Chereads / Mencintaimu Dalam Diam / Chapter 47 - Chapter 46

Chapter 47 - Chapter 46

"Aiza."

"Hm."

"Kota yang kamu suka apa?"

"Tidak ada."

"Kenapa tidak ada?"

"Aku tidak tahu."

"Kamu yakin tidak ada? Ah atau begini. Kota yang menurut kamu indah."

"Banyak."

"Salah satu nya?"

Aiza terlihat berpikir sejenak. Sebenarnya tubuhnya terasa sangat lelah apalagi selama beberapa hari ini ia di sibukkan dengan segala urusan tentang Arvino dan kesembuhannya meskipun ia tidak mengeluhkan sama sekali. Manusia tetaplah seorang manusia yang bukan tenaga robot sehingga ada kalanya merasa lelah.

"Bali."

"Bali?"

"Hm."

"Kenapa Bali?"

"Indah."

"Alasannya?"

"Karena Allah sudah menciptakannya makanya indah."

"Ah gitu ya." Arvino menganggukkan kepalanya sambil bersandar disebuah sofa ruangan rumah sakit sembari menunggu dokter Rama kembali visit ketika jam menunjukan pukul 08.00 pagi meskipun selang infus sudah terlepas sejak kemarin karena hari ini Arvino sudah diperbolehkan untuk pulang kerumah.

"Warna Favorit?"

"Tidak ada."

Arvino menghela napasnya. Sungguh Aiza adalah sosok istri yang simpel dan tidak bertele-tele dari segi apapun. Ia pun memeluk pinggul Aiza dengan erat sambil membawa Aiza kedalam pelukan.

"Kamu yakin tidak ada? Begini saja. Em.. warna netral menurut kamu."

"Putih."

"Suka yang mewah atau sederhana."

"Sederhana."

"Gedung atau pantai?"

"Pantai."

"Rumah atau mobil?"

Aiza mengerutkan dahinya. Ia pun mendongakkan wajahnya dan menatap Arvino yang posisi wajahnya begitu dekat dengannya. Menyadari hal itu, buru-buru Arvino terkekeh geli. Sungguh Aiza benar-benar tidak mengerti mengapa suaminya itu banyak bertanya pada dirinya.

"Sudah, jawab saja. Rumah atau mobil?"

"Kenapa?"

"Kok kenapa? Mas cuma tanya, Rumah atau mobil."

Aiza terdiam. Sayup-sayup matanya mulai terasa berat. Padahal hari masih pagi dan Aiza sudah mengantuk. Oh ayolah bagaimana semalaman bisa tidur jika Arvino begitu usil dengan menciumi seluruh wajahnya sehingga membuatnya sedikit terganggu walaupun menyukainya. Arvino bagikan suami udik yang begitu bahagia ketika sudah bisa melihat Aiza. Bahkan ia tidak ingin membuang kesempatan hal itu untuk menatap Aiza dengan sesuka hati. Ah jangan lupakan bila perlakuan itu selama semalaman membuat rona merah di wajah Aiza begitu terlihat jelas.

"Aiza."

"Hm."

"Jawab. Kalau kamu gak jawab mas cium wajah kamu-"

"Rumah." ucap Aiza pada akhirnya.

Seketika Arvino tersenyum. Ia rasa sudah cukup dan akhirnya mengizinkan istrinya itu berisitirahat sejenak. Arvino tau bahwa semalaman Aiza tidak bisa tidur karena keusilan dirinya yang begitu gemas dengan Aiza. Istrinya itu benar-benar pendiam, irit bicara dan harus ia gangguin terlebih dahulu agar Aiza bisa banyak berkata.

"Em sebentar."

"Apa?"

"Sekali lagi deh janji."

"Hm."

"Mawar atau love love hati."

"Mas aku ngantuk."

Arvino menciumi seluruh wajah Aiza. Bahkan ia meringis geli saat jambang halus milik suaminya itu menyentuh pipinya. Arvino tertawa meskipun saat ini Aiza berusaha menghindar karena malu.

"Mawar mas mawar. Aku lelah." ucap Aiza ketika akhirnya ia mengalah.

