Neira sangat senang dengan apa yang ia terima saat ini, tak mampu dilukiskan oleh kata-kata, namun bersamaan dengan itu. Hatinya sangat ketakutan, Sang Pangeran memang bisa mencintainya dan menerimanya. Bagaimana keluarganya? Terus Negerinya? Apa iya bisa menerima dirinya ... memangnya siapa dirinya? Hanya sebatang kara yang kebetulan menjadi suster dan tidak memiliki apa-apa, mana mungkin bisa diterima disana? Apakah hidupnya di Istana akan Berbahagia seperti di dongeng-dongeng Princess yang ada? Atau bisa sebaliknya?.
"Hero, jujur aku sangat bahagia, dan aku sangat-sangat mau menerimamu, tapi aku tak yakin bisa mengikuti cara hidupmu di istana dan bagaimana orang-orang di Negerimu memandang aku? aku rakyat rendahan" ucap Neira dengan takutnya.
"Bukankah seorang Putri lebih pantas untukmu? Sedangkan aku? Siapa aku? Aku takut tak bisa hidup disana."
Bara langsung berdiri mendekati Neira, dia lalu menarik tangan gadis itu dan mengatakan sesuatu dengan lirih.
"Hanya ada dirimu disini." Ia mengenggam tangannya dan menunjuk kepada dada dan memukul-mukulkan ringan.
"Sungguh aku tidak bohong, kalau aku bohong, mana mungkin aku kembali kesini mencarimu dan mengajak pamanku? Beliau adalah tangan kanan Ayahku, kesungguhanku disaksikan olehnya. Lalu tahap selanjutnya aakan aku bawa dirimu kepada Ibuku, Sang Ratu Proksia. Beliau akan banyak mengajakmu berbicara, beliau sangat-sangat lembut, tidak ada yang perlu ditakutkan," bisik Bara lirih di telinganya.
"Lalu Ayahmu? sang Raja?" tanya Neira.
"Ikutlah denganku sekarang, semua akan dijelaskan oleh Ibuku, nanti kalau kau keberatan untuk menerima lamaranku ini, kau bisa kembali kesini lagi dan meninggalkan aku." Bara memberikan dua pilihan.
"Apa kau yakin aku bisa kembali kesini Hero? aku takut terperangkap disana sendirian."
Ajaklah satu temanmu bersamamu, Suster Naya atau dokter Vigian juga boleh."
"Naya, aku harus berbicara dulu dengan yang lainnya. Aku sangat bingung memberi jawaban kepadamu Hero"
"Iya, aku tidak terburu-buru. Aku bisa tiga hari berada disini, baru aku kembali ke Istanaku. Kamu bisa pikirkan itu baik-baik," pungkasnya.
Mereka bertiga menuntun dua kudanya yang membawa banyak bahan-bahan makanan dan pakaian era kerajaan Proksia yang berhiaskan manik-manik mahal yang mungkin bisa jadi cinderamata atau bisa dijual lagi atau bisa dipakai bagi yang mau. Semua Bara serahkan untuk Neira bagikan kepada teman dan yang membutuhkannya. Semua diletakkan di base camp yang ada.
Kehadiran Pangeran Bara yang sangat gagah dengan jubahnya itu menghadirkan sorak sorai dan tepuk tangan meriah penghuni base camp yang tersisa. Mereka semua telah merasa kehilangan pahlawan untuk beberapa hari yang lalu, namun base camp tidak seramai saat itu, karena memang sebagian telah banyak yang kembali ke daerah masing-masing. Hanya tinggal beberapa saja yang masih bertahan disitu selain karena memang sebatang kara seperti Neira dan Naya, juga berjaga-jaga bila memang yang ditakutkan mungkin terjadi, yakni serangan susulan mungkin. Mereka semua mengorek dan bertanya banyak hal kepada Sang Pangeran karena kejanggalan dan banyak keajaiban yang menyertai Pangeran Bara. Dia adalah Pahlawan Negeri Zendonevia. Kejadian yang waktu itu banyak juga yang diabadikan dalam ponsel orang-orang berupa video, namun belum ada yang menyebarkan. Karena khawatir akan keselamatan Bara waktu itu yang sedang lemah.
Kalau pemerintah tahu lelaki inilah yang menyerang begitu banyaknya pasukan musuh itu hingga kocar kacir dan lari tunggang langgang, pasti akan dipanggil ke pusat untuk diberi penghargaan. Atau diadakam acara besar-besaran karena Negeri ini memiliki penyihir yang luar biasa, seperti yang telah tersebar di seluruh penjuru Negeri musuh pada waktu itu.
