Setelah mendapatkan izin dari Agent Peterson untuk membentuk tim kecil, ia mulai mencari orang-orang yang bertarung bersamanya di Java City melawan Lord Irits.
Dengan bantuan beberapa Agent level rendah tentang alamat, tempat biasa mereka berada, dan lain-lainnya. Tapi untuk sekarang ia lebih memilih untuk menuju ke salah satu rumah sakit pusat di Java City, Java City Hospital.
Ia datang kesana karena ingin menemui salah seorang yang dicarinya yang saat ini masih terbaring di rumah sakit. Yohan berbicara kepada resepsionis kasir untuk mencari kamar orang yang dicarinya.
"Permisi suster, apa ada pasien bernama Mahesa Satria?"
"Tunggu sebentar ya, pak."
Suster itu mencari ruangan yang dipakai oleh Mahesa Satria alias Fire God. Dan setelah membalikkan kertas beberapa kali, akhirnya ia menemukannya.
"Pasien Mahesa Satria berada di kamar B no 12 di lantai dua ya, pak."
"Baik sus, terima kasih banyak."
Setelah sudah mengetahui keberadaan Fire God, Yohan langsung naik ke lantai dua dan berjalan menuju kamar Fire God. Setelah sampai di depan pintu ruangannya, Yohan mengetuk pintu untuk mencari tahu apakah Fire God ada di dalam atau tidak.
"Silahkan masuk." Suara Fire God terdengar dari dalam yang membuat Yohan akhirnya masuk ke dalam.
"Sudah kubilang aku tidak mau makan itu," ucap Fire God.
"Dibilangin ngeyel, ya? Kalau lagi sakit tuh harus banyak-banyak makan buah! Cepat buka mulutmu."
"Ta-Tapi aku gak suka, Siti."
"Mau suka atau gak tetap harus makan dong, biar cepat sembuh!"
Saat Yohan masuk ke dalam, ia menyaksikan tingkah suami istri yang bagaikan anak kecil yang tidak mau makan karena itu bukanlah makanan kesukaannya. Meski begitu, Yohan hanya bisa tersenyum melihat mereka berdua karena bagaimanapun, inilah yang membuat pernikahan mereka langgeng.
"Masih romantis seperti dulu saja ya, Mahesa?" ejek Yohan.
"Oh Yohan! Aku tidak menyangka kau akan kesini. Dan ngomong-ngomong, romantis apanya?! Ini namanya pemaksaan!"
"Sudah makan saja!"
Siti langsung mengarahkan potongan buah naga yang tertusuk di garpu itu ke mulut Mahesa. Mahesa yang belum siap akhirnya mau tidak mau hanya bisa menerimanya dan menelannya secara paksa. Setelah tertelan, ia menjulurkan lidahnya karena tidak suka.
"Yosh! Akhirnya berhasil."
"Berhasil matamu! Buah naga itu tidak ada rasanya, tahu!"
"Ya, ya, terserah kau saja. Yang penting kau sudah memakannya."
Setelah tingkah kecil suami istri antara Mahesa dan Siti itu selesai, Mahesa berdehem dan akhirnya menanggapi keberadaan Yohan yang dari tadi hanya berdiri diam saja.
"Ehem … jadi ada urusan apa kau kesini?"
"Soal itu, aku mau membentuk tim untuk melakukan penyerangan balasan kepada makhluk di Phantom Forest," ucap Yohan.
"Ah yang itu, ya? Aku dengar sedikit beritanya dari TV rumah sakit …."
"… Jadi kau ingin mengajakku untuk masuk ke dalam timmu, begitu?"
"Iya, apa kau tidak mau?"
Mahesa kemudian menghela nafas panjang. Sebenarnya ia ingin ikut dalam tim yang akan dibentuk oleh Yohan, tapi dengan kondisinya yang sekarang, jadi akan sedikit mustahil baginya.
Lalu saat Mahesa sedang berpikir, tangan Siti memegang tangan Mahesa pelan. Ia menunjukkan raut wajah khawatir terhadap Mahesa. Lagipula bagi seorang Siti, melihat suaminya yang babak belur ketika melawan Lord Irits saat itu membuat hatinya sakit. Jadi untuk sekarang, Mahesa sudah membuat keputusan.
