Arif mengurungkan niatnya untuk pergi, sedari tadi memerhatikan Khanza dalam diam ia merasa kasihan karena gadis cupu tersebut masih belum kunjung ada jemputan.
"Sekolah sudah sepi, tapi dia belum dijemput juga. Apa aku antar saja ya? Hitung-hitung balas kebaikan dia dan keluarganya tadi."
Memutar kunci motor, lelaki tampan itu pun memutar pedal gasnya. Menghampiri Khanza, Arif sontak membuka helm.
"Hai," sapanya seraya mengulas senyum sejuta pesona.
Deg-degan itu pasti. Khanza tidak menyangka kalau Arif juga belum pulang sejak tadi.
"Nunggu jemputan?" tanya Arif.
Khanza hanya dapat mengangguk, mulutnya kaku lidahnya pun kelu. Jantung bertalu-talu akibat senyuman lembut itu.
"Mau aku antar?" tawar Arif.
"T-Terima kasih ... n-nggak u-usah," tolak Khanza.
"Sekolah sudah sepi lo." Arif menoleh kiri kanan memastikan memang tidak ada orang. Bukankah memang bahaya kalau anak gadis sendirian. "Ayo biar sekalian," paksa lelaki itu.
"Eh terima kasih banyak Rif, tapi beneran nggak usah. Nanti merepotkan. Mungkin Sopirku juga sudah di jalan dan sebentar lagi datang kok." Khanza tetap menolak dengan sopan. Rasanya sangat sungkan kalau baru pertama kenal main diantar.
"Its okay, kalau nggak mau. Biar aku temenin saja sampai jemputan kamu datang deh." Memasang standar motor, Arif pun turun dari kuda besi kesayangannya. Melipat tangan di dada, dia hanya bersandar pada badan motor besar tersebut.
Khanza hanya membalas dengan anggukan dan senyum malu-malu. Menunggu jemputan bersama lelaki setampan Arif tidak pernah terbayang sama sekali. Terdiam dalam waktu begitu lama, mungkin keduanya merasakan canggung.
Khanza teringat akan pertemuan pertamanya. Bukankah motor lelaki itu tadinya di bengkel. Lalu kenapa Arif sudah bisa memakainya, apa dia sudah mengambil ke lokasi?
"Em ... bukanya motor lo tadi di bengkel?" Khanza buka suara untuk memulai obrolan mereka.
"Iya, tapi Kakak kamu menyuruh orang bengkel untuk mengirimnya ke sekolah kalau sudah selesai."
"Owh!" Khanza ber oh ria.
"Tolong sampaikan terima kasihku buat Kakak kamu ya Za? Dia sudah baik bantuin antar motorku ke bengkel, mana pakai acara di antar ke sekolah pula."
"Eh iya, nanti aku sampaikan, tapi itu wajar Kak Zay lakukan, 'kan dia yang nabrak kamu tadi, jadi sudah seharusnya tanggung jawab dong."
Menatap sesaat netra bening Arif, Khanza sontak menunduk kala lelaki itu ternyata juga melihat ke arahnya. Jantungku, batin Khanza.
"Itu karena akunya yang tidak hati-hati di jalan," ralat Arif. "Lagi pula siapa pun yang salah, aku tetap terima kasih sama kebaikan keluarga kamu." Mengulas senyum mengembang, Arif tulus mengutarakan isi hatinya.
Tanpa Khanza sadari dia semakin terpesona dengan kegantengan Arif, apalagi kalau dia senyum seperti itu, semakin menambah berlipat aura ketampanannya.
Cukup lama menunggu sembari mengobrol membuat mereka semakin akrab satu sama lain, saling bertukar candaan untuk mengurangi kecanggungan nampaknya keduanya sudah merasakan kenyamanan dalam berteman.
"Maaf Non Bapak terlambat, tadi macet."
"Nggak Papa Pak."
Jemputan Khanza datang. Gadis cupu itu pun pamit dan langsung masuk kedalam mobil, menurunkan kaca samping, senyum masih belum surut dari sela bibir tipisnya.
"Bye ... Aku duluan ya Rif? makasih sudah menemani, sampai jumpa besok," ucap khanza seraya menyembulkan kepala dari jendela. Melambaikan tangan, wajahnya sontak merona kala mendapat balasan dari sang teman.
