Chereads / Aku Adalah Hujan / Chapter 14 - Part 14 - Melanjutkan Mimpi

Chapter 14 - Part 14 - Melanjutkan Mimpi

"Ay, mau kemana? Bukannya baru pulang kerja?"

"Oh ya, aku lupa bilang ke kamu, Ni. Mulai sekarang setiap weekend ada acara di panti. Jadi, kemungkinan aku akan ke sana."

"Emang acara apa?"

"Ya... sama anak-anak."

"Mau ikut?" Ayya memiringkan kepala. Menatap Nia yang terlihat ragu memikirkan tawarannya.

"Ehm, nanti dulu aja deh. Yaudah, sukses ya acaranya." Nindy menjawabnya pelan. Seolah tak yakin dengan jawabannya sendiri.

"Yaudah, aku turun duluan yah. Daaah."

Ayya berhenti dari bus. Melambaikan tangan ucapan perpisahan dengan Nia Sekitar dua puluh menit kemudian, Hayya akhirnya sampai.

"Kak Ayya!! Yey! Kak Ayya dateng teman-teman!" seru salah seorang anak dari panti. Disusul beberapa anak lainnya yang keluar begitu saja dari pintu. Siap menyerbu Ayya. Mereka berebutan memeluk Ayya.

"Akhirnya, Kak Ayya bisa kesini lagi. Kangen deh." Ucap salah seorang anak.

"Iya, nih. Emang Kak Ayya masih sakit, ya?"

"Aku gamau sama Kakak yang hidungnya mancung itu. Gak enak. Kurang seru!" ucap lainnya.

"Kakak hidung mancung?" Ayya bingung.

"Itu lo, Kak. Pas dulu Kak Ayya sakit karena kecelakaan."

"Oh ya? Kak Aksa?"

"Nah itu!"

"Tapi menurutku Kak Aksa keren ko. Ganteng!" timpal salah seorang anak laki-laki, "aku malah ngefans sama Kak Aksa!"

"Huuuuh!!" Sorak anak-anak lainnya menyerukan kekesalannya.

"Sudah... sudah... yuk, masuk." Ayya mengajak anak-anak panti masuk. Terlihat Bu Nana sudah menyambutnya di depan pintu.

"Selamat datang, Nak Ayya. Akhirnya, bisa kembali aktif ke sini. Anak-anak pasti sudah sangat merindukan Nak Ayya," ucap Bu Nana dengan lembutnya.

Ayya mencium tangan Bu Nana. Menyapanya penuh takzim. "Alhamdulillah, Bu. Mulai sekarang InsyaAllah saya akan aktif kembali."

"Syukurlah. Ibu seneng dengernya. Kamu apa kabar?"

"Alhamdulillah baik, Bu."

"Nak Aksa juga baik, kan?"

Ayya terdiam sejenak. Memikirkan jawaban yang tepat dari pertanyaan Bu Nana.

"Kenapa, Nak? Maaf, pertanyaan ibu mengganggumu?"

"Oh ndak, Bu. Aksa juga baik-baik saja." Ayya mengangkat wajahnya. Membuat gari senyum tiba-tiba. Seolah tak ingin ekspresi sebenarnya terlihat oleh Bu Nana."

"Ayo, Bu. Cepetan!! Kami sudah kangen Kak Ayya, nih!" Protes salah seorang anak panti.

"Iya-iya. Kalian semua masuk dulu, ya. Duduk yang rapi. Ibu ada perlu sebentar sama Kak Ayya. Yah?" pinta Bu Nana.

"Iya, Bu. Tapi jangan lama-lama, ya."

Bu Nana mengangguk. Disusul sorak sorai anak-anak.

"Yeeey!! Udah ada Kak Ayya lagi!"

Bu Nana tersenyum bahagia melihat tawa anak-anak. Berlanjut menatap Ayya.

"Yuk, Nak. Kita duduk di sana." Bu Nana menunjukkan sebuah tempat duduk yang berada tak jauh dari panti.

"Duduk, Nak."

"Iya, Bu."

"Gimana kabar Ibu di rumah?"

"Alhamdulillah Ibu di rumah baik, Bu."

"Syukurlah. Sekarang kamu kerja?" Bu Nana melihat sekilas pin logo toko kue di tas Ayya.

"Iya, Bu."

"Ndak ada niatan lanjut kuliah?"

Ayya terdiam. Menatap rerumputan dan padang ilalang di depannya.

"Sebenarnya pengin, tapi belum yakin, Bu."

"Kenapa?"

"Untuk sekarang, aku cuma pengin ngeliat Ibu di rumah bahagia. Sejak bapak meninggalkan kami begitu saja. Bu Nana juga tahu kan? Aku harus mandiri."

"Ibu mengerti, Nak. Tapi bukan berarti tidak melanjutkan mimpi-mimpi kamu 'kan?"

"Ibumu di rumah, pasti juga akan sangat bangga melihatmu tetap melanjutkan kuliah."

"Kamu harus pikirkan, Nak. Jangan sampai nanti menyesal."

"Nah, Ibu ada ini." Bu Nana memberikan selebaran salah satu kampus.

