Kedua orang itu pun akhirnya hanya saling melakukan kehiatannya masing-masing. Hagai terua membaca kitab Athrulith yang tua itu.
Sedangkan Alexander terus bermain dengan ponselnya dan akhirnya tertidur lelap. Bahkan, saking lelapnya pria itu tidak bermimpi sama sekali. Dan ketika dia bangun, teman sebelahnya itu mengatakan kalau mereka sudah tiba di pulau Azthariland.
"Alex, Alex!" panggil orang itu.
"Apa bung?" tanya Alexander setengah sadar.
"Kita sudah sampai! Selamat datang di pulau Azthariland..." jawab orang itu girang.
"Wah..." Alexander sangat mengantuk sampai-sampai dia tidak mempedulikan apapun yang dikatakan oleh teman sebangkunya.
Mereka berdua pun mengambil barang-barang mereka dan memeriksa barang bawaan, untuk memastikan tidak ada yang tertinggal.
Meskipun Alexader sangat mengantuk namun, pria bermata elips dan berahang ramping dan tajam ini, merupakan pria yang sangat-sangat teliti pada barang-barangnya.
Dengan pengalaman kerjanya sebagai pemimpin staf ahli dalam tehnik dan pemograman komputer. Membuat pria berusia 35 tahun itu menjadi orang yang sangat teliti, meskipun ia sangat-sangat mengantuk.
"Hei Xander kau itu teliti juga ya, kau bahkan membawakan ponselku terima kasih banyak...." ucap hagai merasa beruntung oleh bantuan Alexander.
"Ya.., wajar saja di usia yang sangat tua. Anda pasti jadi melupakan hal-hal yang menurut Anda tidak terlalu penting...." jawab Alexander mengantuk.
"Hahaha apa pun itu terima kasih," balas Hagai girang.
"Ah... " Alexander menahan kepalanya.
"Ada apa Xander?" tanya Hagai khawatir.
"Aku hanya tidur sebentar terakhir kali, kepalaku sedikit terasa nyeri..." jawab Alexander lemas.
Mendengar jawaban Alexander teman sebangkunya itu menjadi sangat panik dan menyuruh Alexander untuk beristirahat di kursi bandara.
"Duduklah dahulu Xander! Aku akan mencari obat untukmu..." ucap Hagai panik.
"Tidak usah ini hanya sakit kepala kecil, saya juga sudah punya obatnya. Saya hanya tidak punya air. Anda punya pak?" tolak Alexander sopan.
"Ya aku punya," jawab hagai memberikan air yang dibawanya dalam tas.
"Terima kasih," ucap Alexander.
Pria itu pun mengambil obatnya dan meminumnya bersama dengan air yang diberikan oleh teman barunya itu.
Alexander pun menundukkan kepalanya sebentar dan menahannya kepalnya itu dengan tangannya sebagai pangkuan.
Hagai duduk menghampiri Alexander dan duduk di sebelah pria itu. Dan memijat kepala pria itu dari belakang.
"Apa sudah membaik sekarang?" tanya Hagai cemas.
"Ya, sudah mendingan. Maaf aku telah memperlama perjalanan kita, padahal sudah janji akan mengajak Anda untuk tinggal di Hotelku..." jawab Alexander.
"Tidak apa, justru aku senang ini adalah pertama kalinya aku melihat arsitektur Bandara pulau Azthariland. Sangat Indah hingga membuatku menangis..." ucap Hagai meneteskan air mata bahagia.
Alexander menatap temannya itu dengan pandangan risau sekaligus meras
a aneh disaat yang sama.
"Pria tua ini benar-benar norak tapi, baik juga..." ucapnya dalam hati.
"Baik sekarang sudah lebih baik, kita bisa pergi sekarang..." ajak Alexander yang memaksa dirinya aga merasa baik karena kelakuan temannya yang terus saja memotret Bandara. Seperti fotografer yang kerasukan.
Pasalnya, gambar yang di ambil sangatlah banyak. Dan Kamera itu memiliki suara yang cukup nyaring, hingga membuat semua orang di sekitar bandara bisa mendengarnya.
"Istirahatlah sebentar lagi, aku masih harus mengambil gambar.." tolak Hagai yang masih terus memotret seisi bandara.
"Hm... baiklah pria tua ini menolakku, pakai cara apa ya...."
"Aha!" Sebuah ide muncul di kepala Alexander.
"Tuan Hagai, aku sangat lelah dan kelaparan, bagaimana jika kita ke Hotel terlebih dahulu untuk take in dan makan... aku mulai merasa sangat lapar dan mual tapi, di bandara ini hanya menjual fast food..." ucap Alexander dengan nada yang sangat di lebih-lebihkan.
