Chereads / Mencintaimu Dalam Diam / Chapter 44 - Chapter 43

Chapter 44 - Chapter 43

Aiza semakin gelisah, gugup dan suhu tubuhnya terasa panas dingin ketika Arvino semakin membuatnya tidak karuan. 

Mungkin hal ini adalah hal yang biasa bagi sebagian orang. Tapi tidak dengan dirinya. Kata-kata yang di ucapkan secara bisikan tadi tentu saja adalah hal yang pertama kali ia dengan dari seorang pria.

"Kamu kenapa sih?" Arvino kembali menegurnya dan lagi-lagi membuat Aiza mendongakkan wajahnya menatap wajah Arvino yang begitu dekat dengannya.

"Lebih baik kamu tunjukkan jalannya sama Mas supaya kita tidak menabrak sesuatu."

"I-iya."

"Ternyata tubuh kamu ringan banget ya." kekeh Arvino. Ia sengaja berbicara seperti itu agar menghilangkan kecanggungan diantara dirinya bersama Aiza saat ini.

"Selama melihat kamu, aku kira kamu berat. Eh ternyata ringan. Kamu sehari makan berapa kali sih?"

"Tiga."

"Ah yakin?"

"Iya Mas."

"Masa?"

"Iya." Satu per satu Arvino sudah menaiki anak tangga untuk menuju pintu kamarnya yang sempat membuat Aiza khawatir dan takut terjatuh. Arvino melanjutkan langkahnya dengan santai sambil membawa tubuh Aiza dalam gendongan bridestylenya.

"Kalau sudah nikah gini Mas usahakan kamu harus banyak makan."

"Aku tidak mau gendut."

"Mas tidak suruh kamu gendut kok. Kamu sehat saja Mas sudah bersyukur banget. Mas cuma ingin pola makan kamu teratur dan tercukupi. Kan sudah ada pasangan hidup yang akan mengingatkan kamu bila waktunya makan."

Aiza menatap Arvino dengan senyuman tipisnya. Sebuah senyuman yang jarang ia lakukan. Betapa bahagianya hanya mendengar kata-kata Arvino tadi membuat Aiza merasa suaminya itu begitu perhatian dengannya.

Aiza terlalu sibuk dengan menatap Arvino sampai ia tidak sadar kalau Arvino sudah tiba didepan pintu kemudian membukanya.

"Em Mas."

"Hm?"

"I-itu.."

"Kenapa? Kamu tersanjung ya sama ucapan Mas tadi? Hahaha." kekeh Arvino dengan santai. "Mas tahu kok pasti saat ini wajah kamu bersemu merah gitu."

"Bukan. Em itu-"

"Ya beginilah resikonya kalau kamu bersanding dengan Mas yang menjadi cinta pertama kamu. Kamu harus bersyukur akhirnya cinta kamu tidak bertepuk sebelah tangan."

"Mas-"

"Apalagi kita berjodoh. Ah bahagianya."

Aiza menghela napasnya. Oke oke apa yang di katakan Arvino semua itu benar. Tapi Arvino benar-benar tidak menyadari kemana arah tujuannya sejak tadi sehingga tidak mengubris omongan Aiza.

"Mas. Kita-"

"Iya-iya Mas paham. Setelah kita menikah gini pastinya kamu bahagia kan? Setidaknya ada Mas yang akan kamu lihat di pagi hari ketika kamu terbangun dari tidur kamu."

"Bukan itu Mas. Em ini-"

"Eh sebentar." Arvino menghentikan langkahnya. "Kenapa hawa kamarnya beda ya? Kok kayak tercium aroma pewangi jeruk? Perasaan kamar Mas tidak berbau aroma ini."

"Mas, i-itu em kita."

"Kita apa?"

"Kita di kamar mandi." ucap Aiza pada akhirnya.

"Oh. Ha apa?!" Arvino terkejut dan segera membalikan badannya untuk keluar dari kamar mandi tersebut. "Kenapa kamu tidak hilang dari tadi?"

"A-aku sudah berusaha untuk-"

"Kamu sih terpesona dengan ketampanan Mas. Makanya jadi tidak konsenkan?"

Sekali lagi, Aiza memilih mengalah dan malas berdebat untuk meladeni Arvino yang super duper kepedean tingkat akut. 

Dan setelahnya, Aiza kembali bertanya di mana letak kamar Arvino sesungguhnya serta memberi arahan pada suaminya untuk segera membawanya kedalam kamar tidur mereka.

Arvino menyuruh Aiza membuka kenop pintu kamarnya karena kedua tangannya itu sedang menggendong tubuh Aiza hingga akhirnya, pintu kamar pun terbuka lebar. Ini pertama kalinya Aiza mengedarkan seluruh pandangannya untuk menelusuri seluruh kamar Arvino yang terlihat besar dan mewah. 