"Maaf Yohan, aku tidak bisa ikut kali ini."
"Hn?"
"Selain karena kondisi tubuhku yang tidak memungkinkan, aku juga tidak ingin membuat istriku jadi lebih khawatir lagi. Maka dari itu, untuk saat ini kau bisa mencari orang lain untuk misi kali ini."
Mahesa mengelus-elus kepala Siti dan ia memilih istrinya kali ini. Yohan yang tidak bisa berbuat apa-apa hanya bisa tersenyum dan menghormati keputusan yang diambil oleh Mahesa.
"Aku mengerti. Tapi aku ingin bertanya satu hal lagi kepadamu."
"Apa itu?"
"Apa kau mengetahui keberadaan Ryuzaki dan White Shinigami?"
"Mereka, ya? Sayangnya aku tidak tahu, terakhir kali aku bertemu mereka adalah saat mereka mengunjungi di rumah sakit. Setelah itu aku tidak bertemu dengan mereka lagi."
"Begitu, ya? Terima kasih atas waktunya, Mahesa, Siti."
Setelah itu Yohan pergi dari ruangan Mahesa. Sementara Mahesa malah merenung sendiri sambil memandangi luar lewat jendela rumah sakit.
"Apa yang sedang kau pikirkan? Jangan bilang kau mau pergi keluar diam-diam?!"
"Ti-Tidak, kok. Kenapa kau tidak bisa percaya sedikit dengan suamimu ini, sih? Tapi …."
"Hmm?"
"… Aku harap mereka berhasil," gumam Mahesa.
Setelah tidak berhasil membujuk Fire God untuk masuk ke dalam timnya. Ia memutuskan untuk mencari orang lainnya, Ryuzaki dan White Shinigami juga tidak bisa ia ajak. Yohan sedang memikirkan nama lainnya dan yang pertama terbesit dipikirannya adalah Aiza Yuki.
Yohan memeriksa data yang diberikan oleh Agent S.E.I.D kepadanya dan mengetahui kalau ia sekarang bekerja di sebuah Cafe di pinggiran Java City.
"Nama Cafe nya … Haiiro Cafe? Yosh, ayo kita kesana sekarang."
Yohan pun menuju ke tempat dimana Aiza Yuki bekerja sekarang. Jam juga masih menunjukkan waktu sore hari jadi ini adalah waktu yang tepat untuk menemuinya. Saat sudah sampai, ia kemudian langsung masuk ke dalam dan bel pintu Cafe pun berbunyi.
"Selamat datang." Sambut maid berambut ungu dengan gaya ponytail. Ia adalah orang yang Yohan cari, yaitu Aiza Yuki.
"Apa namamu Aiza Yuki?" tanya Yohan.
"Benar, apa anda mencari saya?" tanya Aiza bingung karena orang asing ini bisa mengenali namanya.
"Aku Yohan atau biasa dipanggil Techno Man. Apa kau kenal nama itu?"
"Techno Man?"
Aiza sempat berpikir sebentar dan pada akhirnya ia sadar kalau ia sempat bertemu dengannya saat rapat sebelum melawan Lord Irits. Ia pun memasang ekspresi ingat yang kemudian disadari oleh Yohan.
"Ternyata kau ingat denganku. Apa kau juga sudah mengerti maksud kedatanganku kesini?"
"Ada misi baru dari S.E.I.D?"
"Yap begitulah, serangan monster terjadi di Phantom Forest yang membunuh para pekerja disana. Aku ingin membentuk tim kecil untuk membantuku menyelidiki kasus disana."
"Phantom Forest, ya? Aku sempat mendengarnya sih di berita."
"Kalau begitu ini bisa lebih cepat. Apa kau mau bergabung denganku?"
Tanpa ragu Aiza langsung mengiyakan ajakan Yohan. Tapi ia membutuhkan beberapa hari untuk melakukan persiapan agar ia tidak terlalu mudah untuk dikalahkan.
"Tapi aku tidak bisa langsung ke sana sekarang."
"Tidak apa, kita akan berkumpul seminggu dari sekarang di markas S.E.I.D yang baru."
"Baiklah kalau begitu."
