"Dan pada sebagian malam hari shalat Tahajjud-lah kamu...." [Al-Israa'/17: 79]
"Dan sebutlah nama Rabb-mu pada (waktu) pagi dan petang. Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang di malam hari." [Al-Insaan/76: 25-26].
"Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Rabb-mu-lah hendaknya kamu berharap." [Asy-Syarh/94 : 7-8)
"Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah)." [Adz-Dzaariyaat/51: 17-18]
*
Jam menunjukan pukul 03.00 pagi. Sayup-sayup Aiza pun membuka kedua matanya karena sudah menjadi hal kebiasaannya untuk melakukan sholat tahajjud.
Aiza duduk di pinggiran ranjang sejenak untuk mengumpulkan sedikit kesadaran oleh hawa ngantuknya yang masih terasa sambil menatap wajah Arvino. Wajah suami tercinta yang sedang tertidur pulas-
"Iya iya Mas ganteng. Saking gantengnya tidak akan bosan kamu pandang dan pasti kamu tidak bisa lupain first kiss kamu tadi malam kan?" Goda Arvino dengan candaanya.
Aiza terkejut bahkan tidak menyadari bahwa Arvino bangun dari posisi tidurnya kemudian menghadap Aiza. "Mas bener kan?"
"Ha?"
Arvino memasang raut wajah smirknya. "Akui saja Aiza."
"Akui apa?"
"Mas ganteng."
Aiza mengangguk. "Iya."
Arvino menyentuh pipi Aiza dan mengusapnya dengan lembut. "Sudah jam 03.00 pagi. Sudah waktunya kita sholat tahajud. Kamu ambil air wudhu duluan."
Aiza hanya mengangguk dan berdiri. Ia pun segera melangkahkan kedua kakinya untuk mengambil air wudhu hingga suara Arvino kembali memanggilnya. "Tunggu sebentar."
Aiza menoleh. "Ada apa?"
Dengan santai Arvino berjalan menuju kearahnya bahkan tak tanggung-tanggung lagi ia mencium pipi Aiza. Hanya sebuah kecupan singkat dan membuat perasaan Aiza campur aduk. Terkejut, jantung berdebar, wajah merona merah dan bahagia. Aiza masih diam terpaku di tempat hingga Arvino memundurkan langkahnya sambil memberi isyarat dengan dagunya.
Aiza masih diam terpaku di tempat hingga Arvino memundurkan langkahnya sambil memberi isyarat dengan dagunya. "Sudah sana ambil air wudhu gih. Tadi cuma icip-icip doang biar mas gak ngantuk."
Sebelum Aiza bertambah malu dengan perlakuan Arvino tadi buru-buru Aiza hanya mengangguk singkat dan memilih pergi dari sana.
"Dasar putri malu." kekeh Arvino dalam hati.
💞💞💞💞
Bali, 09.00 pagi
Setelah menyelesaikan sarapan pagi di hotel, Arvino dan Aiza itu akhirnya memilih berjalan-jalan disekitar vila tempat mereka menginap. Arvino
sudah berusaha menawarkan diri untuk mengemudikan mobil yang sudah di persiapkan oleh Randi namun tetap saja Aiza menolaknya secara halus. Alasannya karena ingin berjalan kaki menikmati kampung orang.
Dan disinilah mereka berada. Setelah berjalan beberapa meter akhirnya mereka memutuskan singgah ke pasar sukawati untuk membeli oleh-oleh buat keluarga mereka dirumah.
"Lelah?"
Aiza menoleh ke Arvino yang berada di sampingnya. Bahkan tubuh Arvino yang lebih tinggi darinya hanya membuat Aiza menggeleng pelan.
"Lapar?"
"Tidak."
"Haus?"
"Tidak."
"Mau istirahat sebentar?"
"Tidak."
"Mau mas cium lagi seperti tadi malam?"
"Iya- Enggak!"
Dan Arvino tertawa bahkan terbahak sambil memegang perutnya. Aiza mendengus kesal sehingga membuatnya berjalan terlebih dahulu meninggalkan suaminya yang jahil sekaligus membuat rona merah diwajahnya terpancar.
"Hei! Aiza! Sayang.. jangan tinggalkan pangerannmu ini tuan putri malu!"
Arvino masih tertawa disela-sela diirinya yang saat ini mengejar Aiza dan begitu sampai di samping Aiza, ia pun segera mengamit tangan Aiza dan menggenggamnya dengan erat.

"Jangan marah. Mas cuma bercanda."
