Chereads / The Dream High / Chapter 13 - Kenapa Kamu Membenciku?

Chapter 13 - Kenapa Kamu Membenciku?

"Enggak kok, gue cuma merasa kalau selama ini gue sering berbuat salah ke dia, tapi bukan berarti gue mau temenan sama dia juga," jelas gadis itu kepada sahabatnya.

"Cie, yang merasa bersalah. Bisa merasa bersalah juga lo ternyata," kelakar Hilda.

"Udah, deh, jangan ledekin gue. Hari ini mood gue lagi gak enak banget," ujarnya Clara dengan raut wajah sebal.

"Iya, iya, maaf," ucap Hilda seraya merangkul Clara sembari mengusap-usap bahunya.

Hilda melepaskan rangkulannya untuk menikmati makan siangnya yang sama sekali belum ia sentuh. Gadis itu membuka tutup sterofoam, lalu mulai menikmati nasi goreng special dengan potongan sosis dan juga telor mata sapi beserta timur dan juga kerupuk sebagai topingnya.

Sembari menikmati makan siang, Hilda bertanya pada Clara yang tengah memainkan ponsel tentang masalahnya dengan Luna.

"By the way, ada masalah apa, sih, lo sama Luna sampai-sampai lo numpahin tinta merah ke atas kursinya?" tanya Hilda penasaran karena Clara sama sekali tak bercerita.

"Oh, masalah itu. Sebenarnya gue gak ada masalah apa-apa, sih, sama dia. Gue cuma kesel aja waktu nyokap negur gue di depan teman-teman kelompok biologi gara-gara gue gak nawarin Luna makanan." Clara menjelaskan pada Hilda motif dibalik ulahnya tempo hari.

"Sebenarnya itu salah lo juga, sih. Mungkin si Luna juga gak enak main makan makanan di rumah lo karena lo gak nawarin dia. Apalagi Luna tau kalau lo gak suka sama dia." Hilda mencoba mengingatkan kesalahan Clara.

"Jadi, lo belain dia?"

"Bukan gitu, cuma kalau gue ada di posisi Luna, pasti gue akan melakukan hal yang sama," ujar Hilda membela diri.

Clara pun terdiam. Gadis itu membenarkan apa yang dikatakan oleh sahabatnya. Ia telah melakukan kesalahan kepada orang yang sebenarnya tak pernah mengusik dan juga berbuat salah padanya.

Percakapan antara Clara dan Hilda pun terhenti. Hilda sibuk dengan makan siangnya, sedangkan tatapan mata Clara tertuju pada Luna yang baru saja masuk ke dalam kelas. Ia memperhatikan orang yang ia benci tanpa sebab itu dari tempat duduknya.

Sadar bahwa Clara tengah memperhatikannya, Luna pun menoleh ke arah Clara, lalu melemparkan senyuman tulus padanya. Sementara itu, Clara mengalihkan pandangannya ke arah lain seakan pura-pura tidak melihat Luna yang tersenyum padanya.

Melihat reaksi yang diberikan Clara padanya, Luna mengernyitkan dahi. Ia bingung, mengapa Clara bersikap begitu padanya. Selain itu, ia juga masih belum tahu alasan mengapa Clara menumpahkan tinta merah ke atas kursinya.

Clara merasakan dorongan di kandung kemihnya. Ia segera keluar dari kelas menuju toilet yang ada di samping tangga untuk buang air kecil. Kali ini, gadis itu pergi ke toilet sendirian tanpa ditemani oleh Hilda seperti biasa karena Hilda masih menikmati makanannya.

Luna memanfaatkan kesempatan ini untuk berbicara dengan Clara. Ia pun berjalan keluar mengikutinya dari belakang. Luna berdiri di depan toilet, menunggunya keluar dari sana.

Saat Clara telah muncul dibalik pintu dan berjalan keluar, Luna segera menarik tangan Clara dan menahannya pergi.

"Clara, gue mau ngomong sebentar sama lo."

"Mau ngomong apa?"

"Kenapa, sih, lo gak suka sama gue? Apa gue pernah buat salah sama lo?" Pertanyaan itu akhirnya ia lontarkan kepada Clara.

"Emang kalau gak suka sama seseorang harus ada alasannya?"

