Hari ini Alexnader sendang menyapu bagian depan toko yang penuh dengan daun beguguran.
"Aneh belum musim gugur daun sudah jatuh," guman Alexander.
Alexander mengumpal manaanya dan melemparnya kearah pohon tersebut untuk melihat apa yang terjadi.
"Loc"inal Inval!!" manaa yang dilemparkan oleh Alexnader itu merubah pohon tersebut menjadi tebus pandang.
Alexander melihat sebuah manaa asing mengalir didalam pohon itu.
"Apa ini...." Alexander bertanya-tanya.
Alexander menghampiri pohon itu dan lalu menyentuh manna misterius itu. Saat dia menyentuhnya Alexander bisa merasakan manaa itu berlawanan dengan dirinya dan manaa misterius itu pun pecah dan lenyap.
"Azthari sedang disusupi," guman Alexander.
Alexander lalu memanggil Zura dan Ricita, dia meminta dua orang itu untuk menyelidiki manaa misterius tersebut.
"Baik Tuan," jawab Zura kemudian pergi.
"Perkataan Yang Mulia adalah perintah," ucap gadis itu lalu menghilang.
"Hm... sudah kubilang untuk tidak memarekan sihir dasar anak-anak!" guman Alexander.
Lalu Alexander juga meminta pada Monner dan Aquasye untuk mengawasi semua aktifitas mencurigakan dari rumah makan mereka.
Sedangkan Alexander pergi menyelidiki pulau Azthariland dan meminta Diente untuk menjaga tokonya.
"Diante jagi toko ini sementara aku pergi!" perintah Alexander.
"Baik Yang Mulia..." jawab Diante dan Alexander lalu pergi meninggalkan toko.
Alexander berkeliliing dari utara hingga selatan dari barat daya dan ternggara seluruh Azthari telah diselidikinya. Namun Alexander tidak menemukan sedikit pun tanda-tanda mencurigakan dari penduduk Azthari.
Bahkan Alexander juga menyelam kelaut tepat dibawah pulau untuk mencari sumper manaa tersebut namun, tidak ditemukannya sedikit pun tanda-tanda mencurigakan.
Alexander yang mulai bingung merasa sangat frustasi dan berjalan mengelilingi Azthariland sendirian hingha sore lalu.
Lalu di persimpangan jalan seorang gadis berteriak memanggilnya dan rupanya gadis itu adalah Rixita dan Zura yang akan datang menemuinya.
"Yang Mulia, Yang Mulia!!" teriak Rixita membawa kabar menghampiri Alexander
"Ada apa Rixita?" tanya Alexander lembut.
"Wilayah selatan telah serang oleh sekumpulan Monster liar!!" jawab Rixita panik.
"Serangan!! Kapan?" Alexander bertanya-tanya, pasalanya sudah sejak pagi hingga malam Alexander tidak menemukan sedikitpun tanda-tanda mencurigakan atau aktifitas manna yang ekstrem sejak siang tadi.
"Kemarin Malam, Yang Mulia.." jawab Rixita.
"Aneh, Monster Liar apa itu..." guman Alexander.
"Sejak kapan serangan itu terjadi?" tanya Alexander.
"Para penduduk itu mengatakan jika serangan terjadi sejak 500 tahun lalu, Tuanku..." jawab Zura.
Mendengar pernyataan Zura, Alexander memiliki firasat jika para Monster itu memiliki hubungan kematiannya. Tapi bagaimana bisa, Apa dan siapa para monster itu.
Disaat Alexander sedang termenung dalam pikirannya seseorang memanggilnya dari jauh dan itu adalah Hagai dan Shallman.
"Xander!!" panggil Hagai.
"Ha... gai!!" Alexander nampak bingung melihat pakaian kedua temannya yang begitu compang camping dan lusuh.
"Apa terjadi sesuatu?" tanya Alexander khawatir.
"Hahaha... tidak, ini hanya korban dari pencarian harta karun saja. Kami menemukan sebuah harta karun menarik ya biasalah menghilangkan rasa bosan sehabis mengawasi Yhunmant yang tidak menunjukan tanda-tanda. Ini adalah sebuah kitab kuno dari Mœnkclëô yang berisikan tentang semua monster yang pernah dikalahlan oleh Azharu...." terang jawab Hagai sambil membisikan kalimat terakhirnya pada Alexander.
"Monster, wah kebetulan apakah ada hal tentang monster liar?" tanya Alexander.
"Alexander, bisa kamu lebih! Spesifik sedikit. Semua Monsters itu liar kita butuh ciri-cirinya...." pinta Hagai.
"Rixita sebutkan!" perintah Alexander.
"Jadi para penduduk mengatakan jika tingginya sekitar 70 cm, giginya satu kadang dua, kadang tiga atau empat. warna matanya biru tua dan mereka memiliki tanduk kepalanya. tubuh mereka berwarna coklat dan mengeluarkan api. cakar mereka seperti burung dan kaki mereka seperti kuda...." terang Rixita.