"Iya."
"Ayo sekarang kita berburu oleh-oleh. Mas dapat info dari rekan dosen katanya pasar sukawati sering dijadikan rekomendasi tempat wisata murah dan gratis di Bali sekaligus tempat belanja secara tradisional."
"Oke."
Mereka tak lagi berbicara dan mulai mencari oleh-oleh yang ternyata ada banyak sekali yang di jual.
Aiza menelusuri semua pernak-pernik yang begitu banyak bahkan sedikit banyaknya membuatnya bingung. Ia hampir jarang sekali membeli barang-barang yang sekiranya tidak penting. Bukan tidak ada uang, hanya saja jika sudah membelinya hingga berkahir tidak terpakai begitu saja untuk apa? Ah Aiza memang begitu. Berbeda dari kebanyakan wanita yang doyan belanja.
Niatnya yang ini berpindah kelain tempat terhenti begitu saja saat Aiza menatap sebuah gelang couple yang terbilang sederhana namun menarik perhatiannya.
Aiza meraih gelang tersebut dan menatapnya sejenak. Ia tidak bisa menyembunyikan senyuman kecilnya bahkan senyuman tersebut hampir tidak terlihat ketika ia membayangkan menggunakan gelang tersebut bersama Arvino.
"Model lain juga banyak mbak."
Aiza menoleh ketika seorang ibu paruh baya menghampirinya. Dengan malu Aiza bertanya. "Em ini berapa harganya?"
"Oh yang ini?" tanya ibu itu. "Cuma Rp.20.000 saja mbak. Kalau Mbak yang pakai cocok banget. Sudah punya pacar mba?"
Aiza tidak mengubris pertanyaan ibu tersebut. Ia hanya terfokus menatap gelang couple yang terbilang sederhana itu.
"Saya sudah menikah."
Ibu itu hanya manggut-manggut. Tak mau berlama-lama apalagi banyak berbicara, Aiza pun mengeluarkan dompetnya namun tidak jadi saat Arvino lebih cepat menghampirinya.
"Sini biar mas aja yang bayar."
Aiza terkejut. Ia pun menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak perlu mas. Aku-"
"Mas suamimu. Jadi wajar aja kalau mas berniat membayarkan belanjaan mu."
Kalau sudah Arvino berkata seperti itu tentu saja Aiza hanya bisa menurut. Terlebih saat ini Arvino sudah mengeluarkan uang pas dan membayarkannya ke si ibu pemilik jualan itu.
"Kamu yakin mau beli gelang ini?"
Aiza mengangguk. Dan Arvino bisa melihat bagaimana saat ini Aiza menyembunyikan raut wajah bahagianya. Hanya untuk hal yang sangat-sangat sederhana Arvino sudah paham bagaimana cara membuat istrinya itu bahagia.
"Gak mau tambah pernah pernik lagi?"
"Gak."
"Ini masih banyak loh za. Ada kalung, cincin, tas selempang, daster, baju khas Bali, kain slendang, bahkan cemilan khas kota ini. Yakin gak mau beli lagi?"
Aiza menggeleng.
"Ya terserah kamu sih. Mas cuma nanya aja. Lagian di Jakarta bahkan dimana-mana gelang couple ini dijual bebas. Kamu yakin beli disini aja? Gak dilain? Atau mau nambah?"
Arvino masih bertanya panjang kali lebar namun Aiza tetaplah Aiza yang pendiam dan tidak menginginkan sesuatu yang bertele-tele.
"Gak mas. Makasih."
Arvino hanya menghela napasnya dan ia hanya bisa menyetujui keinginan istrinya itu. Tak hanya itu saja, ia pun sudah membawa Aiza menelusuri seisi pasar tradisional untuk mencari oleh-oleh lebih banyak lagi.
Aiza tak habis pikir. Suaminya itu benar-benar seperti ibu-ibu rempong yang hobi belanja. Ah jangan lupakan jika tawar menawar yang ia lakukan ke beberapa penjual sudah memakan waktu hampir 15 menit.
Kalau sudah seperti itu apa mau dikata? Seorang istri tetaplah seorang istri yang setia membantu suaminya dalam hal apapun yang sekiranya baik. Contohnya sekarang ini, mengikuti Arvino kemanapun pria itu membawanya bahkan memegang pergelangan tangannya bagaikan ayah dan anak.
Tentu saja terlihat seperti itu mengingat Arvino memiliki tubuh tinggi dan tegap bahkan wajahnya yang blasteran karena darah keturunan dari Bunda Ayu yang dulunya warga negara Amerika dan mualaf.
