Chereads / Sexy Husband / Chapter 15 - Cerita Masa Lalu

Chapter 15 - Cerita Masa Lalu

Cerita Masa Lalu

Lalu memperhatikan setiap lekuk tubuh ini, kenapa dia menjadi sedikit mesum semenjak kejadian itu. Aku mengerang saat dia mengulum dada ini dengan sedikit kasar membuatnya perih.

Tangannya mengerjang seluruh tubuh ini, setiap lekukan disentuh oleh tidak ada yang tersisa, hanya desahan yang keluar dari mulut ini. Aku tersenyum saat dia membuka seluruh pakaiannya.

Benda besar itu akan masuk lagi dan menghantam milikku, dia semakin lincah memainkan lidahnya di dadaku membuat hasrat gairah ini semakin memuncak dan bagian bawah sana terasa gatal ingin segera dimasukkan.

Aku mengelus bagian intinya, menaik turunkan agar dia segera terangsang dan melakukan hal itu, aku merintih saat puncaknya akan segera sampai sedangkan dia mengisap perutku dengan begitu cepat.

Jarinya berhasil masuk ke bagian intiku dan menghunjamnya dengan sangat cepat, aku merintih saat pencapaian itu sudah keluar. Dia hanya tersenyum dan kembali mengulum bibir ini.

Terasa jelas kalau dia bagian intinya memaksa masuk ke milikku, sekali dorongan semuanya berhasil masuk dan itu masih terasa perih, dia menggerakkannya perlahan, dan memeluk leher ini erat.

Mempercepat gerakannya dan meremas dadaku dengan sengat brutal, aku hanya merintih memegang erat seprei dan bantal sesuai irama sentakannya, itu semua masih terasa sakit saat dia melakukannya.

"Tuan," ucapku dan dia berdecit.

"Shui," bisiknya dan aku mengangguk, merasakan punyanya yang semakin panas.

"Aku tidak tahan lagi!" pekikku dan langsung saja mengeluarkan pelepasan kedua, dia hanya diam lalu menghunjamku begitu cepat sampai cairan panas itu berhasil menyembur ke rahimku, jika seperti ini akun yakin kalau akan hamil.

Dia terjatuh di samping memeluk tubuh ini erat lalu memelukku dalam. Aku melihat wajah yang penuh dengan peluh ini, dia hanya diam tanpa sepata kata pun kali ini.

"Tuan, terima kasih sudah menolongku," ucapku memegang perut ini, rasa panasnya masih terasa membuat sesak napas.

Dia berdehem lalu bangkit dari tidurnya kemudian pergi ke kamar mandi, beberapa menit kemudian Shui keluar. "Mandilah," ucapnya.

"Oh, kalau begitu terima kasih karena sudah menolongku, Tuan," ucapku sambil tersenyum, kemudian dia pergi dengan santainya meninggalkanku, tapi aku bersyukur dia masih mau menyelamatkan diri ini.

Aku berpikir mungkin aku akan mati jika dia tidak menolongku. Ya, waktu itu juga Shui pernah menolongku ketika dalam bahaya. Aku merasa senang di saat itu, bahkan karena kesenangan itu. Aku sekarang harus menjadi istrinya.

Walaupun sulit aku harus menerimanya, aku menganggap dia seperti orang tua. Semenjak kepergian ayah dan ibu, aku diadopsi oleh keluarga Shui. Aku diperlakukan dengan baik seperti anak mereka.

Dikasih makan, sekolah, disayang, bahkan semua permintaanku dituruti. Dulu Shui sering bermain bersamaku ketika kecil, dia sangat menyangyangi diri ini seperti adik kandungnya sendiri.

Namun semuanya berubah saat orang tua Shui pergi meninggalkan kami, aku dituduh oleh orang-orang bahwa akulah penyebab kematian mereka. Shui melihatku dengan sinis di hari itu, seminggu setelah kematian mereka kami dirawat oleh orang tua Ayato dan Shido.

Mereka merawat kami dengan kasih sayang, walaupun mereka tetap pergi meninggalkan kami sama seperti orang tua Shui dan aku. Mereka rela mengorbankan dirinya demi melindungi kami dan anak-anaknya dari pemboman besar-besaran.

