Bada asar Pipit mengajak anak-anaknya bermain di halaman belakang. Sembari mengawasi Zaki dan Nisya yang bermain sepak bola, Pipit mencuci baju. Mesin cuci diletakkan di teras belakang rumah yang juga terdapat beberapa bambu dan tali untuk menjemur yang tergantung di tiang penyangga teras.
"Assalamualaikum. Terdengar suara Wawan mengucapkan salam.
"Waalaikumsalam, di belakang Yah." Lelis membuka pintu belakang. Terlihat Wawan meletakkan tas di meja yang ada di ruang TV dan berjalan mendekat.
Lelis mengulurkan tangan untuk mencium tangan Wawan, tak lupa Wawan mengecup kening sang istri.
"Sudah makan, Bun?"
"Sudah tadi pulang sekolah sama anak-anak, Ayah bawa apa?" tanya Pipit yang melihat tangan kiri Wawan membawa kresek hitam kecil.
"Es krim pesanan mereka." Wawan menyerahkan plastik ke Pipit.
"Sudah makan?"
"Sudah, pulang sekolah di rumah Yayu Siska."
Wawan kemudian memanggil Zaki dan Nisya yang tidak menyadari kedatangannya karena sedang asik bermain sepak bola
"Ayah es krimnya mana." Zaki berlari diikuti Nisya. Mereka langsung mencium tangan kanan Wawan bergantian.
"Cuci tangan dulu, baru makan es krim," suruh Wawan pada kedua anaknya. Mereka berebut mencuci tangan di keran yang terdapat di samping mesin cuci.
Kalau biasanya Pipit akan mengomel melihat kedua anaknya yang saling mencipratkan air satu sama lain hingga baju mereka basah. Sekarang dia malah memilih duduk didekat suaminya setelah memindahkan pakaian dari tabung pencuci ke tabung pengering.
"Ayah satu, bunda satu ya Yah es krimnya," kata Pipit sambil mengambil es krim dari plastik sambil melirik ke arah Zaki dan Nisya.
Melihat bunda dan ayahnya yang masing-masing memegang satu es krim, Zaki dan Nisya segera berlari. Tak lupa Zaki menutup keran terlebih dahulu. Nisya merebut es krim dari tangan Pipit, sedangkan Zaki merebut es krim yang sudah dibuka Wawan.
Mereka kemudian naik ke atas ranjang, duduk dan menikmati es krimnya.
"Ayah saja yang jemurin, bunda pasti capek jagain mereka," tawar Wawan ketika melihat Pipit hendak berdiri saat mendengar suara mesin cuci yang tak lagi terdengar karena proses pengeringan selesai.
"Bunda saja, ayah temenin mereka," tolak Pipit. Wawan memegang tangan kanan sang istri.
"Terima kasih ya, Bun," ucap Wawan yang dibalas senyuman oleh Pipit.
Wawan mengajak Nisya dan Zaki bermain bola setelah menghabiskan es krim mereka. Wawan pura-pura kewalahan menghadapi serangan kedua anaknya, Nisya dan Zaki meloncat kegirangan dan saling ber-high five ketika berhasil menjebol gawang Wawan.
"Bunda, tolong dong masa ayah dikeroyok," adu Wawan yang pura-pura merengek malah membuat anak-anak tertawa girang.
Hal sepele, tetapi tak disangka membuat keluarga mereka terlihat sangat bahagia.
'Ya Allah begitu banyak aku menyia-nyiakan waktu menemani mereka bermain karena sibuk tak jelas dengan dunia semu yang ditawarkan ponselku. Semoga mulai hari aku bisa istiqomah untuk bisa fokus menjalankan setiap peran yang telah ku pilih tanpa harus mengorbankan anak-anak.' janji Pipit pada dirinya sendiri.
Wawan berlari ke arah Pipit untuk bersembunyi dari kejaran Nisya dan Zaki.
"Bun tolongin ayah dong masa dikeroyok sih, gak seru," adu Wawan yang langsung naik ke ranjang dan memeluk Pipit dari belakang. Kontan saja hal itu membuat Nisya menjerit melihat ibunya di dekap kedua lengan kokoh Wawan.
"Ayah, jangan peluk-peluk Bunda, lepaskan, jangan peluk," rengek Nisya sambil memukul lengan sang Ayah yang tak bergeming. Wawan malah mencium pipi Pipit dan membuat Nisya menjerit lebih keras lagi.