Saat Aiza sudah sepakat untuk bergabung dengan tim Yohan, tiba-tiba bel Cafe berbunyi yang membuat perhatian mereka berdua berganti. Ternyata terdapat tiga anak muda yang sedang masuk ke Cafe sambil bercanda-canda, dan salah satu dari mereka adalah orang yang pernah melawan salah satu anak buah Lord Irits. Yohan pun langsung menyadarinya.
"Selamat datang!" sambut Aiza.
"Game yang aku mainkan benar-benar bagus ba—"
Tiba-tiba Yohan memotong pembicaraan anak muda itu yang sedang berbicara dengan temannya.
"Tunggu!"
"Eh?"
"Apa namamu Satou Iraya?" tanya Yohan.
"Eh?"
**
Keesokan harinya, setelah Yohan berhasil merekrut dua orang ke dalam timnya ia masih berniat untuk merekrut beberapa orang lagi. Dan saat ini ia sedang menuju ke sebuah rumah yang tak jauh dari kantor utama S.E.I.D berada.
Yohan mengetok pintu rumah tersebut tapi tidak ada respon di dalamnya jadi dia berasumsi kalau tidak ada orang di rumah tersebut. Tapi sewaktu ia ingin pulang, ada seseorang yang datang tepat waktu.
"Yohan? Ada urusan apa kau datang ke rumahku?"
Orang itu adalah Lightning Mask. Ia saat ini tidak memakai topeng yang ia pakai saat melawan Lord Irits, sekarang ia hanya memakai sebuah masker kain saja untuk menutupi wajahnya.
"Kau Lightning Mask? Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu tanpa topeng robotmu itu."
"Topeng itu hanya aku pakai saat bertarung saja, jika saat-saat damai seperti ini, beginilah penampilanku."
Lightning Mask sepertinya baru pulang belanja keperluan sehari-hari terlihat dari dua kantong plastik yang dibawanya. Ia pun merogoh salah satu plastik itu dan melemparkan satu kaleng kopi ke arah Yohan.
"Ini untukmu."
"Terima kasih, kau tidak minum?"
"Aku nanti saja. Jadi ada apa? Jangan bilang kalau kau datang hanya untuk meminta persediaan kopiku?"
Yohan membuka kopi kalengan itu dan meminumnya. Mereka berdua saat ini sedang berdiri bersandar di tembok pintu depan rumah Lightning Mask. Setelah meminum sedikit, Yohan kembali melanjutkan perkataannya.
"Hahaha … tentu saja tidak. Apa kau tahu soal penyerangan monster di Phantom Forest?"
"Aku tahu. Rencana ekspansi Java City jadi terganggu karena itu, kan?"
"Ya, saat ini aku sedang membentuk tim untuk menyelidiki penyerangan disana."
"Jadi begitu, sudah berapa orang yang kau dapatkan saat ini?"
"Aku baru berhasil membujuk dua orang. Fire God tidak bisa ikut karena masih harus dirawat, sementara Ryuzaki dan White Shinigami masih tidak ku ketahui keberadaannya."
"Berat juga, ya? Padahal baru beberapa saat yang lalu kita diserang habis-habisan, sekarang kita harus melakukan misi lagi. Dunia ini tidak ada damai-damainya, ya?" gumam Lightning Mask.
"Bukankah karena itu makanya kita sebagai Hero ada disini? Kita akan menjadi pelindung garis depan sampai kedamaian bisa benar-benar terwujud."
"Hehe … kau benar juga."
"Jadi kau ikut?"
"Tentu saja, lagipula aku ini seorang Hero."
Setelah mendapat jawaban dari Lightning Mask, Yohan pun pamit dari rumah Lightning Mask karena dia masih harus mencari beberapa anggota lagi. Dan Lightning Mask pun dijadwalkan untuk berkumpul enam hari lagi.
Sementara di tempat lain, terjadi keributan yang cukup besar antara satu orang dengan beberapa preman pasar. Masalahnya sebenarnya sepele, hanya karena orang itu menjatuhkan minuman yang di pegang preman itu saja.
Meskipun sudah minta maaf, tapi preman itu masih belum terima karena ia harus mengganti minumannya tadi. Orang itu tidak terima karena selain merasa itu bukan urusannya, ia juga tidak punya uang.
"Aku kan sudah minta maaf tadi! Ayolah!"
"Kau pikir minta maaf saja cukup?! Cepat ganti atau kau akan berakhir di rumah sakit!"
