Aku terus memandangi leontin yang ada di tanganku, dan memegangi semua surat-surat yang dia kirimkan untuku sejak satu tahun silam.
"Dimana janjimu kak? Kalung ini sudah menyatu lalu bagaimana dengan kita?" kataku seorang diri sambil melihat fotonya yang kudapat dari Arif beberapa hari yang lalu.
"Kenapa dulu kamu harus berjanji jika akhirnya kamu tidak bisa menepati, kenapa memberi keyakinan jika harus berujung seperti ini kak?"
Aku masih saja bicara sendiri dengan foto dan kenangan-kenangan misteri darinya. Sampai-sampai, akupun tak sadar kalau janji itu dibuat setelah dia mati. Harusnya, kalimat tanyaku berkata, "Kenapa kau harus berjanji jika akhirnya kau memang tidak bisa menepati?" Itu justru lebih masuk akal, dan sesuai dengan keadaan.
Bahkan aku tak mau bertemu dengan siapapun, ku kunci kamarku, lalu kuncinya kubuang keluar lewat jendela.
Kepanikan keluargaku sudah tidak lagi ku pedulikan, entah itu kakak, papa, bahkan mamaku sekalipun. Tapi, aku sadar. Aku masih waras dan tidak gila. Kelak akan ada masanya aku juga akan keluar. Namun, untuk saat ini aku butuh sendiri, menata hati dan hidupku selanjutnya.
Tidak ada yang dekat denganku satupun selain kenanganku dengan kak Rizky, selama ini hanya benda-benda yang berhubungan dengannyalah yang dekat denganku.
Suatu malam aku mendengar suara memanggilku, dia memintaku keluar.
Aku mengikuti suara itu, kubuka pintu kamarku yang terkunci dan tanpa kunci dengan mudah, aku berjalan ke depan sampai aku tiba di taman yang ada di kompleks perumahanku.
Kembali kedua mata ini ditutup oleh seseorang.
"Hayo tebak siapa?"
Kupengan tangan itu, tangan yang terasa dingin, sedingin es. aku berbalik arah dan memandangnya, seoalah bagaikan mimpi ku lihat kak Rizky tersenyum dibelakangku.
"Kak Rizky?" Seruku tidak percaya, sedangkan dia masih tersenyum saja sambil memegang kedua tanganku.
"Ini benar kamu kak? Kak Rizky. Aku tidak mimpi kan?" kataku lagi meyakinkan diri sendiri.
"Kamu tidak mimpi Ruby. Iya beneran ini aku." katanya sambil memeluku.
"Kak. Aku kangen banget sama kamu." Kataku, sambil terisak dalam pelukannya.
"Iya Ruby. Aku datang untuk kamu. Kedua Leontin kita sudah bersatu, dan sekarang saatnya kita."
"Aku sayang sama kamu kak. Aku cinta sama kak Rizky"
"Iya Ruby. Aku juga sayang sekali sama kamu. Aku datang untuk kamu. Untuk menepati janjiku padamu dulu"
"Kak. Dari dulu aku tidak bisa mencintai pria manapun, aku selalu menunggu kakak untuk mengisi hatiku yang uda tidak bisa tergantikan dengan siapa-siapa."
"Ya uda, mulai sekarang jangan panggil kak lagi ya, panggil Rizky saja!"
"Hmmm begituya?" kataku tersenyum manja.
"Jalan-jalan yuk!"
"Kemana kak?"
"Tuch Kan kak lagi. Sayang ga sih?"
"Maaf lupa. Kita mau jalan kemana Riz?"
"Nah gitu dong. Aku akan ajak kamu ke tempat yang indah, dan mungkin kamu belum pernah lihat sebelumnya"
"Kemana sih?"
"Ayo ikut!" Katanya sambil mengulurkan tangannya, dan berjalan menggandeng tanganku.
Tiba-tiba saja dia berhenti dan mengambil sesuatu dari sakunya.
"Ruby. Bentar lagi kita sampai ke tempat yang ku maksut, aku tutup mata kamu ya?" katanya sambil menutup kedua mataku dengan kain.
Aku berjalan dengan mata tertutup sambil di gandeng olehnya
Tidak berselang lama, dia melepaskan gandengannya dari tanganku dan berkata, "Ruby. Kita sudah sampai. Kamu mau lihat?"
"Iya mau Riz. Kita dimana?" tanyaku penasaran. Tersenyum dengan mata tertutup.
"Bentar ya. Aku buka dulu tutup mata kamu" Katanya sambil membuka kain yang dia ikat di kepalaku untuk menutup kedua mataku.
Kain itu sudah di buka, tapi mata ini masih terpejam, sampai dia menyuruhku untuk membuka mataku.
"Ayo, buka mata kamu Ruby!" pintanya.
Akupun perlahan membuka mataku, dan kulihat dihadapanku sebuah pemanndangan malam yang indah.
Aku berada di ketinggian dan di bawahku adalah kota Solo dimalam hari, hitam gelap namun lampu gemerlip dimana-mana bagai ribuan bintang yang tersebar di dunia"
"Ya Tuhaan! Rizky. Ini indah banget!" Seruku kagum.
"Sudah lama aku ingin menunjukanmu tempat ini Ruby."
"Dan sekarang sudah terwujud." sahutku tanpa mengalihkan pemandangan di bawah sana.
Dia tersenyum dan merentangkan tangannya, memberi isyarat jika dia ingin aku ke pelukannya.
Aku berjalan ke arahnya dan memeluknya Erat sekali. Aku merasa sangat nyaman dan aman dalam pelukannya, jiwa ini merasa damai pula dalam pelukannya.
"Ruby."
"Heeemmmbbb...."
"Aku punya sesuatu buatmu."
"Apa itu Riz?"
"Bentar ya!" katanya melepas pelukanku dan memintaku kembali menutup mata.
"kamu tutup mata dulu dong."
"Emang kenapa harus tutup mata?"
"Ya kalau ga mau aku ga mau kasih." Ancamnya. Sehingga akupun menuruti maunya.
"Ok aku tutup mata deh."