"Janji deh sekali lagi. Vila atau hotel."

"Massssss."

"Vila atau hotel?"

"Iya iya iya sembarang aja sudah. Vila mas vila." kesal Aiza berusaha sabar.

๐Ÿ’ž๐Ÿ’ž๐Ÿ’ž๐Ÿ’ž

Bali - 18:00 petang.

Aiza tidak berhenti menatap dirinya didepan cermin dengan riasan wajahnya kali ini. Sebelumnya, ia sudah pernah di rias oleh seorang make up profesional secara natural saat akad nikah beberapa hari yang lalu.

Aiza juga tidak menyangka jika takdir benar-benar membuatnya bersyukur.

Seminggu yang lalu ia akad nikah dengan suaminya, lalu beberapa hari kemudian seorang pendonor mata rela mendonorkan kornea nya ke Bank Mata Indonesia sehingga Arvino pun tanpa menunda waktu lagi segera melakukan operasi kornea mata dan sekarang, Arvino dengan cepatnya mengadakan resepsi secara sederhana tanpa rundingan dengannya terlebih dahulu.

Suaminya itu benar-benar penuh kejutan ya. Ish, Pantas saja sejak kemarin Arvino banyak bertanya tentang kota indah, warna netral dan lainnya ketika tanpa diduga Arvino telah mempersiapkan sebuah acara resepsi pernikahan untuk mereka.

Arvino memang bergerak dengan cepat. Hanya membutuhkan waktu tiga hari dan dibantu oleh beberapa pihak keluarga besar tanpa Aiza sadari semuanya berjalan dengan lancar.

Dan disinilah sekarang ketika ia bersama Arvino yang sudah menggenggam tangannya dengan erat dan hangat. Sekarang Aiza sadar mengapa Arvino bertanya gedung atau pantai karena suaminya itu telah mempersiapkan acara resepsi bertemakan outdoor di pinggir pantai.

Acara di mulai pukul 20;00 malam. Arvino sengaja mengambil waktu malam setelah sholat isya. Alasannya simpel. Katanya ia tidak ingin berlama-lama di situasi pesta pernikahan dan pria itu juga tidak suka jika Aiza dilihat banyak pria-pria yang menjadi tamu undangannya.

Astaga, Arvino itu benar-benar ya meskipun ia tidak mengundang banyak orang. Tapi setelah di pikir-pikir ada benarnya mengingat jika ia membuat acara resepsi di mulai pukul sebelas siang sampai sore tentu saja waktu yang di pakai akan semakin panjang dan lama. Bagi Arvino, untuk situasi seperti ini sudah lebih dari cukup. Yang penting berita bahagia pernikahan dan lepasnya status masa lajangnya sudah beredar secara luas agar semua fans-fans wanitanya itu tidak membully Aiza lagi.

Arvino melirik kearah istrinya yang sesekali tersenyum ketika para tamu wanita undangan yang menyalaminya. Hanya melihat senyum Aiza saja Arvino harus berusaha mati-matian menahan rasa untuk tidak mencium bibir istrinya itu. Ah, sabar-sabar aja deh karena Aiza masih begitu kaku dengannya.

๐Ÿ’ž๐Ÿ’ž๐Ÿ’ž๐Ÿ’ž

Pukul 23;00 malam.

Satu jam lagi waktu akan silih antara pergantian hari dan tanggal. Saat ini, Arvino sudah berada didalam mobil yang dikemudikan oleh asisten pribadinya si Randi. Disamping Arvino ada Aiza yang memilih duduk dengan sedikit berjarak darinya sambil menatap jalanan kota Bali yang sudah lenggang.

Arvino menggenggam punggung tangan Aiza sambil mengusap dengan lembut dan menyentuh cincin pernikahan yang melingkar di jari manis istrinya. Merasa tangannya di genggam, Aiza pun menoleh dan tersenyum tipis kearahnya.

Sebenarnya Aiza ingin sekali bersandar di dada bidang Arvino. Namun karena situasi saat ini sedang berada di mobil dan ada Randi disana membuat Aiza hanya bisa ikut membalas genggaman tangan Arvino

Sebuah genggaman hangat yang membuat debaran jantung Arvino berkali-kali lipat. Astaga, Aiza itu istri yang tidak banyak bicara namun sekali melakukan sesuatu yang romantis benar-benar membuat hatinya berdebar sangat kencang dan Arvino benar-benar semakin mencintai Aiza.