"Tidak mau! Itu bukan urusanku!"
"Sialan kau!"
Pertarungan orang itu dengan para preman disaksikan oleh orang-orang yang ada di pasar. Tapi sayangnya perkelahian itu berakhir dengan cepat karena semua serangan yang dilakukan preman tadi seakan tidak melukai orang itu dan perkelahian ini menjadi sangat tidak seimbang.
Orang-orang yang bosan karena perkelahian membosankan itu pun langsung membubarkan diri karena pertunjukan sudah selesai. Tapi ada satu orang yang tidak berpindah dari tempatnya.
"Mencari keributan dengan orang biasa itu memang hobimu ya, Saibo?"
Mendengar namanya dipanggil, orang itu langsung menengok dan menyadari kalau orang yang memanggilnya adalah orang yang ia kenal.
"Yohan? Apa yang kau lakukan di tempat kumuh seperti ini?"
"Aku datang mencarimu."
"Apa ini tentang pekerjaan sebagai Hero?"
"Benar, apa kau mau—"
"Aku mau."
Sebelum Yohan menyelesaikan kata-katanya, Saibo langsung mengiyakan ajakan dari Yohan seakan ia sudah mempercayai apapun perkataannya.
"Tapi sebelum itu bisa pinjamkan aku uang? Aku ingin mengganti minuman yang aku tumpahkan dari mereka."
"Hah … kau ini."
Yohan pun memberikan beberapa lembar uang ke Saibo dan ia pun melemparkan uangnya ke para preman yang sedang tergeletak kesakitan.
Dengan begini, sudah empat orang yang bergabung dengan tim kecil buatan Yohan. Tapi ia masih belum puas dengan tim yang ia punya saat ini, ia masih memiliki dua nama lagi yang akan ia masukkan ke dalam timnya.
Keesokan harinya, pada jam pulang sekolah. Ada seorang anak perempuan yang sedang berjalan sendiri dan ingin pulang ke rumahnya.
Tidak seperti anak-anak lainnya di sampingnya yang memiliki teman pulang bareng atau teman ngobrol, ia hanya berjalan sendirian sambil meminum susu kotak rasa stroberi yang ia beli.
Saat sudah dekat dengan blok rumahnya dan jalanan sudah mulai sepi, ia merasakan sesuatu di belakangnya seperti ada sesuatu yang mengikutinya. Pupil matanya sedikit bergerak ke samping dan menyadari kalau ada seseorang yang mengikutinya.
Ia pun menjatuhkan kotak susu stroberi yang sudah habis tadi ke tanah dan saat kotak susu tadi masih melayang di udara, ia melemparkan sedotan susu tadi ke belakang dan mengincar langsung ke arah mata orang yang mengikutinya, tapi orang itu berhasil menangkapnya dengan mudah.
"Kemampuan memanahmu memang mengagumkan, Mei. Bahkan dengan sedotan saja kau masih bisa mengenai targetmu dengan tepat," ucap Yohan.
"Kau … yang waktu itu di markas S.E.I.D?"
"Apa kau tidak mengenalku? Maafkan aku, namaku Yohan atau kau bisa memanggilku Techno Man."
"Techno Man? Aku kenal nama itu, maafkan aku karena menyerangmu secara tiba-tiba." Mei langsung mengubah sikapnya dan menunduk untuk meminta maaf.
"Tidak apa-apa, waspada terhadap seseorang itu adalah hal yang bagus."
"Apa anda punya urusan dengan saya?"
"Aku sedang membentuk tim untuk menyelidiki penyerangan di Phantom Forest, apa kau mau menjadi salah satu dari timku?"
"Penyerangan monster? Tentu saja, saya senang karena bisa membantu anda."
"Ahaha … tidak usah terlalu formal begitu. Oh iya, lima hari lagi kita akan berkumpul dengan anggota yang lain di kantor S.E.I.D, aku harap kau bisa datang."
"Baik."
Setelah itu Mei menundukkan kepalanya tanda hormat kepada Yohan dan berjalan pulang ke rumahnya. Sementara Yohan masih memiliki urusan lainnya dengan satu orang lagi.
"Baiklah, tinggal satu orang lagi."
