Matahari terbit dari timur menembus jendela kamar setiap kamar di Hotel di seluruh Azthariland tak kecuali kamar Alexander dan teman-temannya.
Seperti biasannya pagi mereka di sambut dengan sang ahli ramuan kita yang sedang memasak di daput hotel.
"Selamat pagi Ruqztira!" sapa Alexander.
"Pagi Tuan Azharu," jawab Ruqztira lembut.
"Tolong jangan terlalu formal, biasa saja.." pinta Alexander.
"Hm... hahaha Tuan, Anda tidak pernah berubah. Selalu seperti itu sudah 15000 tahun berlalu. Anda tetap memimiliki kerendahan hati..." ujar Ruqztira tertawa kecil.
Meskipun pemuda itu mengatakannya dengan wajah yang lembut. Alexander tetap bisa merasakan maksud yang berbeda dari ucapannya.
"Sang peramu! Ilmu sarkasmu semakin tajam ya..." celetuk Alexander.
"Haha.. Azharu memang tidak bisa ditipu Apalagi dengan fakta yang menunjukkan bahwa aku berasal dari kekuatan Anda...." sahut Ruqztira.
"Dosaku, dimasa lalu mungkin banyak. Namun, jangan lupa dosa yang kalian lakukan padaku kuga tak terhitung...." ketus Alexander.
"Maksudnya!?" tanya Ruqztira kesal.
"Mulai dari rencana kalian membuat ku jatuh hari pada Ethalind dan membunuhku saat aku lengah. Hingga merencanakan putra sebagai ancaman agar aku kembali menjadi seonggok kekuatan tak hidup yang bebas kalian gunakan sepuasnya seperti baterai...." lanjut Alexander kesal.
"Ya, tapi akhirnya kakaku itu benar-benar mencintaimu.." bela Ruqztira.
"Aku tahu, itulah sebabnya penghianatku pada Elthalind hanya pembalasnya untuk niat awalnya yang kejam itu. 15000 tahun kalian menjadikan ku perisai pelindung. Memeras kekuatanku hingga habis. Lalu menunggu ku pulih lagi, dan memerasnya lagi. Hingga dewa memberiku kesempatan untuk menjadi manusia. Dan memimpin kalian namun, dengan Angkuh kalian tidak menerimaku. Akulah yang membuatmu, kalian bisa kubunuh jika aku mau!" pekik Alexander.
"Mengapa tak dilakukan!?" tatang Ruqztira.
"Elthalind," jawab Alexander.
"Dasar Bajingan, kau apakan Utharimu itu..." pekik Ruqztira.
"Dia adalah kekuatanku, tidak mungkin aku nikahi. Ya aku mencintainya namun, jatuhnya seperti mencintai diriku sendiri...." jawab Alexander.
"Ethalind itu adalah cinta pertamaku! Masih polos-polosnya. Bukan hanya polos namun, juga bodoh. Hanya dengan sedikit kebaikkan hati aku menjadi luluh. Dan perasaan itu berapa kali aku mengalihkannya. Dengan mencintai orang lain. Namun, tubuhku tetap sadar ini milik Ethalind.." lanjut Alexander.
"Sialnya gara-gara itu aku jadi tidak pernah bisa membunuh kalian. Walaupun sudah memecah tubuhku. Namun, tetap saja tubuh selalu mengingatkan kekuatanku untuk tidak melakukannya.." terang Alexander.
"Ka... kau memiliki ingatan, sebelum kau berwujud manusia..." ucap Ruqztira.
"Tentu saja," jawab Alexander menatap mata pemuda itu dingin.
"Berapa kali, kamu memasukan ku ke dalam ramuanmu. Dan ramuanmu ke dalamku, hany untuk menambah kekuatan kalian..." lurih Alexander.
"Aku menderita, tapi saat aku membalasnya kalian malah membenciku!" pekik Alexander.
Ruqztira pun terdiam, wajahnya memucat dapur kecil yang penuh ketenangan itu. Berubah menjadi penuh dengan ketegangan.
"Ingat Ruqztira, itu masa lalu. Aku yang sekarang sudah tidak peduli!" ucap Alexander lalu meninggalkan dapur.
Ada yang yang tidak disadari oleh dua pria yang saling bertengkar itu. Jika, ada sesorang yang mendengar ucapan mereka diam-diam.
Seorang pria dengan ramput silernya dan mata birunya, Hagai sang Ommathius. Selama hidupnya selama 50 ribu tahun. Dirinya telah menjaga sang Azharu. Mulai saat, kekuatannya pertama kali di temukan.
Ommathius, sebenarnya memiliki kekuatan rahasia yaitu mereka bisa merubah wujud mereka menjadi seorang anak kecil.
Saat seorang Ommathius, merasa berasa di usia yang sudah tidak lagi produktif. Mereka akan merubah wujud mereka menjadi anak-anak kembali untuk mendapatkan kekuatan tubuh mereka kembali.
Namun, berkat sang Ommathius yang telah, tenggelam dalam Air terjun awet muda. Dirinya tidak perlu melakukan itu lagi, dan dia tetap menjadi produktif.
Setidak sudah 200 tahun lalu sejak, dirinya tenggelam dalam air terjun itu. Dan dirinya tidak bertambah tua.
"Azharu, 50 ribi tahun.. saat pertama kali para pemburu istana menemukan sumber dari semua kekuatan pulau Azthariland berasal..." batin Hagai.
Flash back..
