Chereads / Jodoh Sampai Surga / Chapter 7 - Bertemu Dengan Jodoh

Chapter 7 - Bertemu Dengan Jodoh

Jam menunjukkan pukul 8 malam. Haura dan ayahnya sudah duduk di sebuah kursi no 5 yang mereka pesan. Kini mereka menunggu kedatangan teman ayahnya. Mereka juga sudah memesan makanan untuk beberapa orang.

"Yah, nama teman ayah siapa?" tanya Haura.

"Pak Hendri, Ra."

"Kalau anaknya?" tanya Haura lagi. Namun, tidak di balas Herman karena orang yang di maksud Haura sudah datang dan mendekat kearah mereka.

"Jodohmu sudah datang, Ra," tunjuk Herman.

Dengan cepat Haura membalikkan tubuhnya 180 derajat ke arah orang yang di tunjuk Herman. Haura tidak melihat seorang laki-laki yang berjalan berdampingan dengan teman ayahnya itu. Hanya ada bapak-bapak dengan setelan jas serta rambut rapi ala model klasik.

Bapak-bapak itu perlahan menghampiri Haura dan ayahnya. "Herman, apa kabar?" Hendri memeluk Herman dengan begitu erat sebagaimana orang yang sedang melepas rindu.

"Aku baik-baik saja, Hendri. Bagaimana dengan kabarmu?"

Herman tersenyum manis kepada Hendri. " Kau lihat sendiri, aku masih begitu gagah seperti dulu." Herman melempar tawa yang begitu keras dengan temannya itu.

Haura tersenyum kecil melihat ayahnya yang begitu bahagia, seolah tidak ada beban yang dipikulnya. "Haura akan melakukan apapun untuk, ayah," batin Haura.

"Ini putrimu?" tanya Hendri kepada Herman.

"Malam Om," sapa Haura dengan lemah lembut.

"Dia sangat cantik, Man, persis seperti ibunya," ujar Hendri.

"Karena itulah aku mempercayakan anakmu untuk menjaganya. Anakmu mana, Hen?"

"Itu dia," tunjuk Hendri. Seorang laki-laki dengan kemeja hitam rapi sedang berjalan menuju kearah tempat mereka. Semua pandangan tertuju ke arah laki-laki berpostur tinggi itu.

Haura membalikan tubuhnya dari sosok laki-laki yang akan menghampiri mereka, bukan karena tidak ingin menyambut kedatangannya, tapi karena Haura mengenal jodohnya itu.

"Tidak mungkin dia kan?" ucap Haura.

"Assalamu'alaikum, Om."

" Wa'alaikumussalam. MasyaAllah, anakmu sangat tampan Hen, mirip sekali denganmu waktu muda. Namanya siapa?"

"Abimayu Al Ghiffari. Mereka cocok bukan?" Kedua orang tua itu saling melempar tawa satu sama lain.

Bapak dan anaknya itu akhirnya duduk. Sedangkan Haura masih menyembunyikan wajahnya dari Abimayu sembari menyedot minum yang belum lama datang untuk mengalihkan pandangan.

"Ra," panggil Herman.

"Iya, Yah." Haura menegakkan kepalanya pelan.

"Kamu?" Seketika Abimayu terkejut setelah melihat wajah Haura. "Kamu yang datang ke kantor saya kan," ucap Abi.

Kedua orang tua itu saling tertawa karena anak-anak mereka ternyata sudah saling kenal. Jadi, mereka tidak perlu repot-repot untuk memperkenalkan masing-masing anak mereka.

"Alhamdulillah kalian sudah saling mengenal. Apa kita mulai saja membahas perjodohan ini," tanya Hendri.

Pandangan Abimayu tidak terlepas dari Haura. Kejadiannya terjadi begitu cepat, bahkan Abi dan Haura belum lama ini bertemu, itupun hanya satu kali. Mungkin ini yang di namakan jodoh. Tidak ada yang tahu kapan, dimana, dan dengan siapa seseorang di jodohkan.

Haura hanya bisa diam dan mendengarkan obrolan Herman dan Hendri. Ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ia mau tidak mau harus menerima perjodohan ini demi ayahnya. Haura malah khawatir dengan Abimayu yang bisa saja menolak perjodohan ini karena ia tidak punya alasan.

"Ya Allah, jika ini memang terbaik dari-Mu untuk Haura, permudahkanlah segalanya. Haura juga ingin melihat ayah bahagia. Haura serahkan pada-Mu, Ya Allah," ucap Haura dalam hati.

