Binar sudah mengumpulkan banyak orang yang sempat Athala rugikan, entah itu secara finansial atau mengincar mental orang tersebut. Setelah dia perhatikan, semua sikap dan perkataan Atalarik kemarin saat menemani dirinya berkeliling, hampir delapan puluh persen adalah perlindungan dirinya.
"Setelah ini kami harus apa, neng?"
Binar menengok, "Kalian bisa masuk ke ruang itu, pintu hitam sebelah kiri lorong. Disana kalian bisa menceritakan semuanya, dan nanti pihak kami yang menyelesaikan semua sisanya."
Semua orang yang ada di sana melakukan apa yang Binar suruh, sementara gadis itu berbalik hendak pergi menuju ruangannya.
"Gimana soal Alvin tadi?"
Marcel, asisten peribadinya. Lebih tepatnya Binar memiliki orang yang selalu menggantikan Binar saat sedang bertugas karena Binar yang jarang menempati ruangan tersebut.
"Biasa, semua orang terlalu tergila-gila sama harta." jawab Binar acuh,
Mengingat sikap Alvin tadi sedikit membuatnya tambah membenci pria itu, Binar yanh memang sudah membuat rencana tentang dekat dengan Alvino malah menemukan fakta menarik tentang keluarganya. Alvin berkhianat memang sudah tidak di ragukan lagi kebenarannya, bahkan dia juga bisa mengkhianati kakaknya dan berbuat seenak jidatnya. Tapi Binar paling tidak suka melihat orang berkhianat, bahkan jika itu adalah musuhnya sendiri.
Marcel menepuk pundaknya, "Sebentar lagi selesai," ucapnya,
Binar hanya tertawa ringan, "Kamu mau ikut pergi ke cafe Frang? belum pernah bukan?"
"Boleh, ayo!"
Binar tersenyum, bersama Marcel sedari umurnya delapan tahun membuat Binar memahami banyak tentang pria itu. Bahkan Marcel berkata tidak akan menikah sebelum Binar berhenti dari dunia menyeramkan ini, meski Binar sudah bilang bahwa tidak perlu mengkhawatirkan dirinya. Marcel memiliki satu kekasih yang sudah lama bersama dirinya, wanita itu juga sedikit kenal dengan Binar. Saat wanita itu meminta Marcel untuk segera menikah dengannya, Marcel malah lebih memilih mementingkan Binar. Kejadian itu membuat sang wanita tampak murung, tetapi Marcel sudah berjanji dalam waktu satu tahun dia akan melamar wanita itu.
"Biar aku yang mengendarai mobilnya,"
Binar menganggu, lagipula dia juga lelah. Jika saja bukan grand opening cafe milik Frang, dia tidak ada pikiran untuk datang. Sudah Binar bilang bahwa berkedok sebagai pemilik Cafe tidak akan membuat pria itu lepas dari incaran pria tua bangka yang meminta D2.
"Rencana selanjutnya apa?" tanya Marcel,
"Rencana awal sudah berjalan lancar, bikin Athala dekat dengan aku. Kedua, juga udah setengah jalan. Tinggal selesaikan akhirnya aja," jawab Binar,
Marcel mengangguk, for your information... Marcel juga seseorang yang selalu memberitahukan itu pada Binar. Dia juga yang menyamar sebagai kakak dari Binar dan masuk ke outwals geng.
"By the way, kalau kamu masuk outwals geng, fokus cari apa yang sering mereka lakuin, apa yang menjadi kelemahan mereka. Waktu aku gak banyak, cuman satu minggu dan sekolah itu harus udah berpindah ke tangan wanita itu,"
Marcel mengangguk, "Gue udah cari beberapa kelemahannya, pertama di ketua. Berhubung ketuanya itu Athala, kelemahan dia adalah keluarga. Dia gak suka ada seseorang yang ngungkit keluarganya, gue kira itu hal yang paling gampang buat gue adu domba mereka dengan hal itu."
Binar melirik ke bawah, kemudian mengangguk.
"Pemikiran bagus, trus awasi mereka. Gue bakal terus jadiin Alvin sebagai pacuan buat nyelesain sisanya,"
"Sekarang kamu have fun, nyobain kopi buatan Frang."