Yohan berjalan ke sebuah bukit yang berada di dekat Phantom Forest, tempat mereka akan bertarung nantinya. Setelah mendapat data dari S.E.I.D, Yohan menelusuri bukit ini dan diberitahu kalau orang yang ia cari sering berlatih sendirian di bukit ini.
"Di mana, ya?" gumam Yohan.
Saat Yohan sedang berpikir tentang keberadaan orang yang dicarinya, tiba-tiba saja sebuah batu besar rubuh di depannya dan hampir mengenai dirinya. Beruntung saja ia tidak terkena walaupun tidak bergerak sama sekali.
Yohan kemudian melihat ke atas dan ia melihat manusia yang sedang bermain-main dengan sebuah lubang hitam dimensi. Terdapat beberapa lubang hitam dimensi yang ia ciptakan dan ia sedang berlatih dengan hal itu.
"HYAAAAHHH !!!"
Teriakannya bahkan terdengar oleh Yohan yang berada di bawah. Tapi Yohan tidak ingin menunggu lebih lama lagi dan akhirnya memanggil namanya.
"Oi, Shota! Apa kau mendengarku?!"
Shota sepertinya mendengar suara Yohan meskipun samar-samar. Tapi setelah melihat keberadaan Yohan, ia baru yakin kalau benar-benar ada yang memanggilnya. Shota pun kemudian turun mendekati Yohan.
"Sudah lama sekali kita tidak bertemu, Yohan. Semenjak …."
"… Semenjak penyerangan alien itu, kan?" sambung Yohan.
"Benar, sejak saat itu aku terus berlatih keras. Aku sadar kalau diriku ini masih lemah. Terbukti saat aku tidak bisa apa-apa saat melihat bos alien itu."
"Tidak apa, yang lalu biarlah berlalu. Tapi sekarang, saatnya hasil latihanmu diuji."
"Hnm? Memangnya ada apa?"
"Apa kau dengar soal penyerangan monster di Java City? Aku ingin membentuk tim untuk menyelidiki dan mengalahkan monster yang sudah membunuh para pekerja disana."
"Mmm … sepertinya aku terlalu banyak berlatih sampai tidak tahu tentang kabar-kabar seperti itu. Tapi jika kau ingin membentuk tim, aku dengan senang hati ikut bersamamu," jawab Shota semangat.
"Kalau begitu kita akan berkumpul dalam lima hari ke depan di kantor S.E.I.D."
"Aku mengerti."
Dengan begitu, semua orang yang dibutuhkan oleh Yohan saat ini sudah terkumpul dan dalam waktu seminggu ke depan mereka akan berkumpul di kantor S.E.I.D untuk membahas kerja sama mereka.
**
Sementara itu dua hari yang lalu, saat Yohan sedang sibuk mengumpulkan para Hero, Water Man dan Dark Dimensional di Phantom Forest sedang kewalahan menghadapi makhluk humanoid akar pohon yang seakan tidak ada habisnya.
"Oi, oi, oi! Apa-apaan mereka ini?! Kenapa mereka terus bermunculan?!" ucap Water Man.
"Jangan tanya aku! Sial, kita tidak bisa terus-terusan begini atau kita akan dibunuh juga oleh mereka."
"Perusak hutan. Harus dibasmi. Sekarang!"
Saat Dark Dimensional dan Water Man sedang dikepung oleh monster akar itu, tiba-tiba datang dari belakang mereka melesat sangat cepat melewati mereka tiga orang Hero yang langsung menghabisi monster-monster yang mendekati mereka berdua.
"Maaf kami terlambat," ucap Raven X.
"Hnnghh … perjalanan kesini butuh waktu yang lebih lama dari yang aku perkirakan," ucap Silver Elf sambil meregangkan tubuhnya.
"Kau benar. Tapi karena kita sudah sampai sekarang, saatnya membantai mereka!" ucap Leonardo.
"Ya!"
Sementara Water Man dan Dark Dimensional yang melihat kedatangan mereka bertiga kemudian jatuh terduduk bersamaan di tanah. Dengan wajah dan baju yang kotor, membuktikan kalau mereka sudah terlalu lama menahan monster itu.
"Hah … akhirnya datang juga," ucap Water Man.
"Seakan menunggu selama sehari, kalian tahu?" balas Dark Dimensional.
Bersambung...