"Dasar Hero sialan!"
Vindiru kemudian turun dari pohon tempat ia bersembunyi dari tadi. Ia bermaksud untuk melaporkan kejadian yang sejak tadi ia lihat ke Zuriguri-sama.
"Lihat saja kalian nanti."
"Kenapa kau buru-buru sekali?"
"Ap—!"
Saat ia menengok ke depan untuk berjalan, tiba-tiba di depannya terdapat seseorang yang terlihat sudah menunggunya dari tadi. Vindiru hanya bertinggi sekitar hidung laki-laki itu saja dan tatapan yang diberikan laki-laki itu merupakan tatapan dingin dan rasa ingin membunuh.
Dengan refleksnya yang cepat, Vindiru langsung melompat mundur setelah sekitar dua detik mematung di dekatnya. Jantungnya berdebar kencang karena kaget dan ia pun segera bertanya tentang laki-laki tadi.
"Manusia? Apa kau adalah Hero juga?!"
"Hero? Ya mereka menyebutku begitu, sih. Namaku sendiri adalah RE. Apa kau tahu nama itu?"
"RE? Tidak tahu. Untuk apa aku mengingat nama seorang manusia, apalagi Hero sepertimu!"
"Benarkah? Padahal aku cukup terkenal di kalangan manusia."
Selagi mereka mengobrol, Vindiru melirik ke kanan dan kirinya mencoba mencari cara untuk kabur dari RE. Lagipula ia bukanlah seorang petarung seperti Jenderal Kerajaan Hutan, ia hanya bisa menyesatkan orang dengan kabutnya.
Oleh karena itu, ia mulai bergerak dengan mendekatkan cerutunya ke mulutnya dan ingin menyesatkan RE agar ia bisa kabur dari sini.
"Kau akan merasakan akibatnya karena menyerang Kerajaan Hutan! Lihat saja!"
Vindiru mulai meniup cerutunya. Beberapa detik telah berlalu tapi tidak ada asap atau kabut yang keluar dari cerutunya seperti sebelumnya. Ia mencoba sekali lagi tapi usahanya tetap tidak membuahkan hasil.
"Apa yang terjadi?!" ucap Vindiru bingung.
"Emm … apa kau ingin melakukan sesuatu tadi?"
"Tch! Dasar manusia sialan! Pasti kau yang melakukannya!"
Vindiru mengeluarkan pisau belati tersembunyi dari dalam lengan baju panjangnya dan langsung menyerang RE yang terlihat tidak siap. Tapi RE tidak terlihat takut sama sekali dan ia masih berdiri seperti biasa.
Graab…
Ia menangkap lengan Vindiru yang mencoba menusuknya, cengkeramannya cukup kuat sehingga membuat Vindiru menjatuhkan pisau belatinya ke tanah karena kesakitan. Perbedaan pengalaman bertarung dari RE dan Vindiru sangat terlihat di sini yang bisa dirasakan oleh RE.
"Jangan-jangan … kau tidak pandai bertarung, ya?"
"Le-Lepaskan tanganku!"
Craaasshh…
"Akkhhh …!!!"
Dengan tangan kirinya yang masih menahan tangan kanan Vindiru, RE mengarahkan tombak miliknya ke perut Vindiru yang langsung menembus sampai ke punggungnya. Mata Vindiru melebar karena kesakitan dan darah berwarna biru segar menutupi bilah tombak RE saat ini.
"Seharusnya kau belajar bertarung untuk keadaan seperti ini. Tapi sebelum itu … kau harus belajar sopan santun terlebih dahulu," ucap RE.
"Akkhh … akkhh …."
RE mencabut tombaknya dari perut Vindiru. Ia juga melepaskan genggamannya dari lengan Vindiru yang membuatnya terjatuh ke tanah karena terluka dan lemas kehilangan banyak darah.
RE memperhatikan bilah tombaknya sendiri dan menyentuh sedikit darah biru yang ada di sana.
"Ternyata kulit birumu berasal dari warna darahmu, ya?"
Vindiru tidak menjawab pertanyaan RE, ia terlalu lemas untuk bergerak bahkan menggerakkan bibirnya sekalipun. Dan tak lama kemudian, Vindiru menghembuskan nafas terakhirnya.
RE mengeluarkan seringai melihat seseorang mati di depannya, ia kemudian melihat ke arah belakangnya di mana ada sebuah bangunan besar seperti sebuah istana terbuat dari batu yang terlihat masih cukup jauh darinya.
"Kerajaan Hutan … ternyata menarik juga."