Waktu terus berjalan. Randi sudah tiba di sebuah halaman luas rumah besar ketika ia memasukinya setelah salah satu asisten rumah tangga membukakan pintu pagarnya.

"Ayo kita turun. Sudah sampai."

Aiza terlalu terkesima hingga ia tidak menyadari Arvino sudah mengitari mobilnya dan membukakan pintu untuknya.

Dengan ragu Aiza keluar dari mobilnya setelah menerima uluran tangan Arvino yang tidak melepaskannya sama sekali. Aiza terkesima bahkan tanpa berkedip sama sekali menatap sebuah villa besar yang ada didepan matanya.

"Tempat kita honeymoon."

Aiza menoleh kearah Arvino dengan terkejut. "A-apa?"

"Honeymoon"

"Ho-honeymoon?" tanya Aiza tidak percaya.

Arvino mengangguk. "Hm, masih ingat pertanyaan beberapa hari yang lalu? Vila atau hotel? Mas pengen berduaan denganmu di tempat villa ini. Kebetulan lokasinya deket sama pantai."

"Tapi mas- aaaaaaaaaa."

Arvino kembali berulah dengan hal-hal yang membuat Aiza terkejut ketika saat ini suaminya itu mengendong tubuhnya ala bride style.

"Mas turunkan aku."

"Gak mau ah."

"Tapi-"

"Ini malam pertama. Masih mau menghindar?"

Aiza bersemu merah. Ia pun melakukan kebiasaannya sembari menenggelamkan wajahnya pada leher Arvino. Arvino tersenyum geli akibat kelakuan Aiza yang begitu menggemaskan.

Kejutan Arvino benar-benar membuatnya takjub bahkan semakin mencintainya begitu saat ini mereka mulai menaiki anak tangga satu per satu yang sudah di penuhi oleh kelopak mawar dan lilin aroma terapi.

"Mas i-ini-"

"Masih ingat dengan pertanyaan mas mawar atau love love hati?"

Aiza mengangguk. Dengan perlahan Arvino merebahkan tubuh istrinya ke atas tempat tidur.

"Karena kamu memilih bunga mawar yasudah, mas siapkan. Ini mas loh yang dekor. Gimana? Romantis kah? Gini-gini mas romantis. Sudah gitu tampan pula."

Aiza berusaha untuk menahan tawa tapi ia tidak bisa mengelak jika suaminya itu benar-benar romantis.

"Oh iya satu lagi." Arvino duduk di pinggir ranjang sedangkan Aiza sudah dalam posisi baring di atas tempat tidur empuk itu. "Maaf ya kalau mas dekor kamar kita malam ini gak sesuai keinginanmu. Em.." Arvino terlihat salah tingkah sambil menggaruk tengkuknya. "Setahu mas kamu gak suka sesuatu yang berlebihan. Ya kali aja sih kamu jadi risih kalau kebanyakan mawar. Tapi semua ini gak mengganggu kamu kan?"

Sekali lagi, Aiza memilih bangun dari posisi tidurnya dan duduk sambil bersila. "Gak mas. Aku suka."

Arvino hanya tersenyum bertepatan saat ponselnya berdering. "Kalau mau mandi duluan aja. Mas mau angkat panggilan ini. Dari bunda."

Aiza hanya mengangguk dan ia teringat sesuatu tentang ponselnya. Seharian ini bahkan saat acara resepsinya beberapa jam yang lalu ia sama sekali tidak melihat Reva. Memang Reva bukan sahabatnya atau teman dekatnya. Tapi bukankah wanita itu sudah janji akan datang saat resepsi meskipun dadakan?

Aiza pun mencoba menghubungi Reva namun nihil. Ini sudah kesekian kalinya sejak beberapa jam yang lalu nomor ponsel Reva tidak aktip. Disisilain apakah Fikri selaku teman dekat Reva itu tidak mengabari jika Arvino itu menikah?

