Chereads / Mencintaimu Dalam Diam / Chapter 45 - Chapter 44

Chapter 45 - Chapter 44

Arvino tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Aiza itu tidak banyak berbicara. Aiza itu pemalu. Bahkan Aiza memilihnya sebagai pria yang menjadi cinta pertamanya. Dan satu lagi. Aiza itu penuh kejutan.

Penuh kejutan karena sekali berbicara dengan kata-kata yang panjang sedikit banyaknya akan membuat jantungnya berdebar-debar seperti seorang pria yang baru merasakan kasmaran pertama kalinya.

Contohnya saat ini. Setelah Aiza mencium keningnya lagi-lagi istrinya itu merasa malu dan menyembunyikan wajahnya yang merona merah di lehernya.

Arvino mengelus punggung Aiza dengan lembut beserta rambut panjangnya yang menempel di punggungnya setelah istrinya itu melepaskan khimarnya.

"Mas boleh tanya sesuatu gak sama kamu."

"Gak boleh."

"Kok gitu."

"Bolehnya cuma jatuh cinta aja."

Arvino tertawa karena ini adalah yang kesekian kalinya lagi-lagi ucapan Aiza yang membuatnya membuncah rasa bahagia.

"Kan sudah. Buktinya mas lamar kamu dan nikahi kamu."

"Iya."

"Terus."

"Suka sama aku kapan?" tanya Aiza malu-malu.

"Sudah lama."

"Sejak?"

"Em... " Arvino memeluk tubuh Aiza dengan erat. Bahkan mencium puncak kepalanya. "Waktu pagi-pagi mas gak sengaja nabrak kamu di koridor kampus. Terus kamu kayak kebingungan cari toilet dan masih kasih tau dimana tempatnya dan lihat baju kamu kena kubangan lumpur."

"Itu semua gara-gara mas." ucap Aiza ketika teringat hal tersebut.

"Ah masa."

"Iya."

"Bohong."

"Aku gak bohong." lontar Aiza lagi.

Arvino kembali tertawa geli. Ia pun merubah posisinya dan kini memeluk Aiza dari samping. Tubuh Arvino terasa hangat di punggung Aiza.

"Untuk apa bohong? Sekarang mas gak mau bohong lagi. Apalagi ke kamu."

"Kenapa?"

"Karena sesama pasangan harus saling jujur."

"Boleh aku jujur?" tanya Aiza ragu.

"Soal?"

Aiza terlihat ragu. Segala perbincangan bersama Arvino mungkin adalah hal yang biasa tapi itulah yang mereka lakukan saat ini agar hubungan keduanya saling dekat dan rasa kecanggungan diantara keduanya akan menghilang seiring berjalannya waktu.

"Tapi jangan marah."

"Kenapa sih?"

"Aku..."

"Aku kenapa?" tanya Arvino penasaran.

"Aku gak bisa masak mas."

"Mas nikahi kamu itu untuk hijrah bersama. Bukan cari koki."

"Aku juga gak pandai dandan didepan mas."

"Kamu sudah cantik tanpa dandan dan mas cari istri yang apa adanya, bukan cari tukang makeup."

Aiza tersenyum kecil ketika Arvino menerima semua kekurangan.

"Aku sering bangun siang mas."

"Nanti mas bangunin pakai morning kiss biar gak kesiangan."

Wajah Aiza bersemu merah oleh kata-kata Arvino barusan. Ya ampun, hanya untuk mencium kening Arvino saja butuh keberanian ekstra yang harus ia lakukan. Demi membahagiakan hati si mas Aiza rela melakukannya. Hingga sebuah ketakutan terlintas begitu saja di pikiran Aiza.

"Dan aku takut gak bisa bahagiain mas."

"Kalau sekarang mas bilang sudah bahagia dan bersyukur halalin kamu gimana?" timpal Arvino.

Aiza tidak menjawab. Ia hanya semakin memeluk Arvino dengan erat. Bahkan dari gesture tubuh Aiza saja Arvino sudah bisa menebak bahwa Aiza juga merasakan kebahagiaan yang sama sepertinya.

"Em. A-aku.."

"Aku apa lagi?" tanya Arvino bahkan ia sendiri tidak akan bosan terus menjawab hal apapun apalagi ia dan Aiza baru saling dekat seperti ini setelah nikah.

