Chereads / Love More Precious / Chapter 3 - Insiden pertama

Chapter 3 - Insiden pertama

Binar sudah tiba dengan topi dan jaket miliknya. Hari ini, tepat hari ini dia menjalankan tugas pertamanya setelah hiatus satu tahun dari pekerjaan ini, tidak ada yang salah dari 'mencoba hal baru' dan kembali merasakan sensasi menegangkan dari hal itu.

"Neve Francesca, LMP5. Anda di tugaskan tepat berada di sekitaran mangsa."

Binar mengangguk saat mendengar itu, setiap pekerja diperbolehkan memberi nama samaran untuknya saat menjalankan tugasnya. Binar menanggalkan kacamata transparan miliknya dengan kacamata hitam dan earphone yang terhubung dengan pimpinan pusat.

"LMP5 menerima perintah, ganti." gumamnya,

Binar melirik ke arah seseorang di sebelahnya, kemudian mengangguk dan kemudian dia mengambil kunci mobil yang akan digunakan hari ini.

Bersandiwara bukan basic nya, dia hanya menempatkan diri dibagian terburuk dalam kepribadian seseorang.

"Langsung ke tempat inti, kita akan awasi dia dari jauh dan kamu lanjutkan pengawasan!" ucap seseorang di samping Binar, gadis itu menjawab dengan anggukan dan mulai menekan semua tombol yang ada di dashboard mobil dan bergerak maju dengan arahan yang sudah terhubung.

"Kita akan buat dia mendapatkan apa yang di inginkan kolega kita." Binar menengok dan mengangguk.

Pekerjaan ini bukanlah hal yang dia sukai, Binar hanya mengikuti apa yang seseorang minta pada dirinya dan tidak mungkin Binar tolak karena pada awalnya, Binar ingin berhenti. Lagipula hanya beberapa tikus kecil yang harus di basmi olehnya sebelum mencapai tempat dimana pertarungan sebenarnya akan datang.

"Agen LMP5 menuju ke lokasi." ucap seseorang di sebrang.

Sementara seseorang di samping Binar menyiapkan peralatannya yang terhubung ke segala tempat yang dibutuhkan, Binar melepas peralatan yang terpasang di tubuhnya kemudian memakai kacamatanya lagi.

"Aku pergi," ucapnya kemudian berjalan masuk menuju sebuah cafe yang Athalarik minta.

Masih dengan alasan Alvino dan Alvin yang membuat dia harus kembali bertemu dengan Athala padahal Binar memiliki banyak sekali jadwal yang harus di kerjakan olehnya segera, mungkin baiknya jika salah satu dari kerjaan itu bisa dia kerjakan sekarang.

"Ada apa?"

Binar bertanya to the point saat pertama kali melihat kursi Athalarik yang terletak jauh dari pintu keluar.

"Duduk dulu kali," jawabnya,

Untuk pertama kali dia mengikuti apa yang Athalarik katakan, lagipula dia juga perlu duduk untuk kembali mempersiapkan otak dan tenaganya secara matang.

"Gak usah gelisah gitu kali, orang gue gak bakal ngapa-ngapain lo kok. Gak nafsu gue,"

Binar menyipit, lagipula entah Athalarik nafsu ataupun tidak pada dirinya, itu tidak benar benar penting untuk dipikirkan, bahkan dia tidak ada pikiran seperti itu. Pikirannya terus mengarah ke 'bagaimana dan kapan' semuanya akan terjadi dan usai.

"Kamu mending bubarin Outwals geng," ucap Binar tiba-tiba, itu membuat Athala mengernyitkan dahinya.

"Tiba-tiba gini, maksud lo apa?" tanyanya dengan nada sedikit tegas karena tampaknya dia tersinggung.

"Ngga, cuman kamu pikir gak sih. Buat apa kalian semua ngelakuin hal itu, padahal ada masa depan yang udah nungguin dan tinggal kalian dapetin doang. Gampang bukan, kenapa kamu gak bersyukur?"

Athalarik tertawa sinis, "Masa depan kita emang udah jelas, gak kaya lo. Masih di Ambang-ambang miskin atau kaya, ya gak ya gak!" Binar menjawabnya dengan senyum kemudian mengangguk.

Berpikir bahwa dia akan lebih lama lagi di sini, Binar mengangkat tangannya berniat untuk memesan.

"Mbak, milk and cheese sandwich satu ya."

