Akhirnya semua tiba di sebuah sungai yang tidak begitu besar. Sungai ini memang sering di gunakan untuk mandi bagi anak-anak disini. Tak lama semua pun mempreteli pakaian, dan kini mereka telanjang.Tanpa basa basi mereka terjun ke air yang jernih, serta segar tanpa ada rasa malu sedikit pun hari menjelang sore, semua tampak bergembira dan tertawa. saling menyemburkan air ke masing-masing teman-temannya, semua berjumlah berdua belas orang termasuk Bagas. Ada yang melompat dari batu yang cukup tinggi.
Dalamnya dari pinggang sampai sedada orang dewasa, bahkan lebih. Tapi itu tidak masalah karena semua pandai berenang. Bagas pun tak luput bercanda dengan yang lainnya. Kemudian dia kepinggir karena agak kedinginan, tanpa di duga bertubrukan dengan seseorang. Bahkan keduanya berpelukan, tubuh mereka saling bergesekan. Untungnya keduanya berada di dalam air se dada, sehingga tidak kelihatan orang yang lain yang sedang asyik bermain air.
"Maaf !" Bagas melepas pelukan Beni yang berada di belakangnya. Bahkan dia merasakan sesuatu benda hangat di menempel di pantatnya yang membulat. Ketika hendak pergi, Beni malah menarik pinggang Bagas kepelukannya yang kini saling berhadapan. Bagas terkejut dengan apa dilakukan Beni.
Dia berusaha melepas pelukannya, tapi tangan itu memeluk pinggangnya erat. Orang lain hanya melihat keduanya seperti sedang bercanda juga jadi tidak perduli.
"Lepasin Ben !" rontanya, tangan mendorong dada Beni, sementara di bawah tubuh keduanya justru menyatu, sehingga benda pusaka keduanya saling bergesek. Muka Bagas memerah, begitu Beni. Kedua nafas mereka memburu. Akhirnya Beni melepas pelukannya, dan menjauh agak berjarak. Bagas membalik tubuh ke pinggir tapi tidak langsung naik karena, kejantanannya sedang menegang akibat kejadian, tadi.
Bagas melirik Beni dia pun berenang-renang kecil sesekali menatapnya juga. Satu persatu teman mereka naik dan memakai pakaian. Dirasa sudah cukup mandinya karena sudah sore dan waktunya pulang.
"Gas, kamu engga udahan ?" tanya salah satu temannya, sambil menatapnya.
"Duluan saja !" ucapnya. Dan temannya juga tak banyak bertanya dan mereka pulang, begitu pun teman Beni. Yang tersisa hanya mereka berdua.
Bagas dan Beni saling pandang. Dan Beni pun mendekat ke arah Bagas, remaja itu mundur dan kini sudah mepet batu yang agak besar, air sungai pun sudah sepinggang. Ketika Beni hampir mendekat Bagas pergi untuk ke tepian, tapi tangannya di tarik oleh Beni, detik kemudia dia jatuh kepelukannya.
"Lepasin !" Bagas meronta seperti anak perempuan, tapi Beni malah memeluknya erat, tubuh telanjang mereka mau tidak mau saling bergesekan. Beni pun jatuh terduduk di batu tak bisa menahan Bagas, dan tubuh remaja tampan itu tertarik sehingga jatuh di pangkuan Beni.
Untuk beberapa saat keduanya terdiam, hanya nafas keduanya yang terdengar memburu di telinga masing-masing, Bagas dalam kondisi memeluk Beni yang memang lebih besar dan tinggi di banding dirinya. Tiba-tiba, sebuah tangan menarik pinggang hingga menyatu, tubuh Bagas menegang dadanya semakin bergemuruh.
Nafas keduanya naik turun, insting Bagas harus menghentikan ini. Tapi tidak dengan tubuhnya semua tubuhnya bergetar dan terasa lemas.
"Aaaahhhh ... " suara erangan pelan membuat tubuh Bagas mengejang, ketika dirasa di lehernya terasa usapan benda hangat.
"Ben ... " ucapnya, tangannya justru memeluk erat leher Beni. Air dingin sungai justru tidak terasa, karena gesekan tubuh mereka tanpa di sadari sudah memanaskan suasana.