Sedangkan Aiza, apa daya dirinya yang hanya seorang istri yang masih memiliki rasa tidak percaya diri bersanding dengan seorang suami tampan seperti Arvino.
"Mas."
"Hm."
"Masih lama ya?"
"Ini sudah. Kita ke persimpangan ujung jalan. Nanti ada Randi menjemput kita."
Dan Aiza baru sadar jika petualangan berbelanja mereka benar-benar jauh dari lokasi vila. Ah kalau sudah berburu barang oleh-oleh gitu tentu saja terkadang membuat diri seseorang kalap sekalipun lokasinya yang jauh.
"Kamu lelah?"
Aiza tidak mau mengakuinya jika sebenarnya ia lelah apalagi dikedua tangannya dan Arvino sudah di penuhi beberapa kantung plastik belanjaan mereka yang berisi oleh-oleh. Ia hanya ingin membuat Arvino merasa tidak bersalah karena diirinya.
"Gak mas."
"Eh tapi ada satu oleh-oleh lagi yang lupa mas beli. Buat Devika dan kita harus kesana sekarang."
"Devika?"
Bertepatan saat itu Randi tiba didepan mereka dan keluar dari mobilnya sambil membantu Arvino membawa beberapa kantung plastik berisi oleh-oleh.
"Sekarang?"
"Iya." Arvino menarik pergelangan tangan Aiza dan berjalan. "Dia pernah bilang sama mas kalau ada jalan-jalan ke Bali suatu saat dia titip oleh-oleh kesukaannya dan sekarang mas berniat membelikannya."
Aiza hanya mencelos. Bukan karena ia lelah. Ntahlah, mendengar Arvino yang berniat membeli oleh-oleh buat Devika tanpa Arvino sadari Aiza merasakan hatinya tidak senang. Ia merasa cemburu. Sungguh ia menyimpan rasa kecemburuan terpendam dari dulu hingga sekarang namun tidak mengungkapkannya. Arvino ingat jika Devika pernah berkata seperti itu di masalalu hanya karena oleh-oleh. Tapi apakah sekarang ia ingat jika istrinya itu sedang menahan cemburu?
Aiza hanya diam bahkan ketika Arvino sudah kembali membelikan oleh-oleh Devika. Ia berusaha memalingkan pandangannya kelain. Mencoba tidak mengetahui jenis oleh-oleh apa yang di belikan Arvino buat devika.
💞💞💞💞
Sambil menikmati matahari tenggelam dengan suasana romantis. Aiza dan Arvino memilih duduk di pinggiran pantai. Arvino duduk dengan Aiza yang berada di sampingnya sambil menyenderkan dahinya pada pundak Arvino.
"Za."
"Hm."
"Makasih."
"Sama-sama."
"Gak nanya makasih buat apa?" tanya Arvino lagi.
"Gak perlu."
"Kenapa?"
"Karena sedikit banyaknya mungkin mas bersyukur dengan kebahagiaan pernikahan kita."
Arvino tersenyum kecil dan itu adalah kata-kata dari Aiza yang lumayan panjang bagi Arvino."Kamu benar. Kamu-"
Arvino tidak bisa melanjutkan kata-katanya ketika ponselnya berdering. Ia pun meminta izin pada Aiza untuk segera menerima panggilan tersebut dengan sedikit menjauh.
Dari jarak beberapa meter, seorang pria yang merupakan turis mancanegara terlihat kebingungan. Melihat Aiza yang sedang duduk sendirian, dengan sopan ia pun mendatangi Aiza.
"Excuse me."
Aiza menoleh ke samping dan mendongakkan wajahnya ketika seorang pria berkebangsaan asing berdiri menjulang tinggi di sampingnya
Dengan ragu Aiza berdiri dengan kikuk. Ia bisa melihat bagaimana tubuh tegap berbidang bahkan berwajah tampan itu sedang kebingungan sambil memegang selembar foto anak kecil.
Pria turis itupun bermaksud mencari sosok anak kandungnya yang hilang beberapa jam yang lalu akibat kelengahannya. Aiza tidak menyangka karena ia ada melihat anak kecil tersebut bertepatan saat ia dan Arvino menuju ke pantai ini.
Dengan sopan Aiza menunjukan si turis itu dimana ia melihat anak kecil tadi bahkan tanpa ia sadari Aiza meninggalkan lokasi dan melupakan Arvino.
