layar ponselnya untuk menerima panggilan dari sang istri, lalu menempelkan benda pipih itu di telinga kanannya.
"Halo?"
"Tadi katanya Papa mau datang, mana? Sampai sekarang Papa belum datang juga!"
Cecar Christie di ujung telepon dengan nada suara yang ketus.
"Papa sudah sampai di rumah sakit, tapi Papa lagi nunggu seseorang."
"Papa bukannya datang ke kamar rawat inap anaknya malah nungguin orang lain, sih!"
Christie kesal dengan suaminya yang lebih mementingkan orang lain dibandingkan putri mereka.
"Papa lagi nunggu orang yang Papa tabrak selesai dioperasi."
Terang Robert dengan nada bicaranya yang terdengar lesu.
"Apa? Tadi Papa nabrak orang? Astaga, Ya Tuhan. Papa gimana, sih, bawa mobilnya gak hati-hati!"
"Namanya juga musibah, Ma. Niat Papa mau agak ngebut biar cepat sampai ke rumah sakit, tapi Papa malah nyerempet motor orang."
Mendengar jawaban suaminya, Christie menghela napas panjang. Belum selesai masalah Clara, kini muncul masalah baru lainnya. Terlebih lagi masalah tersebut menyangkut nyawa orang lain, yaitu antara hidup dan matinya seseorang.