Pikiran Haura entah kemana. Dia harus memilih satu diantaranya. Otomatis rencana beasiswanya tidak akan terlaksana. Persiapan hampir satu bulan kemarin sia-sia. Haura begitu yakin, banyaknya hal yang harus ia korbankan akan sebanding dengan kebahagiaan yang akan Allah berikan kepadanya.
Kini Haura sudah berada tepat di depan pintu Dosen Pembimbingnya yang sedikit terbuka, itu berarti Pak Indra ada di dalam ruangan. Mendapat Dosen Pembimbing yang killer sangat menguji kesabaran.
Sudah banyak lembar skripsi Haura yang di coret dengan pena indah Pak Indra. Sekedar menatap wajah Pak Indra sudah membuat para mahasiwa gemetar. Namun, Haura menyikapinya dengan santai meski dia juga sering mendapat revisi yang tidak wajar.
"Bismillah." Haura menghela nafas panjang lalu mengetuk pelan pintu. "Permisi Pak."
"Masuk." Suara serak gagah mulai terdengar.
Haura menyerahkan tumpukan kertas yang sangat tebal, lengkap dengan revisian sebelumnya. "Semuanya sudah saya revisi Pak dari bab 1 sampai 4 sesuai dengan perintah bapak kemarin."
Pak Indra masih sibuk membuka lembar-lembar yang sudah Haura beri tanda sebagai halaman revisian. "Apa kamu tidak menyimak apa yang saya bicarakan?" tanya Pak Indra.
"Maaf Pak, Apa masih ada yang belum saya revisi?"
"Sudah saya jelaskan kemarin. Kalau pembahasan mengenai analisis perilaku ini sesuaikan dengan kondisi masyarakat yang kamu amati. Apa yang kamu tulis ini tidak masuk akal." Sebuah coretan tanda silang mendarat di lembar kertas skripsi Haura.
"Maaf Pak, saya sudah merevisi bagian itu, Pak."
"Silahkan keluar, temui saya lagi nanti. Saya masih ada kerjaan."
"Baik Pak, Permisi."
Dengan perasaan yang bercampur aduk Haura keluar dari ruangan Pak Indra. Mencoba menyalahkan keadaan tidak akan menyelesaikan permasalahnya. Haura tidak tahu lagi hasil seperti apa yang di inginkan Pak Indra.
Padahal Haura sudah melakukan yang terbaik untuk revisiannya itu sampai ia tidak tidur semalaman. Kadang hidup memang begitu, orang akan menilai hasil akhir tanpa melihat proses di baliknya.
Haura duduk di deretan kursi panjang tidak jauh di ruangan dosen. Wajahnya terlihat kusut, seperti orang yang punya banyak beban hidup. "Ya Allah bantu Haura melewati ini semua."
"Assalamu'alaikum, Ra. Kamu di panggil Pak Indra," ucap seorang Mahasiswi yang sebimbingan dengannya.
"Wa'alaikumussalam, terima kasih." Haura mencoba untuk berbaik sangka dengan dosen kesayangannya itu.
"Maaf Pak. Ada apa ya bapak memanggil saya?"
"Saya mau minta bantuan kamu untuk mempersiapkan acara seminar di jurusan kita. Tolong kamu undang Pak Abimayu Al Ghiffari dari perusahaan Store.Id sebagai pematerinya. Dia salah satu alumni dari jurusan Psikologi yang sudah menuai kesuksesan," jelas Pak Indra.
Seketika jantung Haura rasanya berhenti berdetak sesaat setelah mendengar kabar yang entah baik atau buruk bagi dirinya. Haura merasa aneh dengan kejadian-kejadian yang menimpa dirinya akhir-akhir ini.
Begitu indah cara Allah mempertemukan dua orang manusia. Ternyata calon suami Haura adalah orang yang pernah kuliah di tempat dan jurusan yang sama dengannya.
"Saya bisa, Pak. Tapi …."
"Saya akan acc revisian skripsi kamu, jika acara seminarnya lancar."
"Baik Pak, saya akan mempersiapkannya dengan baik." Haura terlihat begitu senang setelah mendengar kata Acc dari mulut Pak Indra. Kata-kata itu ibaratkan sebuah berlian baginya. "Acaranya kapan ya, Pak?"
"Dua hari lagi."
Seketika itu juga Haura terkejut. Bagaimana bisa ia mempersiapkan acara seminar dalam dua hari. Biasanya saja kalau acara seperti itu di persiapkan jauh-jauh hari, semiggu sebelum acara.
Konsep acara belum ada, tema acara belum ada, bahkan pemateri juga belum di undang. Haura ragu apakah dia bisa atau tidak mempersiapkan acaranya. Karena itu terlalu mendadak.
"Bagaimana Haura? Saya tidak mau tahu pematerinya harus Abimayu Al Ghiffari."
