Rini masih terjaga, menunggu suaminya pulang dengan penuh rasa khawatir. Malam ini ia tidak dapat tidur, pasalnya sang suami belum juga pulang padahal waktu sudah menunjukkan pukul 2 dini hari. Biasanya jika pulang terlambat, sang suami akan mengabarkannya. Namun kali ini, ia tak kunjung pulang tanpa ada kabar berita.
"Duh, mas Rendra ke mana, ya?" gumamnya sembari mencoba untuk menghubungi kembali suaminya. Namun, panggilannya masih belum juga terhubung.
Sudah berkali-kali wanita itu menghubungi sang suami sejak pukul 9 malam, tapi nomornya masih juga tak aktif. Ia berusaha untuk tetap berpikir positif bahwa semuanya baik-baik saja, tapi tetap firasatnya mengatakan hal yang sebaliknya. Firasat seorang istri pada suaminya.
"Ya Allah, ke mana suamiku," ucap wanita itu lirih sembari menitikkan air mata karena hingga saat ini, ia belum kunjung mengetahui kabar sang suami.
Tak mau terus larut dalam kekhawatiran, ia akhirnya memutuskan untuk melakukan salat tahajud agar hatinya menjadi lebih tenang. Wanita itu segera bergegas ke kamar mandi untuk bersuci sebelum menghadapkan dirinya pada Sang Pencipta.
Baru saja ia berjalan keluar dari kamar, wanita itu terlonjak kaget saat putrinya—Luna—tiba-tiba saja muncul dari arah dapur.
"Astaga, Luna! Kamu bikin kaget mama aja!" ujar Rini sedikit kesal.
"Maaf, Ma, Luna gak sengaja ngagetin, he he ...."
"Kamu belum tidur? Kok jam segini udah bangun?" tanya Rini dengan nada menyelidik.
"Luna haus, Ma," gadis itu menjelaskan alasannya yang tiba-tiba saja hadir dari arah dapur. "Papa udah pulang belum, Ma? Kok, dari semalam, Luna gak dengar suara motornya?" tanya gadis itu sebelum kembali masuk ke dalam kamar dan melanjutkan tidurnya.
"Belum, Papa belum pulang," jawab Rini dengan nada lesu.
"Tapi, Mama udah coba hubungi papa?"
"Udah, tapi handphone-nya gak aktif."
"Ya Allah, semoga papa baik-baik aja," ujar gadis itu penuh harap.
Luna kembali masuk ke kamarnya untuk melanjutkan tidur. Ia membaringkan diri di atas kasur lipat dan mencoba untuk memejamkan mata, tetapi ia tak jua kunjung tidur. Pandangannya kini menerawang, menatap ke arah langit-langit kamarnya yang gelap gulita. Matanya tak dapat terpejam karena memikirkan sang ayah yang entah di mana keberadaannya.
Sementara itu, sang ibu gegas menuju ke kamar mandi untuk mengambil air wudu. Wanita itu menyalakan air keran, lalu mulai membasuh anggota wudunya. Segarnya air keran yang membasahi wajah membuat ia merasa relaks.
Rini berdiri menghadap kiblat, melakukan setiap gerakan salat dengan khusyuk. Hati Rini terasa jauh lebih tenang setelah melaksanakan salat salat sebanyak 4 rakaat.
Wanita itu menengadahkan kedua tangannya, meminta pada Sang Maha Pencipta agar suaminya selalu berada dalam lindungan-Nya dan juga dalam keadaan baik-baik saja. Ia pun berharap agar sang suami dapat segera mengabarkannya esok hari.
***
Perlahan, kedua mata Rendra mulai terbuka. Efek obat bius pasca operasi mulai menghilang, tergantikan dengan rasa sakit yang tak tertahankan di sekujur tubuh Rendra. Doa seorang istri untuk suaminya langsung terangkat ke langit. Ia dapat segera sadar.
"Aduh ...!" pekik Rendra saat ia merasakan rasa sakit.
Mata Rendra mulai mengedar, melihat ke seluruh penjuru ruangan. Lelaki itu mulai tersadar bahwa kini, ia tengah terbaring di rumah sakit setelah melihat perban yang membalut tangannya, dan juga dari baju yang ia kenakan.
"Ya Allah, kenapa saya bisa begini?" gumam lelaki itu penuh kebingungan.