Karena meskipun, dirinya benar-benar terasa lelah dan sedikit merasa mual, Alexander tidak benar-benar tidak berdaya. Dia masih punya cukup tenaga di tubuhnya itu.
Alexander sangat paham jika teman barunya itu sangat khawatir padanya. Hal itu terlihat dari ekspersinya saat melihat Alexander yang mendadak sedikit agak pucat.
"Ba.. baiklah mari kita ke hotel, sebelum kamu sakot perutmu parah, kudengar hotel di Azthariland menyajikkan makanan sehat yang enak dan nyaman untuk perut..." ucap Hagai luluh.
Akhirnya mereka berdua pun meninggalkan bandara tersebut dan langsung menuju Hotel. Karena khawatir dengan kondisi Alexander, Hagai pun membawakan barang-barang Alexander yang dipikirnya berat.
Bahkan pria hipster itu membawakan koper dan tas ransel Alexander. Meskipun Alexanxer sudah menolaknya. Namun, pria hister itu tetap memaksa dan mengatakan bahwa yanh muda bukan hanya wujudnya melainkan fisiknya juga.
Mereka pun turun dari taksi dengan Hagai yang sibuk membawa banyak barang di tangan dan tubuhnya dang menggendong tas ransel dirinya dan Alexander.
"Tuan Hagai, biarkan aku..." pinta Alexander mencoba meraoh ransel dan kopernya dari temannya itu.
"Tidak, lihatlah wajah kurusmu yang pucat itu sebaiknya aku yang membawa barang ini sebelum kau hampir pingsan seperti tadi...." tolak hagai.
"Aku sudah mendingan, memang kepalaku sedikit terasa nyeri tapi, jika hanya untuk membawa barang-barangku. Aku masih kuat..." elak Alexander.
"Tidak apa, aku tahu kau tidak enak karrna usiaku, tapi seperti yang ku katakan. Bukan hanya rupaku akan tetapi fisikku juga masihlah sehat dan bugar...." terang Hagai.
"Ya, terserah Anda Tuan Hagai. Aku mulai lelah...." ucap Alexander pasrah.
Alexander pun mengurus check in kamarnya di hotel dan Hagai pun akhirnya bisa berjalan lega saat para petugas resepsionis Hotel menawarkan untuk membawakan baran bawaan mereka ke kamar.
Alexander pun bisa bernafas lega melihat beban Hagai yang berkurang.
"Pria tua itu sulit juga di tahlukkan ya..." batinya lega.
Mereka pun sampai pada kamar mereka dan Hagai langsung mengorder makanan dengan jumlah yang lumayan banyak untuk di habiskan oleh Alexander dan dirinya.
Saat melihat betapa banyak baginya makanan yang datang dirinya pun sangat terkejut.
"Bukankah ini terlalu banyak," Alexander terlihat cemas.
"Tenang aku yang bayar," ucap Hagai santai.
"Bukan begitu siapa yang akan habiskan, aku terlalu mual untuk makan sebanyak ini..." jawab Alexander sambil membaringkan tubuhnya yang segar sehabis mandi itu di ranjang.
"Hah... nikmatnya tubuhku sakit semua, tahukah Anda Tuan Hagai. Sejak aku menyelesaikan pendidikkan ku sebagai sarjana Tehnik komputer dan Infomartika. Tidak pernah sekalipun dalam hidup aku tidur lebih dari 2 jam, merasakan hari libur..." cerita Alexander pada temannya itu.
"Wow, kau menderita sekali nak! Pantas kau sering tidur di pesawat...." lirih Hagai iba.
"Ya, mungkin ketika aku berhenti melakukan pekerjaanku rasa sakit di tubuhku mulai keluar. Karena sekarang ini aku hanya ingin tidur....." ungkap pria itu memeluk bantal dan mulai memejamkan matanya.
"Tidurlah Alexander, Makananmu akan ku taruh di kulkas lalu setelah itu ketika kau bangun. Makanannya akan ku panaskan di microwave...." ucap Hagai sambil mengelus lembut kepala Alexander. untuk bisa membuatnya tidur lebih cepat.
"Tidurlah anak muda, hari ini matahari terbenam. Tidurlah sampai hilang rasa lelahmu, dan bangunlah esok hari karena dunia akan terasa mati tanpa kehadiranmu. Selamat tidur Alexander mimpi indah..." Hagai menyanyikan lagu selamat Tidur untuk Alexander.
Alexander pun akhirnya tertidur pulas, dia memang harus teridur pulas karena pada malam ini takdirnya sedang dilukiskan. dan kebearadaannya sedang dicari-cari.