"Gimana menurut kamu?"
Binar menatap ke arah manik mata Athala, karena perjanjian itu dia mengharuskan Atalarik untuk mengikuti semua yang dirinya inginkan termasuk menemaninya membeli banyak pakaian.
Jika kalian bertanya tentang perjanjian apa yang mereka berdua sepakati adalah, perjanjian tentang Athalarik harus melakukan apapun yang Binar inginkan, apapun itu. Jika semakin banyak penggemar pribadinya yang mengikuti Binar dan mengorek kehidupan pribadinya meski Athala akui bahwa dia juga penasaran dengan 'siapa sebenarnya gadis yang sedang tersenyum di hadapannya ini'
"bagus," jawab Athala sembari mengalihkan tatapannya. Tanpa Athala sadari dia sudah masuk ke dalam perangkap yang binar rencanakan. Rencana yang binar buat adalah untuk membuat Athala sedikit lengah dengan geng yang dibuatnya.
binar tersenyum menanggapi itu rencana berikutnya adalah membuat Athalla sedikit hanya sedikit saja menyukai dirinya awalnya itu tidak masuk ke dalam rencana yang dibuat tapi saat melihat bahwa pria di hadapannya ini sangat tidak suka para Gadis Miskin Yang yang tampak buruk seperti dirinya sekarang itu membuat binar ingin menjalankan kan rencana yang akan berakhir sebuah Karma.
"Kita mau kemana lagi?"
"Ini kamu yang bayar kan?"
Athala melihat baju yang Binar bawa, memang pertama kali saat dia mengajak Binar bermaksud untuk menepati janjinya, dia yang akan menanggung semua pengeluaran yang akan dikeluarkan hari ini. Tetapi Athala tidak menyangka bahwa seorang gadis hanya membeli satu baju dan itu juga sangat gampang, seperti asal pilih tetapi hasilnya sangat bagus.
"Lo kebiasaan pake kacamata?"
Entah apa yang sebenarnya ada dipikiran Athala untuk bertanya hal seperti itu.
Binar menggeleng, "Ngga, cuman kalau di luar kan gak bakal keliatan kalau gak pakai ini." jawabnya dengan senyum tipis.
"Mau kemana lagi?"
"Em, gimana kalau sekarang ke tempat yang kamu pengen kunjungi?" saran Binar,
Tidak mungkin dia langsung kembali ke rumah, dia butuh waktu setidaknya empat jam untuk membuat keadaan sangat kacau. Binar hanya perlu mengatasi kepalanya, sedangkan bagian tubuh dan ekor sudah di urus oleh seniornya yang sangat pintar dalam hal seperti ini.
Binar juga bisa merasakan betapa mudahnya senior nya ini dalam hal mengibuli orang lain, karena dia mempunyai semacam earphones kecil yang terhubung antara masing-masing diantara mereka.
'Lo sebenarnya nyaman gak sama geng kaya gini, gue tambah lama ngeri ya'
Binar tertawa pelan, hal itu menarik perhatian Athala yang ada di hadapannya.
"Kenapa?"
"Ah, ngga. Lucu aja kita jalan berdua, padahal kita tuh musuh." jawab Binar dengan tenang, percikan seperti ini terlihat seperti nyata untuk memikat hati seseorang. Itu dia pelajari dari seniornya juga, dia harus berterimakasih padanya nanti. Sebelum ini, Binar tidak pernah mendapatkan peran sebagai anak sekolah dan tidak pernah memberikan dan memasukkan 'cinta dan perasaan' ke dalam rencananya.
"Jangan bergerak,"
Binar berhenti berjalan, "Kenapa?" tanyanya bingung,
"Biar gue aja yang bawa baju nya,"
Binar tertawa tertahan, apa secanggung ini jika berkeliling dengan orang yang baru dia kenal beberapa hari? Padahal Binar biasa saja, dia jarang merasa canggung pada hal apapun. Karena mungkin bisa dibilang hati nya telah terlalu mati untuk hal-hal sepele macam ini.
"Oh, oke...."
Setelahnya pun tidak ada yang dibicarakan, Binar memikirkan harus melakukan apalagi dan mungkin saja Athala memikirkan apa yang akan dia katakan dan pembicaraan apa yang akan dibicarakan nanti.
"Motor gue gak diparkir di parkiran, agak nyebrang dikit ya, atau lo mau nunggu disini?"
Binar menggeleng, dia memegang ujung jaket milik Athala. Entah kenapa itu hanya spontan saja, dia sedikit memiliki trauma yang besar dengan yang namanya menyebrang.
