"Kamu mau mengizinkan ku dan Rachel pergi?" tanya Lyora masih dengan nada ketus namun kali ini wanita itu mau balik menatap Sean.
Sean berdehem, "Itupun jika kamu mau memaafkan ku dan memakan makanannya."
Lyora tampak menimang-nimang sesuatu, ia memang sangat ingin pergi ke pusat perbelanjaan bersama Rachel. Mengingat dirinya hanya mengenal Rachel dan ia pikir Rachel akan sangat menyenangkan untuknya. Daripada dirinya harus selalu di dampingi oleh Sean kemanapun, sangat membosankan.
"Baiklah aku akan makan, tapi kamu harus berjanji pada ku, aku tak ingin ada alasan apapun," tutur Lyora
Sean mengagguk, dalam hati Sean berpikir tak apa, yang terpenting Lyora bersedia mengisi perutnya.
"Satu lagi—
Lyora menggantungkan ucapannya, ia bangkit dari tidurnya karena Sean tak lagi menahannya, namun wanita itu tetap duduk di atas perut Sean, "Aku tak ingin ada Robert dan para bodyguardmu itu, aku hanya ingin diriku dan Rachel saja."
Sean diam, hingga—
"As you wish my love," jawab Sean membuat Lyora tiba-tiba saja menarik kedua sudut bibirnya ke atas. Sebenarnya Sean merasa tak rela jika dirinya harus mengizinkan Lyora berkeliaran tanpa dirinya dan para bodyguardnya, namun jika dipikirkan lagi kesehatan Lyora lebih penting. Apapun itu, asalkan Lyora mau memakan makanannya terlebih dahulu.
"Biar aku suapi, kamu diam saja disini sayang," tutur Sean seraya bangkit dari tidurnya.
Lyora mencoba turun dari pangkuan Sean, menyandarkan kepalanya di sandaran ranjang, mengamati setiap pergerakan Sean yang tengah meraih makanan untuk dirinya makan.
"Kenapa harus sampai melupakan makan, hm?" tanya Sean seraya menyuapkan satu sendok nasi pada Lyora.
Lyora menerima suapan yang Sean berikan, setelah menelannya ia lantas menjawab, "Seharian ini aku tidak berselera makan."
"Karena aku?" tanya Sean terkekeh.
Lyora memutar bola matanya malas, "Berhenti percaya diri seperti itu, Sean!" Memang iya, sahut Lyora dalam hati. Jujur saja, Lyora merasa khawatir pada Sean, alhasil dirinya melupakan hal yang seharusnya ia lakukan. Lyora tak tau jika Sean akan sangat berpengaruh dalam hidupnya.
Setelah Lyora berhasil menghabiskan makanan yang memang sudah seharusnya dirinya makan siang tadi, Sean menyodorkan segelas air putih pada Lyora dan kembali meraihnya saat wanita itu sudah selesai meneguk setengahnya.
"Ingat, jangan sampai diulangi lagi," kata Sean.
Lyora mengagguk sembari mencoba membaringkan tubuhnya diikuti oleh Sean yang kini sudah mendekapnya erat, "Bagaimana harimu Sean?"
Pria itu tampak sangat kelelahan, Lyora merasa sangat bersalah pada Sean. Seharusnya dirinya lebih memahami posisi Sean yang mungkin sangat disibukan dengan berbagai macam hal yang penting.
"Semuanya terasa melelahkan, sayang. Pekerjaan menumpuk hingga aku melupakanmu disini, bukankah aku bodoh membiarkan princess ku kelaparan?" gumam Sean yang masih mendekap tubuh mungil Lyora.
Lyora menggelengkan kepalanya, "Maafkan aku."
"For what babe?"
"Aku terlalu mementingkan egoku sampai melupakan jika kamu pun memiliki kesibukan mu sendiri," balasnya.
Sean terkekeh, Lyora memang selalu mahir dalam mengembalikan moodnya. Seperti saat ini, dirinya bahkan masih di bebankan dengan pekerjaannya yang kian menumpuk, perintah sang ibu yang begitu ambigu, perkataan Marcel tentang dalang dibalik kecelakaan yang Lyora lalui serta kedatangan Clara yang akan menetap selama beberapa hari di mansionnya. Sungguh, pria itu merasa kesal. Namun karena Lyora seluruh masalah yang ada dipikirannya seolah tersingkirkan begitu saja.