Binar mengangguk, dia, Frang, dan Marcel selalu bersama saat menjalankan misi untuk kanton D2 pusat yang langsung di koordinir oleh kakeknya. Mereka bertiga berada di satu divisi, awalnya Frang yang berbuat banyak masalah dengan mengambil hampir setengah keuntungan, dan terkadang dia melukai kolega karena terus meminta menyakiti korban. Frang adalah seseorang yang memiliki hati paling lembut di divisi mereka. Kedua ada, Marcel. Dia tidak terlalu menonjol karena sifatnya yang hanya suka dengan Binar. Binar adalah patokannya untuk melakukan sesuatu, dia juga hanya bekerja untuk mengkoordinir semuanya. Ibaratnya dia bekerja di balik layar.
Sementara Binar, dia bekerja di bagian aksi. Semuanya bergantung pada kesuksesan Binar, di umurnya yang baru menginjak lima belas tahun, dia sudah mengemban tugas itu. Bahkan kedua orang tuanya juga.
Marcel memutar kemudi mobilnya untuk parkir.
"Frang pasti seneng banget pas tau Binar nongkrong di cafe nya," gumam Marcel,
Binar mengangguk setuju, dia turun dengan anggunnya. Binar tidak selaki itu, dia juga memiliki sifat seorang wanita.
"Rame, lo udah pesen VIP?"
Binar menggeleng, "Pake yang biasa aja," jawab Binar.
"Tapi, Neve. Lo tau gak bisa di luar seleluasa itu," ucap Marcel,
Binar berpikir, benar juga. Terlebih lagi ini masih di sekitaran SMA SUNSCHOOL, sekolahnya.
"Masuk ke belakang dulu," saran Binar, "Aku masuk ngontrol keadaan dan cari Frang," lanjutnya,
Marcel mengangguk, dia kembali masuk ke dalam mobil setelah mengantar Binar sampai ke depan pintu Cafe.
Binat membenarkan rambutnya sebelum masuk, beruntung dia memakai pakaian yang tampak sesuai dengan usia nya. Saat masuk kedalam benar-benar ramai, hanya untuk menghadiri undangan dari Frang saja harus dia yang berjuang.
"Pemilik Cafe nya ada?" tanya Binar saat berhadapan dengan tempat memesan makanan,
"Ada keperluan apa, dek?"
Dek?
Binar tersenyum, "Dia kakak saya, mbak." jawab Binar menekankan kata mbak, di akhir kalimatnya. Kemudian dia kembali tersenyum.
"O-oh, saya panggilkan beliau sebentar," ucapnya pergi meninggalkan Binar,
Selama menunggu, Binar terus saja menyapu kan matanya menatap satu persatu sudut ruang cafe yang penuh. Banyak sekali kaum milenial yang mendatangi cafe itu karena Frang yang menetapkan banyak diskon dan harga yang kantor pelajar, serta apit instagramable.
Matanya menatao ke arah segerombolan muda-mudi yang paling ramai, dengan pakaian senada yaitu hitam ada pria dan wanita berkumpul dalam satu meja besar, terlihat seperti sedang mengadakan family gathering.
Matanya berhenti saat merasa ada yang terus menatap dirinya, dia menyipit memperjelas penglihatannya.
"Athala—"
"Neve?"
"Hah?"
"Ngelamun lo? tumben,"
Binar mendengkus, "Kamar VIP, eh kamar. Ruangan VIP buat aku," ucap Binar to the point,
"Kamar siapa nih, wah udah besar ya kamu!"
"Kamar hotel VIP juga sering aku pake buat kerja, otak mu yang udah besar!" dengkus Binar,
"Tumben, biasanya bilang orang nya punya utang sama saya kak. Tapi sekarang udah anggep gue kakak nih?"
Binar berdesis, "Hm, boleh juga. Lumayan kalau aku gak ada duit, bisa minta sama kakak." jawab Binar, meski wajahnya datar sedatar lantai cafe, itu tetap mengundang tawa Frang.
"Kenapa gak minum di belakang aja, rumah gue gede, luas." saran Frang,
Binat menggeleng, "Kalau nanti tiba-tiba rumah lo di bom, mati kita." jawabnya,
Frang tertawa, tangannya mengacak rambut Binar dan mengundang sinisan mata dari gadis kecil itu.
"Gue ambil kuncinya dulu, di rumah aja. Di sini gak ada ruangan, penuh. Dan rumah gue tahan bom, gak kayak kemarin."
Binat berdeham kemudian memasuki ruangan yang terhubung dengan rumah hutan milik Frang, interaksi itu tidak lepas dari intensi Athala yang membuatnya berdecak tiada henti. Tetapi Binar bahkan tidak perduli