"Aku gapapa, Ay."
"Kamu seperti menutupi sesuatu."
"Gapapa, Ayya. Yuk. Ini udah sampai keraton. Sayang, kalau gak dinikmatin."
"Kamu kalau ada yang pengin dikatakan, bilang yah. Jangan diem. Aku kawatir."
Aksa mengulas senyum di wajahnya. Berusaha meyakinkan perempuan yang ia kasihi di depannya.
"Iya, Nurul Hayya."
"Nah gitu dong. Ceria. Seperti Aksa yang kukenal."
"Eh, kalian ngapain disitu? Ayo kesini!!" Panggil Nia yang sudah duluan berjalan dengan Oki di depan.
"Eh, baru ngeh ketinggalan."
"Kamu, sih." Ledek Ayya.
Sebuah bangunan penuh nilai sejarah, budaya, spiritual keislaman sangat khas di sana. Keraton yang menjadi cermin berbagai keindahan dari kehidupan manusia pada masanya.
"Kok bisa ya, bebatuan disusun begitu bisa sampai kuat ratusan tahun?" celetuk Nia.
"Karena yang bangun pasti orang spesial. Bukan orang bawel kayak kamu, Ni." Ledek Aksa.
"Ish! Yang pasti, yang bangun juga bukan penyair level kayak kamu, Sa!" Kembali, Nia menjawab candaan Aksa.