Pemboman itu dilakukan oleh musuh bebuyutan ayah Shui, Ayah dia adalah seorang yang berbahaya sama seperti Shui. Kematian mereka membuat kami berempat kesepian, kami dirawat oleh para pengawal orang tuan Shui yang masih setia kepada mereka.

Tragedi kematian itu membuat Shui menjadi seorang yang gila dan membunuh siapa saja yang melakukan kesalahan. Bahkan dia sering memukulku karena mendengar kabar angin bahwa aku penyebab kematian orang tuannya.

Tetapi aku tetap sayang padanya, karena dia adalah orang yang menjaga diri ini, dia yang menafkahiku, Shido dan Ayato. Aku sangat mencintainya.

Bahkan sekarang aku akan menjadi yang terpenting dalam hidupnya, aku akan mengandung anak yang bahkan tidak memiliki kesempatan hidup.

Walaupun itu suatu kesalahan, aku sangat bersyukur. Aku tidak akan pernah berusaha untuk kabur lagi dari dia karena siksaan yang diberikannya. Hanya satu yang kupikirkan siksaan yang diberikannya itu karena dia sayang padaku bukan karena yang lain.

Dia takut kalau aku akan dicuri seperti ini, tapi itu memang benar siksaannya terlalu kejam. Aku sudah memikirkannya, aku tidak akan pusing lagi memikirkan hidupku jika aku menikah dengannya. Aku mencintaimu Shui.

***

Aku keluar kamar setelah merapikan semuanya dan melihat Shui pergi, ke mana dia mau melangkah lagi. Aku mengikutinya dari belakang. "Apa?" ucapnya membuatku kaget, kenapa dia bisa sadar kalau diikuti.

"Tuan mau ke mana?" tanyaku dan dia masuk ke mobil tanpa menutupnya, apa artinya dia memperbolehkanku ikut. Aku langsung masuk dan menutup pintunya, dia hanya diam fokus lihat ke depan.

Aku melihat ke luar, jarang sekali pemandangan seperti ini terpampang di mataku. "Tutup kacanya," ucapnya dan aku memayungkan bibir menuruti perintahnya, apa dia tidak bisa melihat orang senang.

Mobil ini berhenti di rumah sakit, siapa yang sakit? Apa dia punya penyakit. "Tuan sakit?" tanyaku dan dia menggeleng langsung turun, langsung saja aku berlari mengikutinya, siapa yang ingin ditemui.

Kami melewati beberapa lorong dan akhirnya melihat Ayato. "Bagaimana keadaannya sekarang?" Shui menanyakannya pada Ayato saat sudah sampai di depan ruangan.

"Dia kekurangan banyak darah, jadi sekarang masih diobati," jawab Ayato sambil memandang ke arah Shui dengan wajah murung. Siapa yang sakit? Dan kenapa wajah Ayato seperti kasihan, saudaranya sakit.

"Mengapa menampakkan wajah murung seperti itu?" tanya Shui saat melihat raut wajah Ayato yang seperti anak kecil. Dia juga menyadari hal itu, aku kira dia tidak akan peduli masalah seperti itu.

Ayato langsung duduk di kursi tunggu, begitu juga dengan Shui, Ayato sepertinya berniat menyampaikan sesuatu pada Shui tapi dia tampaknya takut dan kadang-kadang dia memautkan bibirnya seperti anak kecil meminta permen pada ayahnya.

"Apa yang kau inginkan?" Shui memandangnya dengan wajah seram dan membuat Ayato ketakutan.

"Ah, ini sungguh tidak adil tahu." Ayato merengek pada Shui, dan membuat Shui menaikkan alisnya memandang Ayato. Ayato sangat berani mengatakan hal itu, dia tidak takut dihukum? Jika aku yang mengatakannya maka sekejap tubuh ini langsung penuh dengan bekas cambukkan.

"Apa yang tidak adil?" Shui terus memberikan pertanyaan pada Ayato, dia belum mengerti maksud dari perkataan anal buahnya yang satu ini.

"Shido sudah menikah, dan kau sekarang akan segera menikah bukan? Lalu hanya aku saja yang sendiri. Kenapa tidak adil? Padahal aku lebih tua dari kalian berdua," celoteh Ayato yang membuat Shui menahan senyumnya sambil memegang perutnya. Ayato aneh-aneh saja, itu salah dia karena tidak mencari wanita lain.