Tidak ingin terlalu banyak memikirkan Reva, Aiza memilih membersihkan tubuhnya sekarang juga setelah Arvino menyuruhnya untuk mandi terlebih dahulu.

Untungnya saja gaun nikah yang Aiza kenakan saat resepsi tadi bermodel dresh simpel sehingga memudahkan baginya untuk di kenakan dan melepasnya begitu saja mumpung Arvino keluar kamar mereka sejak tadi.

Ah padahal Arvino itu suaminya. Tapi tetap saja Aiza merasa malu dan belum pernah terbiasa untuk memperlihatkan seluruh anggota tubuhnya tanpa sehelai pakaian semenjak Arvino sudah bisa melihat.

Aiza segera menuju kamar mandi dan ia kembali di kejutkan oleh suasana kamar mandi yang begitu temaram dan romantis. Ah tentu saja ini semua pasti Arvino yang mempersiapkannya.

Dengan ragu Aiza duduk di pinggiran bathup yang begitu dingin tapi ia bisa merasakan kehangatan air nya yang begitu wangi aroma mawar dan dipenuhi busa.

Ini pertama kali dalam hidupnya Aiza mendapat kejutan romantis seperti ini apalagi kejutan tersebut berasal dari seorang pria yang ia sukai bahkan ia cintai sejak pandangan pertama. Sebuah cinta yang tidak bertepuk sebelah tangan walaupun menunggu selama tiga tahun.

๐Ÿ’ž๐Ÿ’ž๐Ÿ’ž๐Ÿ’ž

Arvino duduk di pinggiran ranjang dengan gelisah dan bosan bahkan lebih tepatnya rasa gelisah itu semakin meningkat apalagi mendengar suara kucuran air yang berasal dari kamar mandi. Hanya memikirkan Aiza yang sedang berada di kamar mandi membuatnya gelisah. Oh ayolah, Aiza itu istrinya.ย 

Kalau sudah halal mah bebas. Tapi... Tidak-tidak, Arvino buru-buru menggelengkan kepalanya dengan cepat.

Arvino sadar ia harus sabar. Ini baru seminggu ia dan Aiza menikah dan sudah saling mengenal selama tiga tahun tentu saja istrinya itu masih kaku.

So, apa yang harus ia lakukan? Apakah ia harus melakukan push up agar cepat lelah dan pikiran yang aneh-eneh itu lekas teralihkan? Arvino memilih membuka tuxedonya yang terasa gerah bahkan mengabaikan rasa kegelisahan didalam dirinya yang begitu menahan nafsu untuk istrinya. Alih-alih memikirkan hal itu, Arvino memilih bermain game di ponselnya.

๐Ÿ’ž๐Ÿ’ž๐Ÿ’ž๐Ÿ’ž

Aiza sudah selesai membersihkan dirinya tiga puluh menit yang lalu meskipun ia sempat keluar kamar mandi untuk memastikan keberadaan suaminya itu ada dikamar mereka atau tidak.

Aiza melihat beberapa pakaian Arvino yang sudah di lepaskan pria itu dan teronggok dekat pinggiran ranjang tapi ia tidak melihat ada Arvino disana.

Aiza menghela napas. Ah sebentar lagi sebuah kewajiban yang akan datang harus ia lakukan. Tentu saja sebuah malam pertama yang sudah seharusnya di lakukan oleh pasangan pengantin baru.

Aiza berdiri didepan cermin kamar mandi yang menampilkan pantulan dirinya. Aiza terlihat bingung. Gelisah bahkan gugup.

Menutupi rasa groginya, Aiza memilih berjalan mondar-mandir tidak jelas sambil menggigit ujung kukunya. Astagaaaa apa yang harus ia lakukan?

Apakah ia harus mendatangi Arvino kemudian merayunya? Ah tidak-tidak.

Apakah ia harus berbasa-basi sambil membuatkan secangkir teh kemudian... Kemudian apa lagi? Ah membingungkan!

Apakah ia harus mendatangi Arvino kemudian langsung membuka wardrobe yang ia kenakan saat ini begitu saja? Ah itu benar-benar terlihat sangat aneh. Ia gadis pemalu dan tentu saja itu adalah hal yang tidak mungkin ia lakukan.