Itu membuat Athala melirik ke arah kemejanya, baru kali ini dia merasa canggung padahal julukan playboy sudah melekat di dirinya sejak lahir mungkin.
"Pegang tangan gue aja kalau lo takut," ucap Athala mengajaknya sedikit bercanda.
Tapi Binar malah benar-benar melakukannya, dia memindahkan tangannya dan membuat tangannya melingkar di tangan kiri Athala dengan tatapan polos dan biasa saja. Memang ini karakternya sekarang, dia akan membersihkan semuanya jika sudah selesai.
'Gue udah dapet rekamannya, lo bisa pulang'
Binar tersenyum dan berdeham, "Hari ini kamu mau kemana?" tanya Binar, jika langsung pergi itu tampak mencurigakan meski dia sudah sering melakukannya.
"Ngga ada, masih gue pikirin."
"Gimana kalau next time aja, gue dapet telepon dari rumah, katanya listrik mati."
"Lagi?"
Binar mengangguk dengan ekspresi tersenyum, biasanya Athala akan curiga. Tetapi sekarang dia malah terpaku dengan senyuman Binar, sepandai itu Binar meluluhkan hati seorang playboy.
"Gue anter,"
"Boleh,"
Setelahnya Binar melepas pegangannya pada lengan Athala dan menyebrang sendiri, tugasnya untuk menjadi Binar bukannya sudah selesai? Tinggal sedikit lagi bukan, ya! hanya tinggal sedikit lagi.
Perasaan Athala sudah di tangannya, nasib geng Outwals ada di tangan seniornya, dan hanya tinggal membalikkan nya saja agar benar-benar selesai.
"Gue kira lo gak bisa nyebrang,"
"Bisa kok, tadi sedikit em apa ya, bercanda biar gak canggung."
"Gue kira umur lo 18 tahun gak bisa nyebrang, kayak bocah SD."
Binar hanya menanggapinya dengan tersenyum saja, kemudian naik ke atas motor Athala. Tidak jauh berbeda dengan motor yang dia miliki, berwarna hitam dan beberapa stiker berwarna putih yang menarik.
'Langsung ke markas, sedikit lagi kalian selesai'
Binar mengangguk, gerakan kepala Binar terekam jelas dikepala Athala. Dia sedari tadi juga mengawasi pergerakan Binar meski itu sedikit, dia tidak melepaskan tatapannya pada Binar karena dia juga mencurigai gadis itu. Ini adalah kesempatan terakhirnya, semoga Binar tidak menyadari itu. Athala juga dulu pernah menyelidiki sesuatu dan ketika melihat Binar, gerakannya benar-benar mulus tanpa celah sedikitpun.
"Kemana harus gue anter?"
"Jalan dermaga cahaya aja, di sana kan ada rumah-rumah kecil di sebelah dermaga."
"Rumah lo di sana?"
Binar mengangguk, "Rumah bibi sih, orang tua aku kan udah gak ada,"
"Jadi gue anter kesana ya?"
Binar mengangguk, dia memilih untuk menatap jalanan saja. Meski di sisi jalan dia hanya melihat gedung dan tempat-tempat yang padat, tidak terlihat lenggang sama sekali. Tidak seperti lingkungan hidupnya, yang lenggang, asri, dan sangat ramah lingkungan.
15 menit waktu yang dilewati agar sampai ke dermaga, kumuh memang tetapi Binar disuruh untuk berhenti di sini karena rumahnya Binar adalah di sini.
"Mau mampir dulu?" tanya Binar berbasa-basi,
Athala tampak berpikir, dia pernah ke tempat ini tetapi tidak pernah sampai masuk ke dalamnya. Itupun terakhir kali saat menemani pembantunya berbelanja ketika kecil dulu, masuk ke tempat seperti ini tidak terlalu Athala sukai.
Tapi dia ingat dengan rencananya, "Bin, deketan dikit sini!"
Binar mengangkat alisnya, "Kenapa?"
Dia mendekatkan diri pada Athala, tangan pria itu mendekat ke arah telinga kirinya. Tidak ada rasa malu ataupun bersemu merah seperti kebanyakan gadis yang dia perlakukan seperti ini, "Ini apa?" tanya Athala,
Binar sempat mengganti itu dengan earphones besar, berjaga-jaga lebih baik saat merasa sikap Athala sangat mencurigai dirinya.
"Ah, denger podcast. Kamu mau denger?"
"Lo bukannya gak punya handphone?"
Binar mengeluarkan gadget miliknya yang ada di dalam saku rok nya, "Siapa bilang?"