42. Jumpa Panuta
Cuaca cukup terik saat aku dan Lami keluar dari dalam bank. Suasana yang semula sejuk berganti menjadi panas. Kami segera melangkah menuju parkiran untuk mengambil motor Lami.
"Bikin rekening buat apa, sih, Nu?" tanya Lami penasaran. Ia memakai helmnya selepas mengeluar motor dari baris parkir. Aku membuntutinya sampai pinggir jalan.
"Buat diisi duitlah. Daripada numpang punya mba Naya terus." Lami mengangguk setuju.
Deru mesin motor terdengar. Aku bergegas naik ke boncengan. Lami yang menyupiri. Tak butuh waktu lama, motor yang kami tunggangi bersaing bersama kendaraan lain di jalan raya. Saling salip-menyalip.
Lami kalau mengendarai motor tidak kira-kira. Langsung tancap gas menuju kecepatan 80 kilometer perjam. Jilbabku sampai berkibar kuat hampir terlepas dari kepala kalau tidak kupegangi. Masker yang seharusnya menutupi wajah bagian bawahku mulai merembet sampai mata. Benar-benar amazing.