Aiza kembali menatap wajahya di cermin. Ia merapikan sedikit rambut panjangnya yang sudah setengah mengering kemudian menghirupnya. Memastikan bahwa rambutnya benar-benar wangi.

Aiza meraih cermin kecil dan lagi-lagi memastikan wajahnya tidak berminyak, kusam atau mungkin hal-hal yang nantinya akan membuatnya malu untuk pengalaman malam pertama mereka.

Jadi sekarang apa yang harus ia lakukan? Rasanya Aiza ingin merutuki kebodohan dan kepolosannya saat ini juga.

Aiza membuka tas kosmetik yang berukuran sedang miliknya. Didalam sana ada beberapa alat kosmetik yang sudah ia siapkan berkat saran dari Naura. Aiza memang tidak pernah memakainya karena ia tidak bisa berdandan selama ini.

Aiza menghela napasnya. Rasanya ia ingin menyerah tapi ia tidak ingin menjadi dosa karena tidak melayani Arvino seutuhnya. Berusaha sabar, ia pun membuka layar ponselnya dan mulai mensercing ;

'Hal apa yang harus dilakukan seorang wanita di malam pertama'

Dengan serius Aiza mulai membacanya. Pertama-tama dengan sedikit polesan di wajah akan menambah kecantikan. Tidak perlu polesan berlebihan. Mungkin sedikit bedak tipis-tipis dan lipstik agar bibir terlihat fresh. Dan siapa sangka jika keterangan yang ia baca itu sebuah lisptik berwarna merah yang menjadi kesukaan sebagian para pria karena warnanya yang menggoda.

Tapi, benarkah Arvino juga suka warna merah jika Aiza memakai lipstik tersebut?

Ah ini demi Arvino. Aiza harus segera menjalankannya dengan memoles bedak tipis-tipis di wajahnya bahkan mulai memakai lipstik berwarna merah di bibirnya yang ranum.

Ada beberapa hal-hal yang harus ia lakukan jika mengikuti langkah-langkah tersebut di internet. Salah satunya saat ini ia harus mempersiapan sebuah alat pencukur bulu ketiak-

"Aiza?"

Aiza terkejut saat tanpa diduga ia melupakan suatu hal ketika lupa mengunci pintu kamar mandinya. Akibat kegugupan dirinya yang akan menghadapi malam pertama membuatnya lupa harus mengunci pintu kamar mandinya terlebih dahulu.

Buru-buru Aiza membereskan peralatannya dengan tergesa-gesa dan panik. Bahkan ia mengabaikan beberapa alat make up yang sudah berjatuhan di lantai hingga sebuah pelukan hangat dari belakang membuatnya menahan napas.

"Kamu ngapain?" bisik Arvino di telinga Aiza.

"A-aku.. aku.."

"Aku apa?"

"Em. I-itu-"

"Itu apa sih?"

"Aku, em itu anu-"

Dengan perlahan Arvino membalikan tubuh Aiza dan Aiza terkejut ketika saat ini Arvino bertelanjang dada meskipun sudah mengenakan celana panjang tidurnya.

Aiza meneguk ludahnya dengan susah payah. Aroma tubuh Arvino begitu wangi dan menenangkan ketika saat ini ia menyenderkan pipinya di dada bidang Arvino.

Arvino masih memeluk Aiza yang begitu kaku selama beberapa detik tapi ia tidak bisa melepas pandangannya dari beberapa alat kosmetik koleksi Aiza saat ini. Ia tersenyum geli dan rasanya ingin terbahak saat itu juga melihat kelucuan Aiza dan segala peralatan tempurnya.

Tapi Arvino berusaha menahan diri untuk tidak tertawa dan menghargai istrinya. Ia pun melepaskan pelukannya dan menunduk untuk mengambil beberapa benda-benda milik Aiza yang berjatuhan.

"Em mas, biar aku-" Aiza hendak mengambil semua barangnya tapi Arvino sudah lebih dulu memungut benda-benda milik Aiza itu.

"Ini semua alat make up kamu?" tanya Arvino sambil memegang sebuah lipstik merah ditangannya kemudian memasukannya kedalam tas kosmetik.

