Chereads / CINTA YANG BERBEDA / Chapter 21 - MENINGGALKAN DUNIA

Chapter 21 - MENINGGALKAN DUNIA

Kulihat semua orang menangisi kepergianku. Tubuhku juga kejang-kejang.

"Dokter… tolong panggilan dokter!" teriak kakakku. Tapi, semua hanya diam mematung. Seolah, mereka tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Lain dengan mamaku, dia terlihat begitu tenang.

"Untuk apa dokter di panggil? Ini sudah kemauannya untuk pergi. Biarkan saja. dari pada dia hidup dalam kesengsaraan? Ini jauh lebih baik baginya. Yang perlu kita lakukan sekarang, doakan saja, Ruby dan Rizky bahagia di alam sana selamanya," jawab mamaku.

Aku bahagia, akhirnya aku benar-benar telah mati dan bisa bersama selamanya dengan pria yang aku sukai. Aku yakin, aku akan bahagia.

"Ayo, kita pergi! Bawa aku ke tempat mana saja yang mau kau kunjungi," ajakku pada Rizky dengan semangat.

"Kau ini baru saja mati. Apakah tidak ingin melihat jasadmu di kubur?"

"Tidak. Aku tidak mau. Aku sudah pernah melihat proses pemakan. Pasti, pemakaman diriku juga tidak jauh berbeda."

"Oke. Apakah kau tak ingin melihat, siapa saja yang sedih dan menangisi kepergianmu?"

"Yang jelas, mereka adalah keluargaku. Tapi, seiring berjalannya waktu, mereka akan terbiasa dengan ketiadaanku. Kecuali, mama. Tapi, dia kan tahu, aku dah bahagia sekarang. Tidak apa-apa."

"Uh, dasar!" ucap Rizky menjitak keningku.

"Aduh, sakit!"

"memang hantu bisa sakit?"

"Iya, juga ya?"

"Barusan kamu ini sakit beneran apa tidak?"

"Kayanya tidak."

"kenapa berteriak sakit?"

"Reflek saja, seperti manusia yang secara spontan akan mengaduh," jawabku sambil tertawa.

"Ya sudah, jika memang kamu tidak ingin melihat proses pemakamanmu, serta orang-orang yang menangisimu, ayo! Sekarang iku aku!" ajaknya sambil mengulurkan tangannya padaku.

Tanpa ragu-ragu, akupun menerima uluran tangan itu dan dia membawaku entah ke mana. Aku tidak tahu. Kemanapun dia akan membawaku, aku ikuti saja. karena ini sudah menjadi mauku dan pilihanku sendiri untuk selalu ikut dengannya. Bahkan, aku rela mati demi dia. Ini bukan sekedar kata-kata remaca bucin yang di landa cinta. Buktinya, aku benar-benar mati karenanya. Jika tidak, mana bisa aku demikian.

Merasa perjalanan yang kami tempuh dengan terbang tak juga kunjung sampai tujuan. Jadi, akupun penasaran dan bertanya padanya, "Kau bawa aku ke mana?"

"Pulang, bertemu ayah dan ibu," jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya ke depan.

"Apa? Pulang? Emang kamu punya rumah?" tanyaku penasaran dan juga heran. Sebab, selama ini dia tidak pernah bercerita tentang rumah setelah menjadi hantu.

"Ya punya. Kau pikir, selama ini aku tinggal di mana? Aku juga butuh tidur, dan beraktifitas seperti manusia. Meskipun bebeda. Tapi, ya hampir sama lah."

"Loh, iya kah? Kukira, setelah mati, kau bebas ma uke mana saja dan di mana saja."

"Memang, selama inikan bebas. Tapi, tetap saja, kita harus punya tempat tinggal," jawabnya singkat.

"Oh, benarkah? Apakah kita tinggal di hitan? Di sebuah batu besar, atau pohon besar yang angker karena banyak mahluk halusnya? Atau, di kuburan? Aku takut…"

"Apa yang kau takutkan?"

"takut sama genderuwo, pocong, dan juga kunti."

"Bahkan kau sendiri juga hantu. Kenapa harus takut hantu? Aneh."

"Oke, kalau gitu, aku malu dan sungkan. Karena aku adalah hantu baru."

"Sudah, jangan banyak bicara. Kita sudah sampai. Kamu berprilaku lah yang soan seperti di dunia manusia. Kita akan menemui ayah dan ibu," ucapnya setelah tiba di sebuah rumah tua besar dan sepertinya megah. Tidak, ini bukan rumah. Tapi, ini adalah bekas hotel yang sekarang sudah tidak berporasi lagi. Dilihat dari bentuk model bangunannya, sepertinya sudah sangat lama sekali bangunan semegah ini ditinggalkan pemiliknya. Memang, kenapa? Pikirku.

"Rubby! Ayo! Kenapa kau mematung di situ?"

"Kenapa tinggal di sini? Kukura di pohon-pohon dan bebatuan besar serta tempat angker lainnya," tanyaku penasaran.

"Kita ini hantu kalangan elit. Jadi wajar kalau tinggalnya di tempat yang bagus dan megah."

Tanpa banyak bertanya lagi, karena aku tahu kalau Rizky sudah kesal dan muak dengan berbagai macam pertanyyanku, aku pun ikut masuk. Belum hilang rasa kagumku, kembali muncul rasa heranku saat kamu memasuki pintu gerbang.

Dua orang pria berdiri di sisi kiri kanan pagar menyambut kedatnagan kami. Serasa jadi sultan saja diri ini. Tapi, kenapa saat sudah mati? Di dunia, tidak begini-begini amat.