"Aku takut gak bisa kasih mas anak."

Arvino mencium puncak kepala Aiza yang sejak beberapa menit yang lalu sudah melepas khimarnya. "Yang beri anak itu Allah. Bukan kamu. Kita sebagai manusia hanya bisa berusaha aja supaya diberi keturunan."

"Berusaha?"

"Hm."

"Kapan?"

Arvino tertawa geli mendengar ocehan polos Aiza. Aiza pun merutuki kebodohannya. dengan perlahan Arvino mencium kedua mata Aiza dengan lembut penuh kasih sayang hingga rasa membuncah bahagia terlihat dari raut wajah Aiza meskipun ia sangat deg-degan.

"Karena Mas tahu. Kamu masih terlalu kaku untuk bisa berdekatan sama Mas." Arvino mengecup ujung hidung mancung Aiza dan Aiza mengerjapkan kedua matanya dengan bingung."

"Kita baru nikah. Baru sah dan Mas belum tahu semuanya tentang kamu."

"Dan jika Mas mencium bibir kamu sekarang juga, Mas yakin Mas adalah seorang pria sekaligus suami yang menjadi first kiss kamu." Ntah vino sedang bercanda atau tidak, Aiza hanya mampu meneguk air liurnya dengan susah payah karena gugup.

"Mas.. i-itu. A-aku."

"Mas cuma tidak ingin terburu-buru."

"Kalau.. em. I-itu anu-" gugup Aiza.

"Kenapa?"

"Ji-jika mas memintanya aku bisa-"

"Vino!!!! Vinnnn!!!! Nak Vino!!!" Brak! Pintu terbuka lebar.

BUG! "Aaarghhh!" Dan Arvino meringis ketika bokongnya menyentuh lantai saat tanpa diduga Aiza mendorong tubuhnya dengan kasar secara tidak sengaja akibat refleks saat bunda nya itu tiba-tiba memasuki kamarnya hingga membuatnya malu.

Arvino terjatuh dan Aiza pun terkejut untuk segera turun dari tempat tidurnya. "Mas! Mas Vin, Ya Allah maafkan aku." sesal Aiza.

Insiden kecil terjadi begitu saja beberapa detik yang lalu saat Bunda Ayu mendatangi kamar Arvino kemudian membuka pintunya bahkan dan segera menghadap pintu sambil memunggungi Aiza yang saat ini membantu Arvino berdiri.

"Aduhaduhhhhh maafin Bunda. Bunda lupa seharunsya Bunda ketuk pintu dulu. Kalian ini pengantin baru tolong aja ya tolong kalau mau bikin anak pintu itu di kunci dulu!"

Dan Arvino merutuki penyesalannya ketika saat menggendong tubuh Aiza ia lupa menyuruh istrinya itu mengunci pintu kamarnya.

"Aaarghhh.. punggungku." ringis Arvino dan saat itu juga Ayu segera membalikan badannya bahkan terkejut melihat Aiza yang bersusah payah membantu memapah tubuh berat Arvino keatas tempat tidur.

"Ya ampun!!! Kalian ini kenapa sih?" tanya Ayu dengan khawatir sekaligus heran.

"Ma-maafkan saya Bunda. Saya tidak sengaja mendorong tubuh Mas Vin." Aiza terlihat khawatir bahkan saat ini Arvino tengah terbaring sambil berbantalan paha Aiza.

"Iya Nak. Tapi-"

"Sudah-sudah Bun. Vino tidak apa-apa." ucap Arvino dan kini telapak tangannya memegang wajah Aiza. Memastikan jika tidak ada air mata yang berlinang akibat rasa bersalah ataupun semacamnya. "Sayang, Mas tidak apa-apa."

"Ta-tapi Mas. A-aku minta maaf. A-aku. Aku tidak sengaja."

"Sudah-sudah." ucap Ayu lagi. "Seharusnya Bunda yang minta maaf sama kalian karena sudah ganggu." lontar Ayu yang kini memasang raut wajah serius. "Kalian harus segera siap-siap. Kakek sudah mendarat dengan pesawat pribadinya di bandara bersama Fikri untuk menunggu kita."

"Kemana Bun?" tanya Arvino.