Aiza mengangguk. "I-iya mas."

Arvino menatap bibir Aiza yang kini sudah berpulas lipstik berwarna merah menggoda. Wah bukankah sekarang bibir Aiza terlihat seksi?

"Kalau kamu gak pakai lisptik ini bibir kamu tetap cantik alami kok. Terus ini bedak kamu?" tanya Arvino sambil memegang bedak padat milik Aiza.

Aiza mengangguk dan Arvino memasukan alat make up tersebut kedalam tas kosmetik Aiza dan tangannya terhenti sejenak saat Arvino memegang sebuah alat pencukur ketiak.

"Em mas. I-itu aku-"

Seketika Arvino memasang raut wajah smirknya. "Habis cukur bulu ya?"

"Ha?" Aiza terkejut dan panik. "Em ti-tidak mas. I-itu aku. Aku bisa jelasin. Em anu-"

"Apa?"

"Aku-"

"Aku apa?"

Arvino semakin gencar menggoda Aiza hingga akhirnya ia pun tertawa bahkan jangan lupakan jika saat ini ia meraih pergelangan tangan Aiza kemudian membawanya ke luar dan sekarang berada di kamar mereka kemudian mendudukannya dipinggiran ranjang.

"Ini pakai baju tidur kamu supaya kita couple."

Aiza menerima baju tidur tersebut yang memang ternyata baju tidur itu adalah baju tidur couple yang merupakan hadiah pernikahan dari Devika yang sudah di persiapkan jauh-jauh hari.

"Ini hadiah dari Devika. Dia gak bisa datang waktu resepsi tadi. Tapi dia sudah menitipkan kado ini sama Fikri. Tidak masalahkan kalau kamu memakainya? Aku harap kamu tidak cemburu."

Arvino memasang raut wajah serius dan bagaimana cara pria itu menatapnya lembut. Buru-buru Aiza menggeleng dengan cepat. "Aku tidak cemburu mas."

Arvino pun segera tidur dan tak lupa membawa Aiza kedalam pelukannya. "Mas paham bagaimana kamu begitu gugup malam ini. Tapi percayalah jika mas akan dengan sabar menunggumu sampai benar-benar siap."

Aiza mendongakkan wajahnya dan menatap Arvino yang kini memejamkan matanya. "Tapi-"

"Tidurlah. Hari ini begitu melelahkan."

"Aku takut mas marah."

"Mas ikhlas dan ridho."

"Tapi-"

Dan lagi, Aiza hanya bisa merasakan keharuannya bagaimana saat ini Arvino yang dikenal angkuh dan playboy itu benar-benar berubah menjadi sosok suami yang dewasa sekaligus pengertian.

"Mas."

"Hm."

"Terima kasih."

"Sama-sama sayang. Tidurlah."

"Mas."

"Apa lagi?"

"Besok pagi jangan lupa."

"Soal?"

"Janji mas."

"Janji apa?"

"Janji beberapa hari yang lalu."

"Tentang?"

"Morning kiss dipagi hari."

Arvino membuka kedua matanya dan menatap Aiza. "Kalau gitu begini saja."

Arvino menatap serius kedalam mata Aiza hingga membuat hati Aiza berdebar-debar sangat kencang bahkan ia pun menahan napas akibat debaran hatinya saat wajah Arvino memberanikan diri mencium keningnya.

"Night kiss buat kita. Dan ciuman kening yang begitu romantis dan tidak akan bosan aku lakukan setiap saat padamu setelah kita halal."

Wajah Aiza merona merah. "Aku mencintaimu Mas Arvino." Lalu air mata haru mengalir di pipi Aiza.

๐Ÿ’ž๐Ÿ’ž๐Ÿ’ž๐Ÿ’ž

Aku baper. Eh ada lagi gak yg baper disini selain author? Wkwkwkw

Eitsss.. jangan lupa nantikan kelanjutannya ya chapter 47. Kalian bisa liat spoilernya di snapgram author ; lia_rezaa_vahlefii.

Sehat selalu buat kalian๐Ÿ˜˜

With Love

LiaRezaVahlefi