"Baik Pak. Saya akan bertanggung jawab dengan acaranya dan memastikan kalau Pak Abimayu akan menjadi pemateri seminar ini," balas Haura sebelum meninggalkan ruangan Pak Indra.
Haura harus memikirkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Salah satunya mencari pengganti jika Pak Abimayu itu menolak untuk menjadi pemateri, apalagi dia tahu kalau Haura masih kuliah.
"Apa Pak Abi akan membatalkan perjodohan ini jika tahu kalau calon istrinya masih kuliah?"
Dengan waktu yang cukup singkat Haura berusaha memikirkan tema yang sesuai agar bisa langsung mengirim surat undangan.
"Yes, sudah dapat. Tinggal membuat surat undangan dan langsung mengirimnya ke Pak Abimayu." Setelah hampir putus asa, ide untuk tema tiba-tiba muncul dalam pikiran Haura.
Aku bergegas ke ruangan himpunan mahasiwa psikologi untuk mengetik sekaligus meminta bantuan pengurus Hima untuk membantunya menyiapkan acara seminarnya.
Karena tidak mungkin juga Haura harus menyiapkan acara itu sendiri dalam waktu yang sangat singkat. Untungnya ruangan Hima siang itu begitu ramai jadi bisa langsung meminta bantuan mereka.
"Mulai siang ini kita sudah bisa menyiapkan keperluannya, untuk Anres kamu pinjam ruang Aula kita dan yang lainnya bisa menyiapkan dekorasi."
Huara sangat bersyukur masih ada yang mau membantunya, mungkin karena mereka juga kasihan dengan Haura, jika seandainya acara seminar itu tidak berjalan dengan lancar. Bisa-bisa mereka juga terseret dalam daftar hitam Pak Indra karena tidak menjalankan fungsi Hima.
"Selamat siang Mbak. Apa saya bisa bertemu dengan Pak Abimayu?" tanya Haura setibanya ia di perusahaan Store.Id.
"Maaf Mbak. Apa sudah membuat janji sebelumnya?"
Haura baru ingat kalau ia tidak membuat janji apapun. Bagimana bisa membuat janji dia juga baru mendapat amanah. Namun, Haura tetap harus mengantar undangan itu sendiri ke Abimayu tanpa perantara.
Haura harus memastikan dan mendengar sendiri kalau Pak Abimayu bersedia menjadi pemateri di acara seminarnya nanti.
"Jadi begini Mbak. Saya kan mendapat tugas dari kampus saya untuk bertanggung jawab atas acara seminar, Nah saya mau bertemu dengan Pak Abimayu untuk membicarakan masalah ini, karena dia yang akan menjadi pematerinya, Mbak. Jadi apa saya bisa bertemu dengannya?"
"Maaf Mbak, kalau tidak membuat janji tidak bisa bertemu dengan Pak Abimayu."
"Sekali ini aja Mbak. Saya mohon Mbak, Kalau saya gagal bisa-bisa skripsi saya tidak di acc dari Dosen saya Mbak. Saya mohon sekali Mbak."
Haura berusaha dengan sangat keras agar bisa bertemu dengan Abimayu, Tapi siapa sangka Allah mempertemukannya dengan Abimayu yang baru saja berjalan menuju pintu keluar.
"Mbak tolong saya, katakan kepada Pak Abi kalau saya mau bertemu dengannya," Pinta Haura dengan penuh harap. Akhirnya, wanita itu pun menghampiri Abimayu.
"Maaf Pak, ada seorang wanita yang memaksa ingin bertemu dengan bapak. Saya sudah bilang kepadanya tidak bisa, tapi ia tetap ngotot ingin bertemu dengan bapak," tunjuk wanita itu kearah Haura.
Sejak kepergian wanita yang menghampiri Abimayu di pintu masuk, Haura tidak berani menoleh ke belakang. Bagaimana pun sebenarnya sikapnya itu salah dengan memaksa kehendak sendiri.
"Ada apa kamu mau ingin bertemu dengan saya?" tanya Abi kepada wanita yang menggunakan hijab warna pink itu.
Haura menoleh dan mengatakan. "Siang Pak."
Kehadiran Haura di perusahannya membuat Abimayu terkejut. Namun, Ia berusaha untuk menenangkan dirinya di depan banyak orang. "Ya, Mari keruangan saya," ucap Abimayu.
Abi dan Haura berjalan menuju lift. Sedangkan yang lain masih melongo melihat Abimayu dan Haura. "Tumben, Pak Abimayu mau menerima orang lain bertemu tanpa membuat janji," pikir salah satu karyawan yang menyaksikan kejadian.
"Apa mereka saling mengenal?"
"Aku pernah melihat wanita itu datang ke sini juga beberapa hari yang lalu. Jangan-jangan …?"
"Hush, jangan memikirkan yang aneh-aneh tentang Pak Abimayu. Dia juga sudah punya kekasih."