Beni dengan bibirnya yang tebal menyelusuri pundak dan leher jenjang Bagas warna kulit mereka kontras. Kulit Beni lebih coklat dan kekar karena selain berkerja membantu kedua orang tuanya di sawah dan ladang, juga nyambi menjadi kuli bangunan bersama pamannya.
Beni tidak melanjutkan sekolah, berhenti di kelas satu pertengahan, karena tidak mempunyai biaya lagi, uang hasil bekerja memang untuk dirinya. Tapi kadang hasil dari bekerja kuli bangunan di bagi dua. Pamannya mengajak Beni bekerja seperti itu karena kasihan. Ayahnya hanya menggarap sawah punya orang lain, selain itu punya adik dua orang yang masih kecil, sementara kakak perempuannya terpaksa menikah karena kecelakaan. Dan kondisi keluarganya juga pas-pasan, suaminya hanya tukang ojek.
Bekerja menjadi kuli bangunan pun tak selalu dilakoni karena tergantung permintaan kadang harus ke kota selama beberapa minggu. Tapi memang uang yang di dapat cukup lumayan. Hasrat seksual Beni tidak tertahankan, sudah cukup lama dia tidak ngocok atau berhubungan badan dengan mantan kekasihnya yang sedikit lebih tua darinya. Beni selalu nongkrong bersama teman-temannya dengan motor yang agak tua, dari ngerokok hingga sedikit minum-minum. Beni memang bad boy juga walau usia baru 15 tapi perawakannya seperti anak SMU.
Beni kenal seks di usia 14 tahun, dengan seorang pelacur, atas ajakan rekan sesama kuli bangunan yang rata-rata umurnya lebih tua darinya dia atas 25 tahun - 40 tahunan dan semua sudah menikah. Beni dewasa karena lingkungannya. Baginya melakukan ini bersama Bagas yang seorang lelaki tak masalah, walau baginya ini pengalaman pertama baginya termasuk Bagas juga.
Entah kenapa tubuh Bagas membuatnya terangsang seperti ini. Dia menciumi seluruh pundak, leher kemudian pipi remaja tampan itu, tanpa disadari tubuh Bagas menggeliat, menghimpit dan menggesek seluruh tubuhnya. Mebuat birahi Beni memuncak. Dan akhirnya ... hup ! bibir itu melumat bibir Bagas.
Remaja itu melotot dan tak percaya, tubuhnya mengejang. Tangan Beni memeluk erat tubunya. Bibir itu menyapu seluruh permukaannya tanpa ada sisa. Perlahan di lepas ciuman untuk mengambil udara, kening mereka beradu.
"Le .. pa .. sin ... Ben ..." ucap Bagas pelan tubuhnya bergetar dan lemas, nafas naik turun. Begitu pun Beni.
"Kamu su .. ka ?" tanya Beni mendesah pelan dan wajah mereka sangat dekat. Bagas tertegun.
"Cium aku ..." bisik Beni. Bagas menatap Beni, perlahan turun ke bibirnya yang agak terbuka, dia menelan ludah. Dadanya semakin berdebar keras. Dan ....
-------------------
Bagas pulang dengan langkah gontai dan menunduk. Dari jauh suara mengaji tanda magrib telah tiba. Sesekali dia berhenti, mengusap wajahnya. Akhirnya dia pun sampai di rumah. Untungnya tidak di marahi oleh emaknya Dan menyuruhnya mandi setelah itu ke mushola.
Selesai ibadah Bagas langsung hendak pulang ketika di tanya teman-temannya apa hendak mengaji dulu.
"Aku libur dulu, banyak PR! ngajinya di rumah saja !" katanya langsung pergi. Semua temannya hanya saling pandang, tapi kemudian bersikap biasa. Bagas berlari menuju rumahnya mukanya merah.
"Assalamuailaikum !" ucapnya ketika masuk rumah.
"Wa alaikum sallam ... loh, kamu engga ngaji Gas ?" tanya emaknya, biasanya hari selasa dan rabu ada pengajian untuk remaja dan anak-ansk.
"Engga mak, anu ... banyak PR! dirumah saja !" jawab Bagas menunduk. Emaknya menghela nafas.
"Ya sudah, sudah atuh makan dulu lalu belajar !" ucap emaknya.
"Iya mak ..." Bagas pun ke kamar untuk menyimpan sarung dan pecinya.
Bersambung .....