"Gak mungkin, pasti ada alasannya."

"Pertanyaan gak penting," ujarnya seraya berjalan pergi.

"Itu penting buat gue," ucap Luna yang kembali menarik tangan Clara. "Selain itu, gue juga mau tau apa alasan lo numpahin tinta merah di atas kursi gue." Luna melontarkan pertanyaan kembali.

"Lo mau tau apa alasannya?"

"Iya, gue mau tau karena bagi gue itu penting."

"Alasannya karena nyokap gue kelewat perhatian sama lo dan itu buat gue kesal! Gue juga malu waktu nyokap negur gue di depan teman-teman kelompok gara-gara gue gak nawarin lo makanan," terang Clara dengan nada sedikit kesal.

Luna tak menyangka bahwa hal sepele seperti itu bisa membuat Clara kesal kemudian mengerjainya. Ia merasa bahwa itu memang bukan salahnya, tetapi lagi-lagi gadis itu merendahkan dirinya dengan meminta maaf kembali pada Clara.

"Gue minta maaf kalau misalnya kejadian itu bikin lo marah dan kesel sama gue." Luna mengambil tangan Clara, lalu menggenggamnya.

"Gak perlu minta maaf karena lo gak salah, gue yang salah karena udah bertindak berlebihan." Clara kembali melepaskan tangannya dan berlalu pergi.

Luna menatap punggung Clara yang perlahan mulai menjauh. Ia menarik napas dan mengembuskannya perlahan setelah berbicara dengan Clara. Gadis itu mencoba bersabar dengan sikap temannya yang kekanak-kanakan dan juga egois.

Luna kembali masuk ke kelas. Raissa tak yang tak menyadari kepergiannya bertanya,

"Dari mana lo?"

"Gue abis dari luar, ngobrol sebentar sama Clara barusan," Luna mendekati Raissa dan berbicara dengan sedikit berbisik di telinganya.

"Hah? Serius lo ngomong sama dia, orang selama ini gak suka sama lo?" Raissa tersentak mendengar pengakuan Luna.

"Iya, gue terpaksa begitu karena gue mau tau alasan dia gak suka sama gue dan juga kenapa dia sampai numpahin tinta ke bangku gue." Luna menjelaskan alasannya.

"Terus jawaban dia apa?" tanya Raissa penasaran.

"Sebenarnya gak jelas alasan dia gak suka sama gue itu apa, tapi yang jelas dia bilang alasan dia numpahin tinta ke bangku gue karena dia nggak suka nyokapnya perhatian sama gue. Dan waktu gue ke rumahnya hari Minggu, gue sempat kelaparan karena gak ditawarin makanan. Kan, gue juga gak enak kalau main ambil aja. Selain itu, dia juga kesal karena ditegur nyokapnya di depan teman-teman kelompok karena gue," terang Luna.

"Ya ampun, kekanak-kanakan banget, sih, si Clara. Itu, kan, cuma masalah sepele," ujar Raissa yang merasa heran dengan perilaku Clara.

"Ya, dimaklumi aja."

"Kalau gue jadi lo, nih, ya, gue juga akan sungkan untuk makan di rumah orang yang gak suka sama gue. Apalagi kalau gak ditawarin." Raissa mengemukakan pendapatnya jika seandainya ia berada di posisi Luna.

"Nah, makanya itu, kenapa jadi dia yang marah sama gue."

"Sabar aja udah. Mungkin emang wataknya kaya gitu," tutur Raissa sembari mengusap bahu sahabatnya.

***

Clara merasa sangat lemas saat jam pelajaran terakhir. Matanya tiba-tiba saja berkunang-kunang ketika ia tengah berjalan menuruni anak tangga bersama Hilda. Ia sangat lemas dan tak mampu lagi untuk berdiri, tetapi ia tak mengatakan pada sahabatnya yang tengah berdiri di sampingnya. Sontak, tubuh gadis iu pun ambruk. Ia terjatuh dari tangga dan terguling sampai ke bawah hingga menyebabkan kepalanya terluka.

"Clara ...!" teriak Hilda histeris. Ia segera menghampiri Clara yang sudah tak sadarkan diri. Pekikan suaranya membuat orang-orang di sekitar menghampiri mereka.