Aksa makin mendekatkan wajahnya ke wajah Ayya. Perasaan takut mulai menyelimutinya. Itu sangat terpancar dari sorot mata Ayya. Ia tak berani menatap mata Aksa lekat-lekat.
Untuk menutup gugupnya, Ayya memejamkan mata. Entah, apa yang ia terka saat itu.
"Heh! Ngapain merem? Ini ada daun jatuh di rambutmu." Celetuk Aksa.
Seketika, Ayya tersipu. Ia sangat malu.
"Hih, kenapa senyum-senyum?" Lanjut Aksa.
"Hayo... mikirin apa?"
"Nggak, ko."
"Hmm... yaudah deh."
Nia dan Oki belum juga kembali. Semilir angin bertabur terik siang hari masih menyelimuti. Ayya dan Aksa tetap duduk berdampingan. Pada sebuah kursi panjang di bawah pepohonan. Sejuk dan menentramkan.
"Aku paling suka tempat kaya gini," celetuk Aksa.
"Emang apa?"
"Adem."
"Sama."
"Sa...."
"Ya? Kenapa?"
"Aku mau tanya, boleh?"
"Emang tanya apa? Sejak kapan gak boleh tanya?"
"Iya, aku tahu. Aku cuma gaenak."
"Gapapa. Sok aja...."
"Apa kamu pernah marah atau kesel sama aku?"