"Silahkan tuan," kata Robert mempersilakan tuannya untuk keluar dari dalam mobil. Menjadi seorang pria berbakat yang menguasai bidang bisnis seolah membuatnya harus terbiasa untuk tidak mengendarai mobil sendiri, menjadi orang penting dengan banyaknya saingan perusahaan membuatnya pula harus terbiasa dengan para bodyguard yang mengawalnya setiap saat. Jelas ini sudah menjadi hal biasa bagi Sean O'Pry. Sedari menginjakan kaki ke lingkungan luar ia sudah disuguhkan dengan para bodyguard yang selalu membuntutinya— tentu saja atas perintah ayahnya. Mungkin Luciano hanya takut Sean menjadi sasaran para pesaing perusahannya.
Ya, disinilah Sean berada. Pria itu memilih untuk mengunjungi mansion keluarganya setelah kepulangannya dari Bali dan hari ini dirinya harus disibukan dengan berbagai macam wejangan berupa berkas yang menumpuk, sepulang dari kantor ia sengaja mengunjungi kediaman Luciano, apa yang Marcel katakan masih sangat mengganggunya, sungguh.
"Hi, Dad. What are you doing?" tanya Sean sembari berjalan menghampiri Luciano yang tengah menanam biji bunga matahari di perkebunan keluarga O'Pry. Sean jelas tau apa yang pria paruh baya itu lakukan, hanya saja sekedar basa-basi semata bukan masalah besar.
Luciano mengalihkan arah pandangnya pada Sean, "Oh hello, Son! I'm planting sunflower seeds. Seperti biasa, menikmati masa tua," jawabnya acuh sembari kembali fokus pada aktivitasnya.
Sean— tampak mendudukan dirinya di salah satu kursi yang ada.
Luciano menghentikan aktivitasnya, membuka sarung tangan dan topi yang menutupi kepalanya, lantas ia berjalan menghampiri anak semata wayangnya itu sembari menatap Sean lekat, "What's the matter? Your face looks pale."
Seperti biasa, Sean hanya memasang wajah datarnya sembari menatap lurus ke depan, "Aku baru kembali dari Bali, Dad. Dan sepanjang hari, aku dihabiskan dengan tumpukan berkas menyebalkan. Bahkan aku tak sempat memberi kabar pada Lyora."
"Ya, terkadang harus seperti itu. Karena itu sudah menjadi tanggung jawabmu," jawabnya.
Luciano menggerakkan jari tangannya seolah meminta salah seorang maid yang tengah berdiri sembari menunduk menghampiri tuannya. Seolah mengerti, wanita paruh baya itu datang, mengulurkan tangannya untuk mengisi gelas kosong itu dengan air teh yang ada di dalam teko.
"Kau boleh kembali," kata Luciano meraih gelas yang berisi teh dan meminumnya perlahan.
Ia kembali meletakan gelasnya, "Jadi apa yang membawa mu kemari, Son?"
"Bukankah saat Lyora ditemukan, orang-orangmu yang pertama melihat itu, Dad?" tanya Sean mulai membuka pembicaraan. Ia sebenarnya tak tau harus memulainya dari mana, hanya saja ia mencoba menanyakan hal yang paling ingin dirinya tanyakan saja.
Luciano berdehem, "Ya seperti yang kau tau. Memangnya ada apa?"
Memang benar, saat Lyora menghilang akibat kecelakaan yang menyita seluruh ingatan Lyora, entah itu Sean atau Luciano— keduanya tampak mengarahkan seluruh anak buahnya hanya demi menemukan seorang gadis yang sangat berarti dalam hidup Sean.
"Tell me, dad. I want to hear the story!" Sean menatap Luciano dengan raut wajah seriusnya.
"Aku tak tau pasti. Sudahlah, Son. Semuanya sudah selesai, gadismu sudah kau dapatkan dan ingatannya sudah pulih, bukankah itu sudah cukup?"
Memang benar, semuanya sudah selesai, namun tetap saja Sean bersikeras menemukan siapa dalang dibalik semua kecelakaan yang terjadi pada Lyora— wanita yang paling ia cintai setelah ibunya.