Ia pun melanjutkan perjalanannya menuju ke tempat itu dengan musik yang ia dengar lewat HP dan earphone yang menempel di telinganya.
**
Setelah berjalan cukup jauh, RE berhenti tepat di depan gerbang depan istana Kerajaan Hutan. Di sana terdapat puluhan prajurit elite Kerajaan Hutan, dengan badan berisi dan zirah yang mereka kenakan membuat para prajurit elite itu terlihat sangar.
"Ada penjaganya? Ya, tentu saja sih."
Tapi RE tetap berjalan santai sampai dirinya dapat dilihat oleh para prajurit itu dengan sendirinya. Para prajurit itu kemudian waspada ketika melihat kedatangan RE yang membawa tongkat dengan darah biru pada bilahnya.
"Manusia? Apa dia juga Hero?"
"Tapi cuma satu orang, apa dia mau bunuh diri?"
"Biar aku yang mendekatinya."
Salah satu penjaga itu kemudian mendekati RE yang sedang berjalan. Ia menghalangi langkah RE dengan pedang besar dan membuat RE terpaksa berhenti.
"Hei kau, apa kau salah satu dari Hero?"
"…."
"Jawab pertanyaanku!"
Craaasshh…
RE tidak ingin berbasa-basi lebih lama lagi. Tanpa menjawab pertanyaan penjaga itu, ia langsung memenggal kepala prajurit elite tadi yang membuat para penjaga lain terkejut dengan kecepatan tebasan yang membuat kepalanya terbang lumayan tinggi dan jatuh di dekat kaki prajurit lain.
"Ap—?!"
"Cepat sekali!"
"Baiklah, baiklah, apa kalian sudah siap untuk ikut dengan teman kalian yang tadi?!"
Seringai keluar dari mulut RE yang terdapat sedikit bercak darah di pipinya. Ia menantang semua prajurit elite Kerajaan Hutan untuk menyerangnya secara bersamaan dan RE sudah bersiap-siap dengan tombaknya.
"Dasar Hero berengsek!"
"Mati kau!"
Craaasshh… Craaasshh…
Tempat itu seketika menjadi tempat pembantaian yang sangat mengerikan. Begitu banyak kepala yang terbang dan banyak juga dada yang berlubang akibat serangan efektif dan brutal dari RE.
Ia melompat dari satu orang ke orang lainnya sambil membunuh mereka semua. Sebuah tarian perang yang dipertontonkan oleh RE dengan air mancur darah sebagai bumbu bagi pertunjukkannya.
Dengan seringai dan baju yang penuh dengan darah, ia mulai berjalan ke satu prajurit terakhir yang terlihat ketakutan dan bingung. Ia terduduk dan menyeret pantatnya mundur ke belakang.
"Si-Siapa kau sebenarnya?"
"Namaku RE, ingat itu baik-baik dan sampai bertemu di neraka."
"Gaakkhh …!!"
Bersamaan dengan teriakannya, prajurit itu terbunuh ketika tombak RE menusuk tepat di jantungnya. Setelah membuat gerbang depan Istana Kerajaan Hutan menjadi neraka, dengan santainya ia masuk ke dalam istana dengan pakaian yang penuh darah.
Raja Zuriguri yang kebetulan sedang duduk dan menunggu kabar keberhasilan para Jenderalnya, malah dikejutkan dengan kedatangan manusia penuh darah ke dalam istananya.
Dan di dalam istana tidak hanya ada Zuriguri saja, tapi banyak penduduk kerajaan hutan yang mengungsi akibat penyerangan ini. Para penduduk itu ketakutan saat melihat RE yang berjalan membawa tombak mendekati singgasana Zuriguri.
"Siapa kau? Apa kau seorang Hero juga?" tanya Zuriguri.
"Ya, namaku RE."
"Kelihatannya kau sudah bersenang-senang dengan para bawahanku," ucap Zuriguri yang melihat penampilan RE.
"Mereka cukup menyenangkan juga …, menyenangkan untuk dibantai."
Perkataan RE barusan sedikit membuat Zuriguri naik darah meskipun pada akhirnya masih bisa mengendalikannya. Ia masih berusaha terlihat berwibawa di depan seluruh rakyatnya.
"Lalu apa tujuanmu kemari?"
"Aku kesini karena seseorang menyuruhku untuk menyampaikan hal ini kepadamu."
RE melemparkan sebuah tabung kurus panjang berwarna hitam mengkilap kepada Zuriguri yang langsung diambil oleh salah satu penjaga kerajaan dan diberikan kepada Zuriguri.
