Binar menatap seluruh tubuhnya, dari pantulan cermin rumah Frang. Hari ini dia menghabiskan banyak waktunya bermain dengan Frang dan Marcel, tidak banyak waktu dan hari dapat di gunakan untuk hal-hal seperti ini terlebih lagi Binar yang memang memiliki banyak jadwal selain mengerjakan tugas-tugas ini. Dia juga masih seorang mahasiswa.
"Dua puluh tahun, kenapa gak pernah tinggi?"
Binar menolak, itu Farhan anaknya Frang. Dia lima tahun lebih muda dari Binar, tetapi tidak banyak perbedaan sifat di antara keduanya.
"Pikirin otak kamu, lima belas tahun gak punya prestasi." sarkas Binar, dia memang seperti itu.
"Cih, prestasi?" gumam Farhan,
Dia menatap satu lemari kaca berisikan banyak mendali, kemudian dia mengalihkan atensinya pada lemari besar di dekat pintu utama.
"Sampah," ucapnya sembari tertawa, entah prestasi apa yang Binar maksud.
Binar tertawa mendengar gumaman kasar itu, dia mendekat ke arah Farhan dan menepuk kepalanya.
"Duh, anak pinter ini baperan!" ucapnya,
"Liat, karate kamu bagus, otak kamu juga masih berfungsi gak kayak papah kamu, fisik kamu masih oke gak kayak papah kamu, kamu juga ganteng, cool, gak nyebelin kayak papah kamu. Anak siapa sih kamu sebenernya," ucap Binar dengan nada jenaka.
"Berasa tua lo,"
"Nanti kedengeran papah kamu dia bakal marahin kamu, kan dia lebih sayang sama aku," Binar tertawa setelah mendengar candaannya.
Kedua pria yang memang sudah seharusnya berkeluarga itu jelas terlalu menyayangi Binar, terlebih lagi Frang. Dan sebenarnya Farhan bukan anak kandung Frang bahkan anak itu juga tau, karena saat umurnya enam tahun Frang membawanya saat sedang beroperasi di lapangan. Anak yang malang ini satu-satu yang berhasil mengguggah pikiran manusia milik Frang dan bersedia merawatnya hingga sebesar ini.
"Gimana, mau kuliah dimana?"
"Di tempat kuliah lo," jawab Farhan, lelaki muda satu ini memang tidak memiliki banyak stok sopan dan santun. Tak heran karena orang tua nya yang tak lain adalah Frang memiliki sifat tidak jauh berbeda.
"Boleh, tapi jangan sok kenal sama aku nanti." ucap Binar,
Farhan menatap sini, "Ngga, mending gue gak kenal lo, kak." jawabnya,
Binar mengangguk setuju kemudian dia menepuk kepala Farhan lagi sebelum berlalu.
***
Binar, umurnya dua puluh tahun dengan tinggi badan seratus tujuh puluh, berat badan empat puluh delapan. Dia hobby atletik terutama berenang dan memanah, dia juga suka olahraga menembak. Nama aslinya adalah Neve Greyson, keluarganya mewarisi tahta diamond dark setiap generasinya dan Binar adalah Generasi ketiga diamond dark.
Dia adalah satu-satunya yang berada di generasi ketiga sebagai wanita, lainnya adalah pria. Kakeknya juga tidak selalu memanjakan dan menyayanginya karena dia hanya ingin anak lelaki.
Binar berkuliah dan seringkali memalsuka identitasnya, setidaknya dalam waktu tidak lama lagi dia akan berhenti di kehidupan menyeramkan ini. Bukankah dia harus hidup sebagai manusia? dan karena hal itu Binar memutuskan untuk berkuliah dan mendapatkan gelar sarjana agar hidupnya lebih baik, tetapi dia belum berpikir untuk menikah, kedua orang tuanya juga bahkan tidak terlalu perduli.
"Mobilnya kamu bawa, mau naik apa kamu balik?"
Marcel tertawa, "Jalan, mungkin." ucapnya,
"Binar tau kamu pemalas, udah sana pulang...."
Marcel mengangguk, dia membawa pulang mobil milik Binar ke tempat tinggalnya. Dan pagi nanti Binar akan membawa mobil lain miliknya.