"Kau benar, kalo begitu aku akan pergi." Sean bangkit dari duduknya dan pergi begitu saja. Ia memang menyetujui apa yang Luciano katakan namun tekadnya masih tetap sama, ia akan menemukan siapa dalang di balik semua yang telah terjadi dengan kemampuannya sendiri.
"Heii Sayang!"
Sean mengalihkan arah pandangnya, disana— Elise tengah memandangnya dengan senyuman khas sembari merentangkan kedua tangannya.
Sean yang mengerti itu berjalan menghampiri wanita paruh baya yang sangat ia sayangi, "Apa kabar Mom?"
Mereka saling mengeratkan pelukannya, beberapa saat setelah itu Elise melepas pelukan mereka, "Seperti yang kau lihat sayang, ada apa? Kenapa kau datang? Mana Lyora? Bagaimana jika kita makan malam disini?" cercanya tanpa henti.
Sean tersenyum tipis— sangat tipis, "Maafkan aku, Mom. Aku harus segera pergi, Lyora pasti kesepian di sana sendiri."
Meskipun wanita paruh baya itu sedikit kecewa dan kurang puas dengan jawaban yang diberikan anaknya itu, namun tetap saja ia mengagguk memahami, "Kalo begitu pergilah. Jangan biarkan calon mantu ku kesepian disana, sampaikan salam ku juga untuknya ya."
Sean mengagguk, "Akan ku sampaikan, Mom."
Baru saja Sean melangkah pergi meninggalkan Elise—
"Oh ya! Mom hampir lupa. Besok kau jemput Clara di bandara ya." Sean lantas berbalik menatap Elise dengan tatapan yang tidak bersahabat. Ia memang tak bergeming, namun tetap saja apa yang Elise katakan sungguh membuat moodnya semakin memburuk.
"Dan untuk sementara waktu, biarkan dia tinggal bersamamu dan Lyora di mansion mu," sambungnya.
Sean membelakan matanya tak percaya, apa-apaan ini dan apa magsud Elise mengatakan itu?
"Mom, tidak bisa begitu. Kau tau, Lyora pasti tidak akan nyaman dengan itu!" tegas Sean membantah. Tentu ia tak setuju, mengingat Lyora yang tak mungkin senang kala ada wanita lain di mansion itu selain dirinya dan para maid.
Elise menghembuskan nafasnya kasar, ia tau akan sedikit sulit membujuk putra semata wayangnya itu, namun mau bagaimanapun juga dirinya harus melakukan itu. Ia tak bisa menampung Clara karena hubungan wanita itu dengan Luciano yang terbilang sangat buruk.
"Tidak, sayang. Percaya pada Mom, dia gadis yang baik— Mom yakin dia pasti mau menerima Clara, hanya tiga hari. Setelah itu dia akan tinggal di apartemennya," tutur Elise mengusap lengan kekar Sean.
Sean balik menatap Elise, "Kenapa tidak langsung tinggal di apartemennya saja, Mom? Oh ayolah! Ini gila."
"Tidak bisa, sayang." Balas Elise dengan nada lembut.
Elise tak tau harus membujuk Sean dengan cara apa lagi, tak mungkin bukan ia datang pada Lyora dan meminta wanita itu untuk membujuk Sean agar mau menampung Clara sementara waktu? Tentu itu akan sangat menguras waktu.
Cukup lama Sean diam membuat Elise merasa kesal sendiri, "Kau mau ya?"
"Baiklah."
Setelah mengatakan itu, Sean pergi meninggalkan Elise begitu saja. Ia merasa kebingungan dan kesal secara bersamaan hingga akhirnya menyetujui apa yang Elise minta. Entahlah, mungkin ia akan mengatakan hal ini nanti pada Lyora agar wanita itu tak terlalu terkejut dengan kedatangan Clara di mansion.
Tak dapat Sean pungkiri pula, ia memang tau magsud Elise baik, mengingat hubungan Clara dan Luciano sangat buruk membuatnya mau tak mau memaklumi hal itu, namun apa harus tinggal di mansionnya? Bersamanya dan bersama Lyora— wanitanya? Jelas itu tak masuk akal. Baiklah, untuk saat ini Sean memilih melupakan semua itu.