Saat Binar sedang memesan, pandangan Athalarik tidak berheni menatapnya. Kemudian dia tersenyum, mengalihkan seluruh atensinya dari wajah cantik di hadapannya ini sembari memikirkan sesuatu yang membuatnya tersenyum lagi dan lagi memikirkan kebodohan gadis di hadapannya.

"Lo mau bayar pake apa? Lo kira ini semua kaya jajanan di pinggir jalan?"

Binar hampir saja melepaskan napasnya lega karena merasa bahwa Athalarik sedang memperhatikan diribya secara Intens.

Gadis jtu meringis pelan, "Ah, mbak! gak jadi, bisa kasih air put—"

"Bawain pesanannya aja mbak, dia bercanda."

Waitress tadi membungkukkan badannya kemudian berbalik ke arah dapur.

"Lo pikir gak malu apa batalin pesanan, makanya gak usah reka-reka deh lo jadi anak, udah tau miskin juga."

Jam tangannya bergetar, dia tahu ada yang menyimpan percakapan dirinya dengan Athalarik tadi, bahkan Binar sudah tau sejak awal bahwasannya dia selalu di manfaatkan oleh para seniornya saat tengah bertugas. Tetapi ketika Binar melawan, selalu saja afa balasan yang diterima olehnya.

"LMP5 kembali segera." ucapan itu terdengar di telinganya,

Binar bahkan belum menyentuh makanannya sama sekali dan parahnya lagi sandwich miliknya belum sempat datang dan dia harus segera kembali.

"Aku pergi duluan ya, harus bayar listrik di rumah gak ada lampu. Bay duluan!"

"Tapi makanan lo!?"

"Dimakan kamu ajaa!" teriak Binar dari pintu keluar yang langsung menarik perhatian banyak pengunjung,

Binar berdecak saat melihat sosok yang dikenal olehnya, saat sampai di persimpangan menuju toilet pria, Binar berbalik dan masuk kesana. Entah bagaimana nasibnya nanti karena berdiam diri di kamar mandir seorang pria.

"Aish, selalu saja akhirnya seperti ini!"

Binar berdecak kesal, dia menekan earphone yang terpasang di telinganya.

"LMP5 tidak bisa datang di waktu yang tepat, tidak akan datang di waktu yang tepat, tidak akan dat—"

"What are you doing!" teriak seseorang di sebrang,

"Aku hanya sedikit tersesat, but it's so very fun!" ucap Binar, gadis itu merangkak naik ke atas tembok kemudian menempelinya.

"I look like a cikcak."

Ingatlah bahwa Binar bukanlah anak remaja pada umumnya, dia tidak memiliki kekuatan tetapi dibekali banyak teknologi. Di umur yang baru menginjak tujuh belas tahun, kepercayaan banyak orang berada di tangannya. Dia dengan mudah berpindah dan memalsukan banyak identitas, bukan masalah besar untuk hal itu karena dia sudah terlalu sering melakukannya. Entah itu Neve, Arsya, Grey, Fresca, Zy, dan banyak lagi nama yang pernah dia pakai. Tidak ada satupun yang sama, setiap mangsa akan berkenalan dengan panggilan berbeda.

"Next rencana lo gimana?"

"Gue udah tau markas Outwals dimana, gue bisa pake three twins buat bantuin gue."

"Tapi jangan sampai identitas lo kebongkar,"

Binar mengangguk dengan senyuman manisnya, sebelah tangannya keluar dari jendela. Menjadi dirinya kembali adalah hal yang sangat ingin didapatkan oleh Binar sedari dulu, tetapi tidak lagi untuk sekarang. Balas dendam mungkin lebih baik daripada menunggu orang tersebut bertaubat, dan membuat banyak dosa lagi dan lagi.

"Ini kasus terakhir lo, Nev?"

Binar mengangguk, "Last!" jawabnya dengan antusias, lepas dari dunia gelap ini termasuk mimpinya.

Delapan belas tahun adalah tahun terakhir dirinya bekerja di tempat itu, untuk organisasi itu. Mungkin kedepannya dia akan membangun organisasi sendiri, atau mungkin saja dia kembali ke negaranya? Mafia bukanlah hal buruk, lagipula juga dia tidak memiliki perasaan apapun lagi. Dirinya menjadi mati rasa sejak pertama kali menuntaskan hasrat balas dendamnya pada korban yang pertama kali dia tangani.