"Kita harus segera melakukan operasi donor mata untuk kamu."

Arvino terkejut dan ia pun segera bangun dari posisi baringnya. Aiza tahu kalau suaminya itu terkejut sekaligus dengan dirinya. Ia pun menggenggam punggung tangan Arvino berusaha untuk menenangkan kondisi suaminya.

"Apa? Donor mata?" Tanya Arvino tak percaya.

"Iya. Waktu kita tidak banyak. Barusan Bank Mata Indonesia beserta dokter Rama mengubungi Bunda. Katanya ada korban kecelakaan mobil 15 menit yang lalu. Kita harus kesana sekarang juga."

Arvino terlihat kebingungan "Dimana Bun? Kita kemana?"

"Tidak usah banyak tanya!" Ayu beralih menatap Aiza.

"Aiza tolong kamu bantu persiapkan perlengkapan Arvino ya. Tidak usah banyak-banyak. Seperlunya saja." Aiza mengangguk patuh dan segera beralih ke lemari pakaian Arvino untuk mengambil beberapa pakaian untuk dimasukan kedalam koper.

Disisilain, Arvino masih dilanda kebingungan. Ia tidak menyangka akan mendapatkan donor mata secepat ini bahkan ia pun juga tidak menyangka bahwa ia dan Aiza baru saja tiba beberapa jam yang lalu dari Balikpapan. Arvino tidak bisa mengelak. Bundanya itu benar.

"Cepat ya! Waktu kita tidak banyak." ucap Ayu yang kini berjalan kearah pintu untuk keluar.

"Kalau boleh jujur sama kalian sebenarnya Bunda ini sedang panik. Kondisi kornea yang akan di operasikan ke mata Arvino saat ini sedang proses sterilisasi bahkan hanya bisa dipakai dalam waktu 2x24 jam. Jadi kalian harus cepat dan jangan membuang-buang waktu. Kalian mengerti?"

Hanya anggukan dari Aiza saja yang akhirnya membuat Ayu segera pergi dan menutup pintu kamar Arvino. Aiza melirik kearah suaminya yang kini terlihat berdiri dari duduknya di pinggiran ranjang hanya untuk menghadap tirai jendela yang terbuka lebar dan menampilkan suasana terangnya cahaya matahari diluar sana meskipun suaminya itu tidak bisa melihat.

Aiza merasakan kedua matanya memanas akibat rasa syukur tak terkira dihatinya. Ia tidak menyangka bahwa Allah mempermudah segala urusan dan niatnya melalui doa-doanya bersama Arvino selama ini.ย 

Perasaan haru yang tidak bisa dibendung lagi membuat Aiza pada akhirnya segera berjalan kearah Arvino dan memeluknya dari belakang. Sangat erat hingga Arvino bisa merasakan punggung tubuhnya terasa saat Aiza bergetar kecil karena isakannya.

"Mas.." isak Aiza. Arvino juga merasakan hal yang sama seperti istrinya. Ia pun membalikan badannya dan memeluk Aiza dengan erat.ย 

Hanya sebuah pelukan hangat seperti itu yang membuat Arvino dan Aiza tahu kalau saat ini Allah telah mendatangkan kebaikan untuknya dibalik kesabaran yang mereka lakukan selama ini.ย 

Oleh

Majdi As-Sayyid Ibrahim

"Dari Ummu Al-Ala', dia berkata :"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjenguk-ku tatkala aku sedang sakit, lalu beliau berkata. 'Gembirakanlah wahai Ummu Al-Ala'. Sesungguhnya sakitnya orang Muslim itu membuat Allah menghilangkan kesalahan-kesalahan, sebagaimana api yang menghilangkan kotoran emas dan perak"

๐Ÿ’ž๐Ÿ’ž๐Ÿ’ž๐Ÿ’ž

Cuma mau bilang jika author bersyukur karena kebahagian mereka, kebahagiaan kita juga ya gak? Setuju?

Penasaran sama kelanjutan ceritanya? Kalian bisa pantengin spoiler respon Arvino saat pertama kali melihat Aiza di snapgram author ya.

Ig : lia_rezaa_vahlefii

Sehat selalu buat kalian๐Ÿ˜˜

With Love

LiaRezaVahlefi