Binar memejamkan matanya, dia melepas rambutnya saat sudah masuk ke area apartemen. Rambut bergelombang itu langsung jatuh dengan anggun, membuat kesan dewasa pada gadis itu.
"Lantai berapa kak?"
"Lima puluh delapan,"
Binar tersenyum tipis pada pegawai apartemen yang berada di satu lift dengannya, Binar menyandarkan tubuhnya di tembok lift.
Selama ini dia mendapatkan uang dadi pekerjaannya, kedua orang tua bahkan kakeknya tidak sama sekali memberikan uang tanpa adanya syarat seperti menyelesaikan pekerjaan ini, misi yang ini, atau hal-hal lainnya. Membayangkan dia tidak menggeluti dunia ini lagi, akan dapat uang darimana nanti?
Binar tidak sengaja berdecih, entah kenapa pria di samping dirinya tiba-tiba terhentak terkejut.
"Apa sekenceng itu?" gumamnya pelan,
Pintu lift terbuka dan pria itu keluar terlebih dahulu dan Binar di belakangnya. Akhir-akhir ini banyak sekali hal-hal mengejutkan dan banyak kejadian yang jarang dia rasakan.
Binar menempelkan card pada pintu apartemennya dan terbuka.
Dia membaringkan tubuhnya di sofa ruang tamu, pandangannya ke atas. Satu persatu kasus yang pernah dia tangani menyeruak, biasanya dia hanya perlu satu atau paling lama tiga minggu untuk menyelesaikan satu kasus. Tetapi ini hampir dia habiskan berbulan-bulan, untuk bertemu Athala bukan hal yang mudah.
Binar tertawa pelan saat ponselnya berdering, "Umur panjang," gumamnya saat melihat nama Athala tertera di sana.
"Kenapa?" tanya Binar,
Terdengar suara bising di sana, terdengar seperti suara knalpot motor yang saling menderu. Binar tau manusia seperti apa Athala, tidak jauh berbeda seperti dirinya. Jadi untuk apa mengomentari itu?
'Tadi siang lo ada di cafe deket sekolah?' tanyanya,
Ah, Binar ingat. Seseorang yang terus menatapnya tanpa jeda,
"Hem, kenapa?"
'Katanya lo anak tunggal?'
Pasti Frang dan Marcel, kenapa wajah mereka terlihat seperti kakaknya! Padahal umur Binar dan dua pria itu berbeda hampir sepuluh tahun. Dengan Frang saja sudah berbeda dua belas tahun.
"Aku mau ngelamar kerja di sana, jadi ada perlu sama pemiliknya." jawab Binar asal,
'Oh, gue kira lo nipu gue' ucapnya di sebrang,
"Ngapain, gak ada manfaatnya buat aku."
Binar mendengar Athala berdeham tanda dia juga setuju dengan pendapat Binar, setelahnya tidak ada topik pembicaraan lain tetapi panggilannya tidak tertutup.
"Udah kan?" tanya Binar saat merasa jengah,
'Em, udah. Tap-tapi jangan lo tutup dulu!'
Binar mengurungkan niatnya, "Kenapa? Ada apa lagi?" tanyanya,
'Lo suka nasi goreng?'
"Ngga,"
'Martabak?"
Binar menggeleng, dia jarang memakan makanan seperti itu.
"Ngga juga," ucapnya,
Terdengar decak kesal di sebrang, 'Astaga lo kan miskin, masa makanan kayak gitu lo gak suka? Terus apa yang lo suka? KFD? MDC?'
Binar tertawa, "Emang kenapa? Kamu mau beliin?" tanyanya,
'Iya, ini gue lagi ada di sekitar tempat waktu gue nganter lo balik,'
Binar terbelalak, rumahnya? Yang mana itu? Dia sering turun di rumah orang!
"Gak usah deh, udah malem lagian. Bukannya kamu belajar," jawab Binar menolak secara murni, semurni mungkin.
'Kenapa?'
"Gak enak, tetangga ku disini mulutnya pada remeh. Nanti kalau liat ada cowok mampir ke rumah sendiri kan gak enak, lagipun aku di rumah sendiri," Binar berbicara setenang dan se rilex mungkin.
'Gak apa-apa elah'
Binat mengernyir, sebenarnya pria ini kenapa? Ada apa dengan pria ini?
'Jujur sama gue, lo bukan anak miskin bukan?'