"Ibu dengar, di sini bisa dapat beasiswa. Kuliahnya juga ndak setiap hari. Kamu bisa sambil kerja. Pikirkanlah, Nak."

Ayya memeluk Bu Nana, "Bu... terima kasih selama ini sudah mengerti."

Ayya menitikkan air mata. Teringat masa silam saat ayahnya pergi meninggalkannya. Juga teringat saat dimana hanya Aksa yang jadi pelipurnya. Termasuk, malam saat melihat Aksa dengan perempuan lain.

"Nak... kamu masih komunikasi sama Aksa kan?"

Ayya melepaskan dekapannya. Membenarkan posisi duduknya. "Sudah lama tidak berkomunikasi, Bu. Tepatnya, sejak malam hujan itu. Saat saya memilih menginap di panti."

"Ada apa, Nak?"

"Apa ada masalah?"

Ayya terdiam.

"Baiklah kalau kamu ndak mau cerita dulu. Tapi selama itu benar-benar tak pernah ketemu sama sekali?"

"Sebenarnya kemarin baru ketemu."

"Ouh, syukurlah. Lalu? Gimana kabarnya?"

"Dia baik-baik saja, Bu. Kami ketemu tak sengaja. Ayya juga ndak tau dia bakal kembali ke sini."

"Kembali? Memangnya Nak Aksa sudah ndak di sini?"

"Iya. Dia dan Ibunya pindah ke Tegal. Sejak kabar ayahnya terjerat kasus korupsi."

"Aataghfirulloh... Ibu kangen sama Nak Aksa. Maaf, ya kalau membuatmu sedih."

"Ndak papa, Bu. Aku baik-baik aja, kok."

"Saat Ibu muda dulu. Seumuran dengan Ayya sekarang. Ibu pergi meninggalkan rumah."

"Kemana?"

"Kesini."

"Hah? Jadi selama ini Bu Nana bukan orang asli sini?"

Bu Nana tersenyum, "Ya. Sebenarnya Ibu dari Jakarta. Karena permasalahan rumit orangtua, Ibu saat itu memilih pergi jauh. Kemanapun."

"Nah, sebelumnya pengurus panti di sinilah yang jadi jalan Ibu bisa disini. Ibu diajak olehnya kesini. Karena memang tak ada tujuan kala itu."

"Bu Nana saat itu masih kuliah?"

"Saat itu libur semesteran. Sekitar semester 6 Ibu memutuskan pergi."

"Lalu Ibu lanjut kuliah di sini?"

"Sayangnya tidak. Makanya Ibu berharap kamu bisa tetap lanjut kuliah. Itu salah satu penyesalan Ibu sampai sekarang."

"Ibu pikir saat itu, kuliah hanya akan menambah beban. Padahal, saat itu pengasuh sebelumnya juga sudah menyarankan lanjut di sini."

"Sayangnya Ibu terlalu egois saat itu. Jadi kekeh ndak tak lanjutin."

"Pasti sangat berat."

"Yah. Tapi semuanya sudah berlalu. Ibu bahagia sekarang. Ibu cuma pengin kamu ndak menyesal karena ndak lanjut."

"Kamu masih punya Ibu yang baik di rumah. Pasti beliau akan sangat senang melihat anaknya bisa lanjut kuliah."

"Pikirkanlah, Nak."

Ayya mengangguk, "Ayya akan pertimbangkan, Bu. Terima kasih selama ini sudah sangat perhatian."

Bu Nana menarik garis senyum paling tabah. Menatap ke depan padang ilalang yang menari tertiup angin. Syahdu.

"Tentang Aksa, Ibu yaki dia pasti punya alasan sendiri menjauh darimu, Nak. Tapi dia orang baik. Ibu yakin suatu saat nanti kalian akan bertemu kembali."

Ayya menatap Bu Nana berbicara. Seolah mencari harapan dari ucapan itu. Ayya menunduk sejenak. Rambutnya pelan tertiup angin. Menyapu berbagai angan dan ingin.

"Aamiin." Ucap Ayya pelan.

"Sudah. Pikirkan baik-baik, ya. Mau ke dalam sekarang? Anak-anak pasti nungguin."

Ayya mengangguk. "Kamu akan kesini setiap weekend?"

"InsyaAllah, Bu. Ayya ingin lebih dekat dengan anak-anak lagi."

"Kalau boleh... Ayya pengin ajarin anak-anak nulis." Pinta Ayya.

"Tentu saja boleh, Nak."

"Kamu bahagia melakukan ini semua kan?"

Anak-anak di panti sudah memanggil Ayya dari pintu. Menantikan kedatangan Ayya.

"Kak Ayya!! Cepetan!!" "Iya, nih. Ayo, Mbak Ay!!"

***

Hari itu, sebuah harapan Ayya akan kembali melanjutkan kuliah. Dan sebuah usaha menyembuhkan diri sendiri dilakukan kembali. Tak lain tak bukan, adalah dengan menagih diri sendiri berbuat baik pada orang lain. Bagaimana perjalanan Ayya selanjutnya? Simak terus, ya....