Ketika barang bawaan Bara diletakkan di base camp. Mereka semua tak menunggu lama saling berebut barang-barang kerajaan yang Bara bawa juga makanan-makanan yang berbeda bentuk dan rasanya dari jaman sekarang ini, tapi semua sangat menyukai makanan itu, menikmati dengan lahapnya.
"Ambillah untuk kalian semua, nanti kalau aku kesini lagi aku akan bawakan lagi juga untuk yang lain." Bara melihat pemandangan ini dengan suka cita.
Pangeran Bara dan Pangeran August-18 duduk-duduk di depan menanggapi orang-orang yang bertanya dan mengobrol dengan dirinya panjang dan lebar mengorek Kerajaannya.
Sedangkan Neira dan Naya membicarakan sesuatu dengan serius. Neira harus mengambil keputusan yang sangat penting untuk hidupnya. bahkan urusan hidup dan matinya adalah apa yang ia ambil saat ini sebagai jalan hidupnya.
"Nay, aku dilamar Pangeran Bara, aku sangat senang," cerita dia dengan bangga dan senangnya.
"Benarkah? Waaah aku jadi iri ada Pangeran yang jatuh hati padamu, Selamat ya Sayang," ucap Naya turut bahagia.
"Tapi aku diminta ikut bersamanya dulu sebelum memutuskan menerima atau tidak. aku diajak ketemu Ibunya dulu dan kaluarganya. Negaranya dan kehidupan di kerajaannya itu, jika aku menyukainya. Aku bisa menerimanya dan tinggal disana, tapi jika aku tak suka aku bisa meninggalkannya. Aku takut hidup di Kerajaan sangat menakutkan. Apalagi itu Masa lalu 700 tahun lalu, tentu sangat kuno. Apa aku bisa hidup dan beradaptasi disana?" Perasaan Neira diikuti dengan rasa was-was.
"Nah, pangeran kan sudah bagus memberimu pilihan. Kau ikutlah dulu kesana selama beberapa hari. Kau kan bisa menolaknya kalau memang rasa takut itu semakin besar?"
"Aku mau ikut tapi temani aku ya? Aku takut bila sendirian disana," ucap Neira memohon.
"Kau yakin mau mengajak aku? Aku siapa? Apa aku boleh ikut bersamamu?" Naya gelisah dengan ajakan Neira.
"Boleh, dia yang malah menyuruhku mengajakmu"
"Waah Pangeranmu itu sungguh bijaksana. Dia pasti nanti jadi suami dan calon Raja yang luar biasa dicintai semua orang Nei. Beruntungnya dirimu, aku mau ikutlah, aku juga mau poto-poto disana, siapa tahu aku juga dapat keluarga kerajaan juga. Hehee," sahut Naya kegirangan.
Akhirnya Kedua gadis ini bergandengan tangan dan berjalan dengan penuh kemantaban hati serta senyuman yang mengiringi. Dua gadis itu mendatangi dimana orang-orang berkumpul dan banyak bercerita itu, lalu Neira memanggil Pangeran tercintanya itu.
"Hero, aku mau bicara sebentar." Neira sambil menggerakkan satu tangannya memanggil lelaki itu. Bara seketika berdiri dan menghampirinya. Sang Pamanlah yang akhirnya melanjutkan pembicaraan, masih menceritakan tetang kehidupan kerajaannya.
"Katakan, apa kamu mau ikut bersamaku?"
"Kami berdua akan mencoba ikut denganmu, tapi kami juga akan canggung disana, kami tak tahu apapun tentang Kerajaanmu, dan aturan apa yang berlaku disana?" kata Neira.
"Tenang saja, adik-adikku akan banyak membantumu." Bara menyampaikan jawaban yang menenangkan kedua gadis itu.
Kalian siapkan saja dulu, kalau kalian sudah setuju begini, aku tak mau menunggu lagi sampai tiga hari, nanti sore akan aku ajak kalian ke Istanaku," cakap Pangeran Bara.
Bara segera mendatangi kudanya dan mengambil bungkusan dari atas kudanya untuk diberikan kepada Neira,
"Nah, ini gaun-gaun kerajaan aku sengaja membawa dua, kalian tak mungkin kesana dengan baju ketat dan bentuk seperti itu," lanjutnya tertawa sambil menyerahkannya.