"Sama-sama Za. Sampai jumpa besok. Jangan lupa nanti kabarin aku kalau sudah sampai." Arif mengingatkan Khanza agar tak lupa menghubunginya kala sampai rumah.
Sempat bertukar nomor telpon, tapi sayangnya ponsel si gadis cupu tersebut kehabisan batrai.
"Oke, Rif." Khanza sekali lagi melambaikan tangan sembari menutup kaca mobilnya.
Arif juga membalas lambaian tangan Khanza. Menaiki motor, ia pun memutar kunci serta menyalakan stater. Masih enggan beranjak, ia terdiam menatap mobil si gadis cupu hingga menjadi titik hitam dan menghilang pada ujung belokan.
Ternyata manis dan asyik juga orangnya, walaupun cupu tapi nyaman buat diajak sharing, batin Arif.
Memutar pegal gas, lelaki tersebut juga meninggalkan sekolah Cendrawasih yang menjadi saksi dari awal cerita Arif dan Khanza. Saling mengagumi dan memutuskan berteman akankah cinta juga terukir dalam hati mereka.
Kita lihat saja sampai mana ujung kisahnya.
***
Sepanjang perjalanan Khanza tak karuan rasa, wajah cerah merah merona. Lapar ia abaikan saja, karena bayangan lelaki tampan selalu bermain di benaknya.
"Yang tadi siapa Non? Pacar Non Khanza?" Ish si Pak Sopir kepo deh.
Khanza membuka lebar matanya, mencerna apa maksud dari tanya seorang lelaki paruh baya di depan. "Eh b-bukan Pak. Dia cuma teman baru Khanza," ralat gadis cupu tersebut.
Pak Usup mengulas senyum tipis, sesekali ia melirik sang anak majikan lewat kaca spion depan. "Owh teman baru, tapi jarang-jarang lo saya lihat Non dekat sama cowo apalagi sampai berduaan seperti tadi." Maka dari itulah Sang Sopir menyangka kalau Arif adalah pacar dari anak majikannya.
"Ah masa sih Pak. Perasaan Khanza juga banyak punya teman cowo dulu."
Si gadis cupu yang tomboi, itulah gelar yang melekat pada dirinya waktu di kampung halaman dulu. Rata-rata temannya malah kebanyakan dari kaum adam. Hanya beberapa Khanza mempunyai teman wanita.
Mang Usup mengangguk. Dia juga hampir lupa kalau sang anak majikan punya perkumpulan geng motor di kampung halaman. "Tapikan jarang Non berduaan sama cowok."
Iya juga sih. Dulu Khanza selalu main berkelompok. "Yang lain sudah pada pulang tadi Pak."
Sebaiknya obrolan tentang Arif segera dihentikan karena tidak baik untuk kesehatan jantung Khanza. "Oh ya Pak. Nanti kalau ada yang jual es boba mampir ya. Za haus sekali," pintanya.
"Baik Non." Kebetulan tidak jauh dari posisi mereka ada penjual es boba yang sudah buka. Menepikan mobil, sang Sopir menawarkan diri untuk turun. Namun Khanza menolak, dia ingin memilih sendiri rasa yang ia sukai.
Membuka pintu mobil, Khanza turun dan berjalan ke arah kedai kecil tersebut. Sembari mengacak-acak tas guna mencari uang, dia tak memerhatikan kalau ada orang yang berjalan ke arahnya.
Bugh!
Tubuh mereka pun tanpa sengaja berbenturan satu sama lain.
"Au!" ringis Khanza.
"Eh kalau jalan lihat depan dong!" marah orang tersebut seraya mengusap baju putih yang kotor terkena tumpahan es boba.
"M-Maaf," ucap Khanza. "Saya tidak sengaja," sambungnya.
Gadis dengan juraian rambut sebahu itu pun mendongak dan sontak bola matanya memerah memendam amarah.
"Cupu!" bentaknya.
Gluk!
Kenapa harus bertemu salah satu anggota geng comel lagi. Sial sekali Khanza hari ini.
Tanpa ba-bi-bu lagi Vera merobek plastik penutup es boba. Menumpahkannya ke atas kepala Khanza, dia pun merasa puas bisa membalas kesalahan gadis cupu tersebut.
"Rasakan itu! Dasar cupu!" ujarnya langsung berlalu pergi begitu saja.
Khanza memejamkan mata, rasa dingin dan lengket berbaur masuk ke dalam bajunya. Hari pertama yang penuh suka duka, batinnya.