Pulau Azthariland sedang jatuh-jatuhnya, karena meski memiliki kekuatan sihir yang tinggi. Bahkan, para Athurma sidah membantunya. Namun, tetap saja kemenangan tidak pernah di raih.
Padahal mereka semua sudah berusaha melatih tentara mereka untuk mencapai kemenangan.
Sampai suatu hari Raja memulangkan semua tentaranya. Dan memanggil penjaga setianya Ommathius Durchen, seorang pensiunan penyihir petarung terkuat di Azthariland.
Namun, dengan kekuatannya tidak cukup untuk mengalahkan musuh. Bahkan, dirinya pensiun karena mengorbankan anggota tubuhnya untuk melindungi teman seperjuangannya yang hampir terbunuh.
"Ommathius, lihatlah apa yang di temukan para pemburu istana. Azharu, sumber kekuatan pulau ini!" ucap sang Raja pada mantan prajuritnya itu.
"Ya, Rajaku aku melihatnya. Namun, apakah yang anda bisa lalukan kepada kekuatan yang tidak stabil ini hanya dengan mengurungnya di kristal jyebonye?" tanya sang prajurit.
"Ommathius, ambilah kekuatan dari energi ini supaya tangan dan kakimu bisa kembali seperti semula!" perintah sang Raja.
"Tidak," ucap sang prajurit lalu pergi meninggalkan Rajanya.
Mendengar penolakan dari mantan prajurit sihirnya itu membuat sang raja sangat kesal. Dan memutuskan untuk mengurungnya di penjara bawah tanah.
"Kamu bisa bebas, jika..."
"Tidak," tegas Ommathius.
"Baiklah, karena ketidak taatan mu akan aku umumkan kau sebagai pengkhianat dan memberikan mu hukuman mati..." ucap sang raja lalu pergi meninggalkan penjara bawa tanah itu.
Saat itu Ommathius hanya bisa menatapi langit dengan tersenyum pria itu benar-benar menikmati waktu-waktu sebelum dihukum mati.
"Mengapa kamu, tidak menggunakan kekuatanku?" sebuah suara memanggilnya. Namun, Ommathius tidak melihat darimana asal suara tersebut.
"Si.. siapa itu? Dewa," tanya Ommathius terus mencari sumber suara itu dengan matanya.
""Humile Uazhru!" jawab suara itu.
"Azharu!" Ommathius terkejut.
"Ommathius, satu kaki dan satu tanganmu sudah tidak ada namun, kamu menahan diri dan tidak bertindak egois. Pahadal semua prajurit sihir itu dan sang Raja sudah menghisap kekuatanku. Mengapa hal itu tidak kau lakukan?" tanya suara itu.
"Dan membuatmu sebagai ramuan, tidak. Aku tidak ingin, Anda adalah Dewa pulau ini. Andalah yang telah memberi pulau ini dan penghuninya kekuatan yang melebihi manusia pada umunya. Dan hanya dengan itu aku bersyukur," jawab Ommathius tersenyum.
"Mengapa?" tanya suara itu lagi.
"Sebagai seorang Durchen, penyihir yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap sihir. saya bisa merasakan. Jika, anda sangat terluka dengan perilaku Raja yang egois. Dewa yang agung, mengapa anda tidak membebaskan diri anda dan membiarkan mereka menemukan Anda..." tanya Ommathius.
"Karena si Zeus itu mengatakan padaku, ada seorang penyihir yang bisa melihatku, tapi memilih diam dan pura-pura tidak tahu.." jawab suara itu.
"Hm.. sudah ku duga, Dewa pasti akan mengetahui perbuatanku. Jadi, sang Dewa pulau Azthari menampakan dirinya hanya untuk menghukum manusia tak tahu hormat sepertiku?" ucap Ommathius tersenyum.
"Tak apa, saya sudah tahu resiko dari melihat hal yang seharusnya tidak saya lihat. Cabutlah nyawa ini Dewa yang Agung, dan saya akan mati dengan tenang..." Ommathius pasrah.
"Tidak," ucap suara itu.
"Tidak!?" tanya Ommathius.
"Aku datang menampakkan diri untuk memberikanmu kekuatanku!" jawab suara itu.
"Kekuatan?" tanya Ommathius bingung.
"Para Dewa telah melihat ketulusan hatimu, saat melihatku kau sedang dalam keadaan terhimpit. Bisa saja bahkan, Dewa akan memaklumi perbuatan kamu. Namun, tidak kau lakukan hingga kau kehilangan tangan dan kakimu itu hingga harus memakai kayu sebagai penggantinya..." terang suara itu
"Ommathius, ini berkat dewa Zeus dan Ares mereka berdamai hanya untuk dirimu seorang. Sebuah tubuh yang tidak bisa di bunuh oleh sihir. Yang tidak bisa mati, aku memberkatimu dengan keabadian. Dan jika, kamu bosan kamu bisa memintaku untuk mencabutnya...." lanjut suara itu.
"A... aku," Ommathius ragu.
"Terimalah Ommathius, Ayah dan anak menjadi kompak hanya untuk memberkatimu. Bukan hanya keabadian namun, juga kekuatan untuk membunuh dengan tangan kosong. Dan kekuatan sihir yang sangat besar!"
Tanpa sadar serpihan cahaya datang menghampiri Ommathius. Cahaya itu mamasuki tubuhnya merusak tangan dan kaki kayunya dan mengembalikan tangan dan kaki Ommathius seperti semula.
"Hah!" Ommathius sangat tekerjut melihat tangan dan kakinya yang telah kembali.
"Inilah berkat untuk hati yang murni," ucap suara itu.