_____I.S_____
Esoknya Lelis dan Pipit kembali bertemu dengan Pipit di warung Sate Asal Pengen, seperti janji mereka kemarin. Namun, ada yang berbeda hari ini. Lelis tidak lagi melihqt tampang Pipit yang muram, yang terlihat seolah sangat lelah dengan rutinitas yang telah dilaluinya.
Pipit yang duduk di hadapannya sekarang terlihat ceria, senyum terukir di bibir manisnya ketika Lelis datang.
"Wah hari ini mbak Pipit terlihat ceria," lontar lelis setelah mereka berjabat tangan.
"Alhamdulillah mbak, Saya bersyukur bisa ketemu mbak sebelum semuanya terlambat."
"Loh, saya belum berbuat apa-apa mbak, sudah selesai 'nih?" balas Lelis dengan mimik wajah lucu yang dibuat-buat. Pipi mengangguk denga senyum mengembang di wajahnya.
"Kasus ditutup dong, enak banget belum kerja sudah selesai kasusnya," imbuh lelis dengan tawa di akhir kalimat yang dia ucapkan.
Tanpa diminta Pipit pun menceritakan satu hari yang dia lalui saat menyelesaikan tantangan dari Lelis. Memang benar, Pipit merasa lebih ringan menjalani perannya sebagai, istri, ibu dan seorang guru ketika dia tidak lagi menyelingi gerutuan disela aktivitasnya. Setidaknya, pipit merasa dirinya lebih baik dan tidak merasa terlalu lelah saat menghadapi lakon yang harus dia perankan dengan senyum dan tanpa menggerutu.
"Terima kasih ya mbak, Saya merasa tantangan dari mbak itu benar-benar memecut saya untuk segera instropeksi diri. Dan hasilnya memang benar, kita itu tergantung apa yang kita pikirkan."
Lelis mengangkat sebelah alisnya, dahinya berkerut mendengar ungkapan yang terakhir dari Pipit.
"Maksud dari kita itu tergantung apa yang kita pikirkan, apa ya mbak?" tanya Lelis penasaran. Dia menegakkan duduknya bersiap mendengar penjelasan dari Pipit.
"Ya begitu mbak, ketika saya selalu merasa tidak puas, tidak beruntung, kayak robot yang kerja tanpa istirahat. Saya merasa 24 jam saya itu melelahkan sekali. Namun, kemarin, saat menjalani tantangan 24 jam dari mbak Lelis. Saya kok kayak santai banget menjalani tugas saya. Bahkan lucunya, saya baru sadar menemani anak-anak bermain itu menyenangkan. Asal tidak disambi dengan curi-curi buka ponsel, yang akhirnya bikin saya senewen ketika lagi tanggung fokus lihat yang ada di ponsel, anak-anak malah ribut."
Lelis tak bisa menahan tawanya saat mendengar pengakuan dari Pipit.
"Ya ampun, maaf mbak. Duh, gak bisa dikontrol 'nih mulut." Lelis menepak pelan mulutnya dengan telapak tangan kanan.
"Gak apa mbak, santai saja.'
"Jadi intinya?" tanya Lelis kemudian.
"Intinya, saya sudah menemukan kenyamanan yang saya dapatkan ketika menjalani tantangan dari mbak. Harapan saya, semoga bisa tetap istikomah menjalankannya, meskipun tanpa ditantang mbak lelis terlebih dahulu," aku Pipit dengan bibir yang mengulum senyum.
"Alhamdulillah," ucap syukur terlontar dari Lelis.
"Semoga mulai sekarang sampai ke depannya, rumah tangga mbak berjalan sakinah, mawaddah dan penuh rahmah. Gak ada lagi kejadian kayak kemarin," harap Lelis.
"Amin mbak. Sekali lagi terima kasih ya mbak. Sudah menyadarkan saya sebelum semuanya terlambat."
"Sebenarnya, mbak pipit yang punya andil besar menyadarkan diri sendiri. Saya hanya membantu mbak sedikit sekali, tapi mbak Pipit sangat hebat langsung bisa menguasi emosi, sehingga tantangan cukup sampai 24 jam saja tanpa perpanjangan waktu."
"Kayak main bola sih, perpanjangan waktu," protes Pipit dengan tawa ringan.
"Lah, iya ya. Yaw is lah, intinya kasus selesai 'nih mbak?"
"Yup, kasus selesai dengan baik. Terima kasih ya mbak. Maaf sudah merepotkan," ucap Pipit.
Mereka kemudian berjabat tangan sebagai tanda deal kalau kasus yang di daftarkan Wawan ke biro jasa Lelis sudah diselesaikan.
_____I.S_____