"Monster jenis apa itu jelek sekali" Zura bertanya-tanya.
"Itu yang dikatakan para penduduk..." ujar Rixita.
"Mana ada Monster seburuk ru...."
"Őçļəfa, monster yang asal usul dan kepribadian tidak jelas dan tidak bisa dipredikisi. Kemunculan mereka hanya terjadi saat purnama dan mereka melakukan serangan secara nomaden dan acak. Sampai sekarang tidak ada satupun orang yang bisa melacak tehnik serangan atau cara menyerang mereka...." sela Hagai membacakan isi kitabnya.
"Itu nyata, luar biasa menakjubkan sekali!!" Zura terkagum-kagum.
"Tentu saja ada," jawab Hagai.
"Boleh ku lihat kitab itu!!" pinta Zura pernasaran.
"Tidak tanganmu kotor," tolak Hagai.
"Hoi!! Tanganmu itu lebih kotor dariku..." gerutu Zura.
"Apa kau menemukan kitab ini?" tanya Hagai.
"Tidak," jawab Zura singkat.
"Dan itulah jawabannya." ujar Hagai.
Melihat kejadian antara Hagai dan Zura, Alexander jadi mengingat moment pertama kali saat dirinya bertemu dengan Hagai di pesawat. Dengan kata-kata yang hampir sama Hagai menolak dirinya untuk memegang kitab kunonya itu. Dan sekarang sudah dua tahun berlalu sejak kejadian itu.
"Apakah ada pentunjuk tentang sumber lokasi mereka atau berapa lama mereka muncul atau berapa kali atau beberapa tahun sekali dan saat kapan ?" tanya Alexander.
"Untuk sumber lokasi jelas tidak ada, talj dikatakan dalam kitab ini mereka hanya muncul saat 3 purnama dalam setahun dan mereka muncul pada waktu dua tahun sekali..." jawab Hagai.
"3 purnama itu apa?" tanya Alexander, sebenarnya Alexander sendiri masih tidak mengerti tentang hitungan waktu atau jam yang ada di Azthariland.
"3 purnama itu 3 kali dalam satu tahun bodoh! Namun, menurut ramalan ku mereka akan muncul sebanyak 5 kali karena seperti yang diramalkan oleh ramalan Haclup. Para Őçļəfa akan muncul 5 purnama pada kebangkitan Azharu...." celetuk Shallman.
"Itu artinya kamu memiliki 4 kesempatan lagi untuk menangkapnya..." lanjut Shallman.
"Apakah ada pencegahan atau setidaknya tanda-tanda tentang kemunculan mereka?" tanya Alexander.
"Hm... tidak, hal itu tidak bisa diramalkan!!" jawab wanita tua itu.
"Heh! Peramal macam apa kau masa yang seperti ini tidak tahu lalu kau tahu apa dasar wanita tua bodoh!!" gerutu Alexander.
Mendengar perkataan Alexander wanita tua itu langsung kesal dan memukul kepalanya hingga dirinya meringis kesakitan.
"Auh... sakit tahu!!" gerutu Alexander.
"Dengar ya, Monster ini sangat misterius kemunculan tidak diketahi hal yang diburu ya juga tidak jelas. Mereka hanya datang dan pergi atau menghancurkan segalannya hanya itu yang kutahu. Dan setelah itu tidak ada satu pun informasi yang tersedia atau bisa kuramalkan...." ujar Shallman kesal.
"Kelemahan?" tanya Alexander pernasaran.
"Tidak tahu," jawab Shallman.
"Apa, kau ini...." Alexander menghentikan kata-katanya saat melihat manaa misterius itu hilang dan pepohon yang tandus itu mulai menumbuhkan daun mereka kembali.
"Apa-apaan ini..." guman Alexander bingung.
"Kenapa?" tanya Hagai yang tidak mengerti dengan kata-kata Alexander.
"Berikan kitab itu, pasti ada satu atau bebebrapa kata yang hanya bisa dilihat olehku...." pinta Alexander.
Hagai pun langsung memberikan kitab kuno itu pada Alexander dan Alexander langsung membukan kitab itu dan seperti dugaannya dirinya menemukan sebuah tanda kemunculan Őçļəfa.
"Kemunculan Őçļəfa ditandai dengan manaa hitam yang mengugurkan daun pada pohon űťřæs. Dan Őçļəfa tidak memiliki kelemahan yang bisa disamakan," Begitu membaca kalimat terkakhir pada buku itu Alexander langsung murka dan ingin melempar kitab itu. Untunglah Hagai menahan tangan Alexander dan langsung mengambil kitab kuno itu dari tanganya.
"Ya setidaknya kita sudah menemukan tanda-tanda kemunculannya. Sebaiknya kita pergi menemui dua gadis itu untuk menanyakan beberapa informasi yang mungkin mereka dapatkan...." ajak Alexander.
Dan mereka semua pun pergi mengikuti Alexander menuju tempat Monner dan Aquasye.