Rendra mencoba mengingat-ingat kejadian yang ia alami selama dalam perjalanan pulang. Memori Rendra mulai menginginkan ia pada serentetan kejadian beberapa jam lalu yang membuat lelaki itu mengalami luka-luka, sebelum akhirnya ia kehilangan kesadaran, karena ia terpental dan kepalanya terbentur aspal. Setelah itu, ia tidak ingat apa-apa lagi.
"Astagfirullah ... saya ingat sekarang. Tadi ada mobil yang tiba-tiba nabrak saya."
Baru saja mengingat kecelakaan yang menimpa dirinya, Rendra tiba-tiba teringat dengan sang istri. Ia sama sekali belum mengabarkan tentang kondisinya. Rendra mencoba melihat ke bawah lantai, kursi, dan juga atas meja untuk mencari pakaian dan juga telepon genggam miliknya, tetapi ia tidak menemukan barang apa pun di kamar rawat inap.
"Ya ampun, ke mana barang-barang saya? Gimana saya bisa hubungi Rini kalau gak ada HP?"
Rendra mulai gelisah memikirkan istrinya yang mungkin saja merasa khawatir dengan dirinya. Untuk pertama kalinya, ia tak pulang dan juga tak mengabarkan pada sang istri.
Rendra menghempaskan selimut yang menutupi tubuhnya. Lelaki nahas itu ingin bangun dari hospital bed, tetapi ia mengurungkan niat saat melihat kedua kakinya telah diperban. Ia berniat untuk meminta bantuan pada orang lain yang ia temui di luar agar bisa segera menghubungi istrinya. Namun, kondisinya saat ini tak memungkinkan untuk berjalan.
Di tengah kebingungannya akan apa yang harus ia lakukan agar bisa menghubungi sang istri, pintu kamar rawat inap tiba-tiba saja terbuka, lalu muncul seorang perawat dengan kantong infus di tangannya.
Perawat muda itu kemudian tersenyum, ia berjalan mendekati Rendra dan segera menggantungkan kantong infus di tiang infus yang berada di sisi kanan lelaki tersebut.
Saat suster tersebut mulai mengambil tangan Rendra dan menyuntikkan jarum infus di tangannya, lelaki itu kemudian mulai menanyakan barang-barang miliknya pada wanita tersebut.
"Maaf, Suster, apa Suster lihat barang-barang saya?"
"Tidak, Pak. Tadi sebelum Bapak menjalani proses operasi, pakaian Bapak sudah saya berikan ke bapak-bapak yang antarkan Bapak ke rumah sakit," jawab suster tersebut menjelaskan.
"Bapak-bapak yang antarkan saya? Siapa, Sus?" tanya Rendra penasaran.
"Maaf, Pak, saya tidak tahu namanya. Tapi, mungkin saja orang itu yang menolong Bapak saat terjadinya kecelakaan lalu lintas." Suster tersebut menduga-duga.
"Oh, iya, Sus," ujar Rendra. "Suster, boleh saya pinjam HP-nya untuk hubungi istri saya?" Rendra mencoba meminta izin. Lelaki itu berharap bahwa perawat yang ada di hadapannya itu mau meminjamkan ponsel miliknya.
"Oh, boleh, Pak. Sebentar," jawab perawatan tersebut sembari merogoh kantong bajunya untuk mengambil ponsel.
"Berapa nomor handphone-nya, Pak, biar saya bantu ketikkan?" tanya perawat tersebut.
"0873–8009–4135–8172."
Perawat itu mulai mengetik satu per satu nomor yang disebutkan oleh Rendra, lalu segera menghubungi nomor tersebut.
Baru saja Rini mulai bisa terpejam karena mulai merasakan kantuk, ponselnya tiba-tiba berdering. Rini terlonjak kaget dan langsung terbangun, meraih ponsel tergeletak di atas kasur.
Ia melihat layar ponsel, sebuah nomor tidak dikenal menelponnya di waktu subuh. Rini pun gegas menjawab panggilan tersebut, berharap panggilan itu dari sang suami.
"Halo, assalamualaikum,"
Saat perawat tersebut mendengar suara Rini di ujung telepon, ia segera menempelkan ponselnya ke telinga Rendra.
"Wa'alaikumsalam. Halo, Ma, ini papa."
"Alhamdulillah akhirnya papa telepon juga. Papa ada di mana sekarang?"
"Papa sekarang ada di rumah sakit, Ma,"
"Apa? Di rumah sakit?"
"Iya, Ma, Papa sekarang lagi di rawat di rumah sakit.
Rini shock saat mengetahui di mana sang suami berada. Seketika, badannya terasa lemas.