Bahkan siapa sangka jika Aiza yang memiliki kekurangan dengan pelupanya itu hingga pada akhirnya akan membuat Arvino marah dan cemburu.
💞💞💞💞
Arvino merasa kesal dalam hati setelah selama 5 menit melakukan panggilan dengan Ayahnya itu tiba-tiba Aiza menghilang dan ditemukan bersama turis tampan. Arvino merasa cemburu. Sikap Aiza benar-benar membuatnya marah ketika pergi tanpa izin.
"Mas."
Arvino tidak mengubris panggilan Aiza dan berusaha meninggalkannya. Kekesalannya semakin berlipat-lipat apalagi ia melihat Aiza sedang berbicara bahkan tersenyum dengan seorang pria bule sambil menggendong anak kecil.
Apa maksudnya Aiza seperti itu? Berbincang dengan pria lain apalagi sambil menggendong seorang anak kecil berusia 5 tahun? Cari muka dan perhatian kah dia?
"Mas.."
Arvino merasa jengkel. Dadanya bergemuruh sesak. Sebentar lagi waktu menunjukan petang dan adzan magrib akan berkumandang tapi bukannya lelah malahan rasa marah terhadap Aiza terus saja bersarang di hatinya.
"Mas. Aku-"
"Aku apa?!" Arvino menatap Aiza dengan tajam dan ia berhenti bertepatan saat didepan mobilnya dengan posisi Randi yang siap dibalik kemudi. Aiza tediam dan ia bisa melihat bagaimana sorot mata Arvino yang saat ini sedang cemburu.
"Aku-"
Arvino pun memasuki mobilnya di ikuti dengan Aiza. Keduanya pun terdiam satu sama lain. Dalam suasana hening tersebut membuat suasana hati Aiza seperti segores luka dihatinya.. Mengapa Arvino begitu sensitif secara berlebihan?
Tapi jika di balik, bagaimana dengan sikap Arvino tadi yang jelas-jelas sudah membelikan oleh-oleh untuk Devika dan membuatnya cemburu?
Aiza sendiripun hanya bisa menahan sabar menghadapi sikap Arvino yang begitu cemburu saat ini. Mungkin itu adalah salah satu kekurangan Arvino yang harus ia tahu dan pahami bahkan perlu ia sabari.
Tapi Aiza tidak bisa menahan diri ketika sebulir air mata mengalir di pipinya. Ia pun segera mengeluarkan ponselnya dan mengetik sebuah pesan singkat untuk bunda mertuanya. Hanya itu yang bisa ia lakukan daripada menelpon dan berakhir dengan ketahuan oleh nada suaranya yang sedang menangis.
Aiza : "Asalamualaikum Bunda. Apa kabar?"
Aiza sudah meyakini dirinya. Ia pun menarik napas agar mengurangi rasa dihatinya yang sesak. Aiza kembali melanjutkan mengetik isi pesannya.
Aiza : "Semoga Ayah dan Bunda sehat wal'afiat dirumah. Boleh Aiza tanya sesuatu? Em.. masakan apa yang paling di sukai Mas Vino? Aiza ingin membuatkannya malam ini."
Send.

💞💞💞💞
Arvino itu gak pernah cemburu. Sekali cemburu malah berlebihan! Terus tega banget ninggalin Aiza di dijalanan magrib-magrib!
Dan..
Aiza itu pelupa. Dia juga gak sadar semudah itu ninggalin tempat karena berniat baik membantu orang yang lagi kehilangan anaknya..
Siapa yang salah disini? Arvino atau Aiza?
Atau saya yang bikin alur ini? Wkwkw
Bahkan, siapa sangka begitu ketemu anak kecil tadi, dengan senangnya Aiza menggendong anak kecil itu. Wah wah, naluri keibuannya mulai terlihat..
Kira-kira gimana ya respon Arvino begitu dimasakin sesuatu sama Aiza? Dan... Bagaimana cara Aiza yang pendiam itu mencoba membujuk si suami labil baperan dan pecemburuan itu? Wkwkwk
Lalu, apakah Arvino menerima maaf Aiza?
Kalian bisa cek segala spoiler, postingan gambar-gambar yang mencakup visual tempat atau hal lainnya bahkan quotes yang berhubungan dengan next chapter 48 di snapgram akun Instagram author.
Ig; lia_rezaa_vahlefii
Sehat terus buat kalian sekeluarga ya. 💕💕
Hari ini hari Jumat. Jangan lupa baca surah Al-kahfi 😉