Lyora memang sihir— sihir baginya dan sihir bagi kehidupannya.
"Apapun untuk mu, baby.."
***
Setelah memastikan Lyora tertidur dengan damai, Sean bangkit dari tidurnya. Di tatapnya Lyora yang begitu amat sangat cantik di matanya.
Cup!
Satu kecupan mendarat di bibir ranum Lyora, "Good night sayang."
Setelah mengucapkan itu, Sean pergi meninggalkan kamar dan berjalan menuju ruang kerjanya. Ia melihat Robert yang berdiri tak jauh darinya berada.
"Robert! Siapkan mobil dan hubungi Rachel untuk menemani Lyora ke pusat perbelanjaan besok," kata Sean sembari terus melangkahkan kakinya. Ia memang harus memberi tahu Robert dari sekarang karena mungkin besok dirinya harus kembali di sibukkan dengan pekerjaan dan meeting pertemuan penting bersama rekan bisnisnya.
"Baik tuan, seperti yang Anda minta," jawab Robert sembari terus membuntuti kemana Sean pergi.
Sean menghentikan langkahnya, "Satu lagi, booking mall yang akan mereka datangi—
Sean tampak menggantungkan ujarannya, ia tengah berfikir apa yang seharusnya dirinya lakukan.
"Ah, tidak! Tidak! Lyora pasti marah padaku jika itu terjadi," ulangnya.
Robert masih diam, tak berani menyangkal apa yang akan sang tuan katakan.
Setelah beberapa saat berpikir hingga akhirnya Sean menatap Robert yang tengah menundukan kepanya, "Begini saja... Biarkan para pengunjung lain datang, tapi kau harus pastikan jika hanya orang-orang berjenis kelamin wanita saja yang diperbolehkan masuk. Aku tak ingin ada satu pun pria di dalamnya."
"Baik tuan, akan saya lakukan seperti apa yang anda minta," jawab Robert patuh. Memangnya siapa yang akan berani menolak permintaan Sean? Tidak ada bukan? Ya, memang tidak ada.
"Ikut ke ruangan ku," kata Sean sembari masuk ke dalam ruangan kerjanya. Robert hanya menuruti apa yang Tuannya perintahkan dengan membuntuti dari belakang.
Sebenarnya ada yang ingin Sean diskusikan dengan Robert, hanya saja dirinya tak dapat membahas di sembarang tempat. Mungkin saja bukan— Lyora bangun dari tidurnya dan mendengar perbincangan mereka? Tentu itu sungguh berbahaya.
Sean duduk di kursi kebesarannya dengan Robert yang masih berdiri sembari menundukkan kepalanya.
"Duduklah, Robert. Perbincangan kali ini akan sangat menguras waktu," ucap Sean.
Robert mengagguk, "Baik Tuan."
Sebenarnya Robert pun tak tau apa yang akan tuannya itu bicarakan. Hanya saja dirinya tak dapat membantah atau menyangkal sekalipun dirinya mau.
"Bagaimana dengan bajingan yang telah membocorkan data perusahaan ku?" tanya Sean. Kali ini Robert mengerti kemana arah pembicaraan Sean, tuannya itu menanyakan kondisi atau mungkin usia sang korban.
"Dia masih belum menghembuskan nafas terakhirnya, Tuan. Tapi, dia sudah benar-benar lemah dan selalu mengumamkan sesuatu yang menyangkut akan siapa yang telah merencanakan kecelakaan yang dialami oleh Nona Lyora," tuturnya.
Sean mematung, pria itu tampak menegakan tubuhnya, menatap serius ke arah Robert, "Siapa itu? Apa dia mengatakannya?"
"Maafkan saya, Tuan. Dia tidak mengatakannya, dia bahkan tetap tak buka suara saat setelah saya melontarkan berbagai ancaman."
Tersirat raut wajah kecewa dari Sean, "Apapun caranya jangan biarkan dia mati. Kalo perlu bawa dia ke rumah sakit terbaik dan beri dia penanganan istimewa—
"... Satu lagi, cari apapun yang menjadi kelemahan pria itu. Apapun, sekecil apapun. Sisanya akan ku urus, jangan katakan apapun pula padanya. Aku ingin menanyakannya sendiri," sambungnya.
Sean sungguh berharap kali ini dirinya mendapat bukti yang kuat akan siapa yang sudah menjadi dalang dibalik semua kecelakaan yang telah kekasihnya lalui.