Suasananya yang dingin akibat hawa AC membuat Aiza merasa sejuk dan nyaman serta senang berada di kamar Arvino. Ternyata Arvino tidak memiliki banyak koleksi di kamarnya terutama hiasan di dindingnya yang bercat warna abu dan beberapa benda-benda furniture berwarna putih.

Aiza menatap ruangan tersebut tanpa berkedip. Ah anggap saja dirinya hanyalah orang biasa yang pertama kalinya melihat kamar besar dan mewah seperti itu. Ini sih ukurannya tiga kali lipat dari kamarnya di Balikpapan dan kamar kost-kostan nya di Samarinda. 

Aiza terlalu banyak beragumen dan menatap keindahan kamar Arvino hingga tanpa sadar pria itu tiba didepan tempat tidur berukuran besar kemudian merebahkannya secara perlahan.

Aiza hanya diam tanpa banyak berkomentar bahkan ia pun harus menutup kedua matanya saat Arvino mulai membuka kaos hitamnya yang melekat sempurna di tubuh hingga menyisakan bagian tubuhnya yang bertelanjang dada. 

Dengan kikuk Aiza tidak mau melihatnya. Sungguh ia malu karena pertama kalinya ia melihat postur tubuh Arvino yang bagus dibalik usaha pria itu yang selama ini melakukan rutinitas nge gym.

Aiza masih setia menutup kedua matanya menggunakan tangannya hingga tempat tidur yang ada disampingnya terasa melesak bahkan tak tanggung-tanggung kalau Arvino segera memeluknya.

"Ah, akhirnya kita dirumah."

Aiza mengerjapkan kedua matanya dengan bingung sekaligus gugup. Ia tidak tahu harus merespon bagaimana. Kenyataan dirinya yang tidak pernah mendapati situasi seperti ini membuat Aiza grogi. 

Padahal Arvino adalah suaminya. Pria itu sudah halal untuknya. Tapi rasa malu-malu dan kecanggungan itu lebih besar daripada rasa santai di dirinya.

"Aiza."

"Ha?" respon Aiza gugup.

"Kamu lagi tidak tidur kan?"

"Em, tidak."

"Tetap seperti ini. Sudah berhari-hari bahkan berjam-jam aku menunggu moment seperti ini agar bisa berduaan denganmu." Arvino bisa merasakan bagaimana saat ini Aiza terlihat menampilkan raut wajah bahagianya meskipun ia tidak bisa melihatnya.

"Terima kasih." bisik Arvino pelan.

"Iya."

"Kok iya aja?"

"Maksudnya?"

"Ya nanya gitu, makasih buat apa."

"Yaudah."

Arvino merasa miris. Tenyata istrinya itu benar-benar irit bicara ya. Tapi ya begitulah. Kekurangan dan kelebihan seorang pasangan itu patut di syukuri.

"Coba tanya terima kasih buat apa."

"Iya."

"Aiza! Aish, kamu ini ah. Sudahlah, Mas Lelah." Sungut Arvino kesal.

"Mas kan tidak kerja."

"Iya-iya terserah kamu. Sudah. Ayo kita tidur sebentar walaupun hanya beberapa menit." dumel Arvino yang nyatanya Aiza itu bila diajak berbicara ngomongnya sangat dikit sekali.

"Aku tidak bisa tidur."

"Kenapa?"

"Karena aku ingin berterima kasih pada Mas yang sudah menjadi imam dalam hidupku."

Arvino terdiam. Aiza yang irit bicara ternyata sekali berbicara benar-benar membuat jantungnya berdebar sangat kencang diiringi hatinya yang membuncah bahagia.

"Aku mencintaimu Aiza."

"Iya."

"Nah kan, kok iya lagi sih?"

"Apanya Mas?"

"Katakan kamu cinta sama mas."

"Sudah."

"Kapan? Belum tuh." kesal Arvino.

"Tadi sudah."

"Belum Aizaaaaaaa..."

"Sudah."

"Kapan?"

"Sejak dulu."

"Ha?"

"Sejak pertama kali kita bertemu tiga tahun yang lalu." bisik Aiza dengan lembut bahkan dengan wajahnya yang sudah merona merah.

Dan jangan di tanya jika saat ini Arvino terserang rasa bahagia tak terhingga apalagi dengan rasa tulus dan bersyukurnya, Aiza mencium kening Arvino dengan lembut.

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir".  (Q.S. Al-Rum (30) : 21)

🖤🖤🖤🖤

Kok baper ya hahahha

Makasih sudah baca, sehat selalu buat kalian. :)

With Love

LiaRezaVahlefi

Instagram : lia_rezaa_vahlefii