Tabung itu memiliki isi sebuah kertas yang khusus dibuat untuk pihak Kerajaan Hutan. Cara yang cukup tradisional sepertinya untuk mengikuti perkembangan zaman bagi Kerajaan Hutan yang tertinggal dari manusia.
Zuriguri kemudian membuka kertas itu dan membacanya. Isi kertas itu ternyata perintah dari pihak manusia bagi pihak Kerajaan Hutan untuk menyerahkan tanahnya kepada pihak manusia.
Urat dapat terlihat di dahi Zuriguri ketika membaca isi surat yang diberikan oleh RE. Ia kemudian merobeknya dan berteriak keras membuat para penduduk hutan menutup telinganya.
"Jangan menghinaku!"
"Kenapa kau teriak-teriak? Apa kau tidak bisa membaca hal yang tertulis di suratnya?"
"Kalian manusia seharusnya tahu malu! Kalian telah melanggar janji antar ras yang kalian buat sendiri ratusan tahun lalu tentang tidak akan mengganggu tanah Kerajaan Hutan!"
"Benarkah? Ya, aku tidak terlalu peduli sih. Itu sudah berlalu cukup lama juga. Pokoknya sesuai dengan yang tercantum di surat itu, kalian penduduk kerajaan hutan harus pergi dari sini."
"Apa?"
"Pergi dari sini?"
"Bukankah ini tempat tinggal kami?"
Tiba-tiba seisi istana langsung ramai karena ucapan tidak peduli RE barusan. Sementara Zuriguri yang sudah geram pada sikap RE menyuruh salah satu bawahannya untuk pergi membawa sesuatu ke sini.
Dan ternyata yang dibawa kesini adalah keempat Hero yang ditangkap sebelumnya oleh Kaylee. Mereka adalah Leonardo, Silver Elf, Water Man, dan Dark Dimensional. Mereka bingung karena melihat RE datang kesini dengan penampilan berlumuran darah seperti itu.
"Bukankah dia …?" ucap Silver Elf.
"Tidak salah lagi, dia RE. Aku dengar rumornya kalau dia tidak waras dan seseorang yang suka kebrutalan, apa yang dia lakukan di sini? Apa dia mencoba membebaskan kita?" jelas Leonardo.
"Dengan penampilannya yang seperti itu? Aku rasa tidak mungkin," ucap Water Man.
"Lihat mereka. Aku akan membebaskan empat Hero ini jika kau membatalkan isi kertas yang tadi kau bawa."
"Isi kertas? Apa yang sebenarnya mereka bicarakan?"
"Mana kutahu, aku juga baru dengar soal itu."
Meskipun Zuriguri mencoba menggunakan taktik pertukaran tawanan, tapi RE tetap teguh pada pendiriannya dan tidak memperdulikan keempat Hero itu.
"Aku tidak peduli dengan mereka. Pekerjaanku adalah menyampaikan pesan itu dan memastikan kau mau menyetujuinya. Ayolah, buat hal ini jadi mudah, tempat ini berada dalam kawasan ekspansi kota Java City."
"Apa?"
"Ekspansi Java City … melewati wilayah Kerajaan Hutan?"
Keempat Hero itu terkejut dengan hal yang diucapkan oleh RE. Mereka tidak mengetahui tentang hal itu dan hanya ditugaskan oleh S.E.I.D untuk menjadi penjaga dalam proyek ini saja.
Sementara Zuriguri yang sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi kemudian melompat dari singgasananya dan mendarat di jarak yang sangat dekat dengan RE. Jarak mereka terlalu dekat bagi sesama musuh dan tidak ada rasa waspada sama sekali dari mereka berdua. RE dan Zuriguri hanya saling menatap saja.
"Batalkan proyek itu."
"Tidak akan. Kau mengganggu pekerjaanku."
Sryiing… Triiingg…
Cakar Zuriguri yang tadinya pendek menjadi sepanjang 30 cm dalam sekejap dan langsung digunakan untuk menyerang RE. Tapi RE juga tidak tinggal diam dan menangkis cakar Zuriguri dengan tombaknya.
Cakar dan tombak mereka yang beradu menghasilkan hembusan angin yang cukup kencang. Tapi keduanya sama-sama tidak bergeming seakan kekuatan mereka itu setara.
"GrRraaaAawWWwhhh …!!!"
Cakaran bertubi-tubi dan brutal dilancarkan oleh Zuriguri yang sayangnya masih bisa ditangkis dan dihindari oleh RE. Serangan dari Zuriguri tersasar dan hampir mengenai penduduknya sendiri, beruntung masih ada beberapa prajurit yang melindungi mereka.