"Bagaimana nak Abi, Apa kamu menerima perjodohan ini? Tapi Om sangat berharap kamu bisa menjadi pendamping Haura. Ayahmu sudah menceritakan tentangmu, Om sangat yakin Haura bisa bahagia bersamamu," tutur Herman.

Abimayu melirik ayahnya dan ayahnya juga seolah memberikan kode kepada Abi untuk menerima perjodohan ini. "Saya serahkan sama ayah saja, Om. Tapi apa boleh saya bicara dengan Haura sebentar?" tanya Abimayu kepada Herman.

"Kalau itu Om serahkan kepada Haura, Nak Abi."

"Haura nggak apa-apa kok, Yah. Di mana?" tanya Haura.

"Rooftop restoran ini, apa kamu keberatan?"

Haura menggelengkan kepalanya pertanda ia tidak masalah. Biasanya Haura paling anti berbicara dengan laki-laki jika hanya sendiri, tapi demi ayahnya ia terpaksa melakukannya. Haura harus memastikan kalau Abimayu tidak masalah dengan perjodohan mereka.

Sesampainya mereka di Rooftop, Abi langsung to the point dengan ucapannya. "Saya mau kamu menolak perjodohan ini," ujar Abimayu.

"Saya tidak punya alasan untuk menolak perjodohan ini. Jika bapak ingin menolaknya silahkan katakan kepada ayah saya, Pak," balas Haura.

"Saya tidak bisa, bukan karena saya tidak ingin ya, tapi karena ayah saya. Saya juga sudah punya kekasih," pekik Abimayu.

Mendengar ucapan itu hati Haura seketika terguncang. Ia terdiam dan kembali memikirkan untuk menerima perjodohan itu atau tidak. Di sisi lain Haura takut ayahnya sedih jika perjodohan ini batal, tapi disisi lain juga ia tidak mungkin menghancurkan hubungan orang lain.

Tanpa Haura sadari air matanya mengalir. Abimayu yang menyaksikan itu merasa bingung sekaligus heran kenapa gadis yang mengenakan pashmina hitam itu menangis.

"Apa gadis ini benar-benar menginginkan perjodohan ini.?" tanya Abimayu dalam hatinya.

"Bapak boleh menolak perjodohan ini. Kalau begitu saya permisi dulu, enggak enak jika terlalu lama berdua di tempat seperti ini," ucap Haura.

Haura sudah benar-benar pasrah dengan keaadan. Ia sudah menyerahkan semuanya kepada Allah. Mungkin ini bukan yang terbaik untuk dirinya dan ayahnya. Ia bisa mencari cara lain untuk membahagiakan ayahnya.

"Jika kamu memang menginginkan perjodohan ini. Saya akan bilang iya kepada ayah kamu, tapi dengan beberapa syarat," teriak Abimayu dengan keras saat Haura ingin turun dari tangga Rooftop. Abimayu langsung menyusul Haura. "Bagaimana?" tanya Abimayu lagi.

"Saya bisa menerima syarat apapun itu, tapi saya tidak ingin merusak kebahagian kekasih bapak. Perempuan mana yang tidak terluka hatinya melihat orang yang di cintainya menikah dengan orang lain."

Abimayu di buat diam dengan ucapan Haura. Entah kenapa hatinya tiba-tiba terenyuh. Ia bahkan masih termenung di depan pintu Rooftop, sedangkan Haura sudah turun duluan.

Setibanya Haura di depan orang tuanya dan Abimayu, Ia memasang wajah yang bahagia, seolah tidak terjadi apa-apa di Rooftop tadi. Abimayu bahkan salut dengan Haura, bahkan tidak segan mengatakan kalau Haura adalah wanita yang kuat.

"Sadar, Bi." Abimayu menggelengkan kepalanya cepat.

"Jodohnya mana?" tanya Hendri.

Haura membalas dengan senyuman dan menoleh kearah Abimayu yang tidak jauh dari tempat mereka. "Itu, di belakang, Om."

"Kamu menerima perjodohan ini kan?" tanya Hendri untuk memastikan.

Sebelum menjawab pertanyaan ayahnya. Abimayu menatap kearah Haura yang pandangannya entah kemana. "Entah apa yang gadis itu pikirkan," batin Abi.

"Saya menerima perjodohan ini," ucap Abimayu yang membuat Haura menoleh ke arahnya.

"Alhamdulillah." Helaan nafas lega keluar dari mulut kedua sosok ayah yang sangat kompak itu.

Haura menatap Abimayu heran serta kebingungan kenapa tiba-tiba Abimayu berubah pikiran dan menerima perjodohan mereka. Malam itu bahagia dan kesedihan bercampur menjadi satu.