Serangan yang dapat menghancurkan bangunan dengan sekali cakaran itu masih dapat ditahan oleh tombak kuat RE. Ia memutarkan tongkatnya dan bergerak layaknya menari di pertarungan itu, seringai keluar dari mulutnya yang menandakan kalau ia sudah mulai menikmatinya.
Sementara para Hero yang melihat seringai RE berteriak kepada penjaga untuk melepaskan mereka karena jika dibiarkan akan terjadi hal yang tidak diinginkan.
"Oi kau!"
"I-Iya?!"
"Cepat lepaskan borgolnya! Dia sudah mulai mengamuk!" ucap Leonardo.
"Ta-tapi …."
Penjaga itu masih belum mempercayai kata-kata Leonardo, tapi ia mulai jadi ragu-ragu ketika melihat kondisi Zuriguri yang sudah mulai kewalahan.
Craaasshh… Craaassh…
Re mengorbankan telapak tangannya dan membiarkannya tertusuk oleh cakar Zuriguri sekaligus menahan pergerakannya. Ia kemudian mulai melakukan serangan tusukan lurus menuju ke perut dan dada Zuriguri.
"GaAAakkhhHh …!!"
"Zuriguri-sama!"
Teriakan putus asa rakyatnya melihat kondisi rajanya yang mulai kewalahan hanya bisa berdoa dan berharap agar rajanya bisa memenangkan pertandingan, meskipun dengan kondisinya sekarang. Sementara para Hero lainnya masih mencoba meyakinkan penjaga itu untuk melepaskan borgol mereka.
"Oi cepat! Apa kau mau melihat rajamu dibantai?!" desak Leonardo.
Penjaga itu awalnya bingung dan pada akhirnya ia tidak punya pilihan lain. Ia mulai melepaskan belenggu Leonardo dan Silver Elf terlebih dahulu, lalu kemudian Water Man.
"Tidak usah."
"Eh?"
Bluub… Bluub…
"Aku bisa sendiri."
Water Man ternyata bisa melepaskan borgolnya dengan mudah tanpa harus menggunakan kunci karena ia bisa mengubah tubuhnya menjadi bentuk cairan. Sementara yang terakhir dilepaskan adalah Dark Dimensional.
Kembali ke pertarungan RE dengan Zuriguri, sepertinya sudah tidak ada kesempatan menang bagi Zuriguri dengan kondisinya yang sekarang. Tubuhnya sudah banyak lubang karena tusukan RE dan tenaganya juga sudah mulai terkuras, begitu juga dengan darahnya yang terus mengalir deras dari dalam tubuhnya.
"Masih keras kepala juga?" tanya RE.
Zuriguri tidak menjawab. Ia tidak ingin tanah miliknya sendiri dikuasai oleh orang asing, tapi dia juga tidak ingin mati dan membiarkan penduduknya di bantai, jadi ia bingung saat ini. Merasa kalau jawaban diam dari Zuriguri adalah jawaban tidak untuk RE, ia kemudian mulai menyerang lagi.
"Baiklah kalau begitu, matilah di sini!"
Duuukk… Grebb…
Tapi sebelum itu, Leonardo sudah sampai dan menahan tombak RE, sementara Water Man menendang perut RE yang membuatnya mundur.
"Apa-apaan kalian ini?"
"Kau tidak perlu sampai membunuhnya, dasar tidak waras," ucap Leonardo.
Silver Elf mulai mengobati luka Zuriguri yang sangat parah, sementara Zuriguri melihat ke arah penduduknya. Mereka semua terlihat ketakutan dan sangat sedih, mereka sedih melihat kondisi Zuriguri yang sekarat dan berdoa untuk keselamatannya. Dan akhirnya Zuriguri mengambil keputusannya.
"Baiklah, kalian boleh mengambil tanah ini. Asalkan kami diberi waktu beberapa hari untuk melakukan persiapan pergi dari sini."
"Akhirnya kau patuh juga," ucap RE.
Sementara Leonardo dan Water Man yang melihat hal itu menatap RE dalam keadaan marah. Begitu juga dengan Silver Elf yang telah selesai merawat Zuriguri, ia berjalan menuju ke RE dan menamparnya.
Plaaakk…
"Kau yang terburuk."
RE tidak membalas tamparan Silver Elf meskipun bekasnya masih dapat terlihat di pipi RE. Ia mengabaikan hal itu dan malah menjawab ucapan Silver Elf.
"Aku hanya melakukan pekerjaanku."
Akhirnya kemenangan berada di pihak Hero. Meskipun mereka tidak merasa senang dengan kemenangan itu, karena di dalam hati mereka, mereka merasa ada yang salah dengan semua ini.
Bersambung